Salah satu peserta literasi sedang bertanya ke narasumber acara Literasi Media yang diselenggarakan KPI Pusat dan KPID Kalimantan Tengah di Aula Rektorat, Universitas Palangkaraya, Kota Palangkaraya, Kalteng, Rabu (11/9/2019).

Palangkaraya – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendorong seluruh elemen masyarakat dan civitas akademika di Kalimantan Tengah, menjadi agen literasi publik untuk cerdas memilih media. Tak hanya melaporkan tentang siaran buruk, tetapi agen-agen literasi ini harus mulai mengarahkan masyarakat untuk menonton program-program siaran berkualitas yang ada di televisi. 

Permintaan tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, saat menjadi narasumber kegiatan Literasi Media dengan tema “Cerdas Bermedia, Menuju Penyiaran Berkualitas” di Aula Rektorat Universitas Palangkaraya, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (11/9/2019).

Menurut Hardly, banyak pendapat yang mengatakan isi televisi di dalam negeri semuanya buruk. Padahal, cukup banyak program berkualitas yang bisa direkomendasikan sebagai tontonan yang mengedukasi, bernilai dan bermanfaat. Acuannya adalah program siaran yang menjadi nominee pada tiga kegiatan Anugerah yang diselenggarakan KPI setiap setahun sekali antara lain Anugerah Ramah Anak, Anugerah Syiar Ramadhan dan Anugerah KPI.

“Ada lebih dari 100 program acara yang dapat direkomendasikan ke masyarakat untuk jadi tontonan sekaligus tuntunan. Semua program yang masuk nominee telah melalui seleksi dan penilaian berdasarkan aturan penyiaran serta keahlian pakar. Nah, program-program demikianlah sekarang yang mestinya jadi referensi tontonan dan diviralkan,” kata Hardly.

Berdasarkan hal itu, Hardly mendorong adanya perubahan pola tontonan ke program yang memang sudah dinilai berkualitas dan mendidik. Cara ini akan ikut mengubah cara pandang media penyiaran ketika membuat program. Seperti diketahui,  berdasarkan data Nielsen, program televisi yang banyak ditonton masyarakat adalah sinteron, jumlah mencapai mencapai 30%, dan ini bertolak belakang dengan penonton program religi yang hanya ditonton 2% dari jumlah kesuluruhan penonton televisi.

“Program religi itu kan isinya mendidik dan bermanfaat tapi tidak banyak yang nonton. Tentunya pihak TV akan membuat program yang menurut mereka memberi keuntungan. Tapi ini akan berubah ketika masyarakat sudah menonton program yang berkualitas dan mendidik, karena akan memberi berpengaruh pada TV untuk menghasilkan siaran yang baik dan berkualitas,” paparnya.

Penonton adalah bagian yang menentukan apa yang akan ditonton. Melalui literasi, upaya untuk menciptakan tujuan itu dapat diwujudkan dengan pembekalan kemampuan dalam menggunakan media dengan baik dan menyeleksi konten media. 

“Karena yang paling utama sekarang adalah bagaimana menyebarluaskan konten yang baik. Jika yang buruk cukup dilaporkan ke KPI jangan di viralkan. Ini semangat dari literasi. Kita pun harus mampu menghasilkan konten positif melalui sosial media dengan isi yang bernilai inspiratif bukan sebaliknya,” tutur Komisioner bidang Kelembagaan ini. 

Rektor Universitas Palangkaraya, Andrie Elia, yang didaulat menjadi narsumber literasi mengatakan, media sekarang harus pandai memilih informasi yang akan disampaikan ke masyarakat yakni informasi yang mengedukasi dan bermanfaat secara positif. “Sayangnya, masih ada informasi yang disampaikan tentang hal-hal yang tak pantas. Ini harus jadi perhatian,” katanya. 

Selain itu, Andrie menyoroti berkembangnya media baru. Menurutnya, hal ini harus disikapi dengan kehati-hati karena banyak permasalahan yang ada dalam media lain ini seperti kekerasan, sadisme, seksualitas dan pornografi. “Semua ada dalam media tersebut dan itu tidak ada yang membatasi. “Konten dari mana saja bisa masuk dan bisa diakses kapan dan dimanapun,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Andrie mengatakan KPI sudah menjalankan perannya menjaga sistem penyiaran yang berkualitas. 

Sementara itu, Anggota DPR RI, Rahmat Nasution Hamka, meminta media memberikan contoh baik melalui siaran yang mendidik, berkualitas dan bermanfaat. Pasalnya, media berperan besar dalam mewujudkan masyarakat yang cerdas dan berkualitas melalu siaran. 

