Malang - Saat ini revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran masih digodok Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan mendapat perhatian khusus dari para pemangku kepentingan. Dalam RUU, salah satu pembahasan yang menarik perhatian publik soal kehadiran media baru. Namun begitu, bentuk perhatian terhadap media lain jangan sampai luput seperti untuk radio.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio mengatakan, meski pembahasan mengenai media baru menjadi poin yang menarik dalam revisi UU Penyiaran, namun yang tidak kalah penting dan jangan sampai dilupakan adalah lembaga penyiaran radio. 

"Radio biar bagaimanapun telah menjadi entitas yang harus diperhatikan di dalam UU Penyiaran karena peran radio yang sangat besar, baik di masa lalu maupun di masa kini," kata Agung Suprio dalam menghatar acara seminar Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) yang digelar di Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang, Selasa (14/3/2023).

Agung menuturkan, ke depan, radio akan bertransformasi dari media konvensional menjadi media yang lebih modern seperti podcast dan spotify. "Sekarang seperti RRI yang bersiaran tidak hanya terdengar suaranya tetapi juga kita bisa melihat wajahnya," ujarnya. 

Sementara Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Malang, Prof Nur Ali mengatakan, banyak hal yang perlu direkonstruksi dalam RUU. 

Menurutnya, ada hal penting dalam Pasal 3 UU Penyiaran yaitu memperkokoh dan memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa serta mencerdaskan kehidupan bangsa. "