Menurut Anggota DPR dari Dapil Kalteng ini, masyarakat harus ikut melakukan pengawasan dan memberi kritisi terhadap tayangan yang tidak mendidik meskipun semua urusan sudah didelegasikan ke KPI. Salah satu upaya pengawasan dapat dilakukan dengan pembentukan Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP). “Jadi biar ada kekuatan kontrol dengan cara yang sistematis, terstruktur dan massif. KPI tidak bisa sendiri memikul beban ini,” tandasnya. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, ketika memberi sambutan kegiatan Literasi Media di Aula Rektorat Universitas Palangkaraya, Rabu (11/9/2019).

Palangkaraya -- Masyarakat harus memahami bahwa konstruksi sosial di media penyiaran bukanlah sebuah realitas sesungguhnya. Pemahaman itu kadang tidak bisa datang dengan sendirinya, harus ada upaya literasi berkesinambungan. 

Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, mengatakan ruang penyiaran sering menjadi bagian dari konstruksi sosial. Konstruksi yang dibangun media itu terkadang dianggap sebagai realitas oleh publik karena media penyiaran sangat efekti mempengaruhi pikiran.

“Jadi tak salah ketika ada pemeran antagonis dalam sebuah program sinetron mendapat tamparan orang ketika dia berada di ruang publik Orang itu merasa apa yang terjadi di ruang penyiaran itu sebagai realitas. Karena itu, publik perlu dicerdaskan melalui literasi,” katanya saat memberi sambutan kegiatan Literasi Media di Palangkaraya, Rabu (11/9/2019).

Masyarakat harus mengetahui seperti apa konsep media melalui program literasi ini. Ketika menjadi konsumen media yang perlu diketahui adalah menjadi konsumen media yang cerdas. “Cerdas terhadap media mainstream ataupun baru. Terlebih media baru yang memiliki peran kuat dalam mempengaruhi publik,” kata Irsal.

Menurut Irsal, KPI akan berkomitmen menjaga ruang ini sebagi ruang bersama. Karena itu, KPI berharap peran semua pihak, mulai dari orangtua dan mahasiswa memberi kontribusi positif untuk meningkatkan mutu dan kualitas penyiaran di tanah air. 

“Kita berharap setelah paham dengan apa yang terjadi di media penyiaran, semua yang ada di ruangan ini dapat menyampaikan secara luas kepada lingkungan disekitarnya tentang informasi yang didapat hari ini. Sehingga, semua dapat terbuka pikiran dan pemahamannya tentang konsep media di Indonesia dan kita sebagai masyarakat tidak mudah tergiring pada hal-hal yang negatif,” jelas Irsal.  

Kegiatan ini, lanjut Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini, termasuk salah satu komitmen terhadap pentingnya konten lokal. “Makanya kegiatan literasi ini diadakan diberbagai daerah di seluruh Indonesia. Karena dalam UU Penyiaran harus memperhatikan tentang budaya lokal, sehingga dalam sistem siaran jaringan harus ada porsi untuk konten lokal,” tuturnya.

Sebelum menutup sambutanya, Irsal mengingatkan kembali pentingnya pemahaman dan filter mengkonsumsi media. “Jadi apapun informasi yang kita tonton dan dengar akan memberi kemanfaatan bagi kita semua,” tandasnya. ***  

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan melayangkan surat teguran tertulis untuk empat belas program siaran di sejumlah lembaga penyiaran, televisi dan radio, Kamis (5/9/2019) kemarin. Ke-14 program siaran kedapatan melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) KPI tahun 2012.

Ke-14 program siaran yang diputuskan diberi sanksi oleh rapat pleno KPI yakni Program Siaran Jurnalistik “Borgol” GTV,  "Big Movie Family: The Spongebob Squarepants Movie" GTV, "Ruqyah" Trans 7,  "Rahasia Hidup" ANTV,  "Rumah Uya" Trans 7, "Obsesi" GTV, Promo Film "Gundala" TV One, "Ragam Perkara" TV One, "DJ Sore" Gen FM, "Heits Abis" Trans 7, "Headline News" Metro TV, "Centhini" Trans TV, "Rumpi No Secret" Trans TV, dan  "Fitri" ANTV. 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo mengatakan, jenis pelanggaran yang ditemukan terkait adanya muatan kekerasan, adegan kesurupan, adegan horor, pemanggilan arwah, konflik pribadi, dialog dan gerakan sensual, ungkapan kasar, penayangan identitas pelaku pelecehan seksual, adegan berbahaya, privasi, dan pelecehan status kelompok tertentu.

KPI menilai penayangan adegan kesurupan, adanya penampakan menyeramkan serta proses pemanggilan arwah di luar jam tayang sebagaimana tertuang dalam peraturan sangat bertentangan dengan SPS tentang pelarangan program supranatural, horor, dan mistik. Selain itu, isi program semacam itu mestinya diperuntukkan bagi khalayak dewasa bukan anak dan remaja. 

“Kita tidak ingin muatan tersebut mendorong mereka percaya pada kekuatan paranormal, klenik, dan praktik-praktik seputar supranatural. Perlindungan terhadap kepentingan tumbuh kembang psikologis dan perilaku anak-anak remaja harus dijaga,” tegas Mulyo.

Temuan adegan kekerasan, pelecehan terhadap status tertentu dan penayangan identitas wajah pelaku serta korban di program pemberitaan juga ditemukan. Menurut Mulyo, tayangan ini jelas tidak sesuai dengan prinsip jurnalistik dalam  P3-SPS yakni ketentuan soal penyamaran identitas, baik korban maupun pelaku. “Pelecehan terhadap status kelompok tertentu pun tidak dibolehkan apalagi adegan kekerasan fisik,” jelas komisioner bidang Isi Siaran ini.

KPI juga menemukan tayangan dialog dengan muatan  dewasa dalam program “Obsesi” GTV. Hal yang tidak pantas dalam dialog tersebut adalah pembicaraan soal hubungan di luar nikah. Mulyo menilai program siaran dilarang memuat pembenaran hubungan seks di luar nikah. 

“Lembaga penyiaran harus memperhatikan ketentuan soal pelarangan dan pembatasan program siaran bermuatan seksual. Siaran dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas sebagai hal yang lumrah,” jelas Mulyo.

Dalam program acara “Rumpi No Secret” Trans TV pada Juli 2019, KPI mendapati tayangan yang sangat pribadi dan adanya gerakan sensual. Permasalahan ruang privat seharusnya tidak masuk dalam ranah penyiaran yang lebih diperuntukan bagi kepentingan publik. Berdasarkan aturan SPS Pasal 8 huruf h, lembaga penyiaran yang memuat adegan seksual dilarang mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot. 

“Selain itu, kami menemukan obrolan antara penyiar dengan narasumber yang mengarah pada asusila di Gen FM. Obrolan ini tidak pantas disiarkan dan seharusnya lembaga penyiaran  memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran. Semua deskripsi tentang pelanggaran yang dilakukan 14 program tersebut sudah kami muat dalam website KPI,” tandas Mulyo. 

Selain penjatuhan sanksi, beberapa temuan, bahkan termasuk yang sedang banyak diperbincangkan, juga masih dalam proses kajian dan tahapan klarifikasi. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, bersama Komisioner KPID Bengkulu, saat mengisi kegiatan bimbingan teknis untuk tim monitoring isi siaran KPID Bengkulu di Kantor KPID Bengkulu, Senin (9/9/2019).

Bengkulu – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mendukung upaya sejumlah KPI Daerah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) tenaga pemantauan isi siaran. Peningkatan ini akan memberi dampak positif terhadap kejelian dan kemampuan pantauan tim pengawas terhadap isi siaran di lembaga penyiaran.

Pendapat tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, setelah memberi materi pengajaran dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Tim Monitoring Isi Siaran KPID Provinsi Bengkulu, Senin (9/9/2019) di Kantor KPID Bengkulu.

Nuning mengatakan, sangat mengapresiasi kegiatan bertajuk peningkatan kualitas ini dan berharap penyelenggaraannya berjalan secara berkelanjutan. “Peningkatan kualitas para pengawas isi siaran harus dilakukan secara berkala. Kemampuan yang terus diasah tentunya akan berpengaruh terhadap hasil kerja pantauan,” jelasnya.

Dia menegaskan, kegiatan Bimtek yang diselenggarakan KPID Bengkulu dapat menjadi contoh bagi KPID di daerah lain. “Ini salah satu bagian dari wujud komitmen KPID untuk terus meningkatkan kualitas pengawasan kepada lembaga penyiaran lokal,” tambah Nuning.

Saat menyampaikan materinya, Nuning menekankan pentingnya pemahaman bahwa frekuensi adalah milik publik dan harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Karenanya, perlu dilakukan pengawasan secara ketat terhadap konten siaran agar kepatuhan lembaga penyiaran terhadap P3SPS makin meningkat.

Selain pengawasan yang ketat, Nuning juga menyampaikan bahwa di sisi konsumen atau penikmat program siaran harus terus diedukasi melalui literasi media. Literasi ini diharapkan membuat masyarakat penikmat media penyiaran dapat secara bijak mengkonsumsi program siaran. “Mereka akan mampu menyeleksi tayangan mana yang pantas, baik dan memiliki nilai yang baik untuk dikonsumsi,” jelasnya.

Usai menjadi pengisi materi dalam Bimtek di KPID, Nuning menyempatkan menjadi tamu dalam program KPI Mendengar dengan tema "Cerdas Bermedia Menuju Penyiaran Berkualitas" yang disiarkan TVRI Bengkulu.

Selain kegiatan di atas, Nuning didaulat untuk menjadi narasumber diskusi terpumpun atau FGD dengan lembaga penyiaran lokal di Bengkulu membahas tentang siaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Bengkulu akan menyelenggarakan Pilkada di delapan Kabupaten dan Kota serta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, saat menyampaikan presentasi dalam Bimtek Pelaksanaan Perizinan melalui OSS di Jakarta, Jumat (6/9/2019).

Jakarta - Adanya perubahan mekanisme pelayanan perijinan dalam penyelenggaraan penyiaran menyesuaikan arahan Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam peraturan tentang pelayanan perizinan berusaha yang terintegrasi secara elektronik. Mohamad Reza selaku Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) KPI Pusat melihat setidaknya ada tantangan yang dihadapi KPI dalam pelayanan perizinan secara elektronik, atau yang lebih dikenal dengan Online Single Submission (OSS).

“Dengan sistem yang saat ini, sangat wajar jika masih banyak lembaga penyiaran salah melakukan input data untuk mendapatkan izin penyiaran, makanya kami akan terus melakukan sosialisasi terkait perizinan melalui OSS. ”tuturnya dalam Bimbingan Teknis Pelaksanaan Perizinan Melalui OSS yang diselenggarakan KPI Pusat (6/9). 

Pada kesempatan itu, Reza juga memaparkan lokasi jarak pada setiap wilayah layanan terutama di daerah 3T tentunya masih menjadi masalah. 

“Sementara hasil post audit dari KPID akan menjadi pertimbangan utama pada saat dilakukannya Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS) masih dilakukan manual, belum ada fiturnya di OSS, kami akan berkomunikasi dengan Kominfo, agar kita dapat bersinergi untuk pelayanan lebih baik” ujarnya.  

KPI sendiri sudah memiliki aturan turunan tentang OSS melalui Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) Nomor: 1 tahun 2019 tentang Pemenuhan Komitmen Persyaratan Program Siaran Evaluasi Dengar Pendapat dalam OSS. Aturan tentang post audit bagi pemohon baru atau pun pemohon perpanjangan izin sudah dirinci di sana. Termasuk juga aturan untuk pemohon izin bagi lembaga penyiaran untuk keperluan khusus dengan format siaran pendidikan, kesehatan dan kebencanaan.

Tantangan lain yang juga harus diperhatikan menurutnya, soal luberan siaran dari lembaga penyiaran asing di wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga. Selain itu,  Minat Kepentingan dan Kenyamanan Publik (MKK). yang seharusnya menjadi acuan dibukanya peluang usaha penyiaran oleh pihak kementerian, harus dilakukan secara serius. “Dibukanya peluang usaha harus sesuai dengan kenyamanan dan kepentingan publik di wilayah tersebut, agar persaingan bisnis penyiaran dapat berjalan secara sehat,” tutur Reza.

Namun demikian, dengan banyak catatan yang harus disempurnakan, KPI tetap mendukung program pelayanan perizinan penyelenggaraan penyiaran dengan sistem OSS. Dirinya berharap, dengan sistem OSS ini kesempatan daerah untuk mendapatkan layanan penyiaran berkualitas, terbuka lebih lebar.

Dalam diskusi terpumpun (FGD) Pelaksanaan Proses Perizinan melalui OSS, selain dihadiri oleh jajaran regulator penyiaran, hadir pula perwakilan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang diwakili Kepala Seksi Dukung Teknis Sistem, Fitriana Aghita Pratama. Pada kesempatan itu, Fitriana menuturkan bahwa konsep perizinan dengan sistem OSS adalah menggunakan satu portal nasional, satu identitas perizinan berusaha (NIB), dan satu format izin berusaha (Izin Usaha dan Izin Operasional/ Komersial). Selain itu, ujar Fitriana, OSS itu sudah terintegrasi di dinas kependudukan dan pencatatan sipil. BKPM sendiri sudah mulai melakukan sosialisasi terhadap sistem baru OSS 1.1 yang lebih disempurnakan ketimbang OSS 1.0. “BKPM terus berupaya untuk terus memperbaiki sistem perizinan melalui OSS dengan sederhana/simple,” ujarnya.  Sehingga proses perizinan di negara ini dapat sama baiknya dengan yang ada di luar negeri. *

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.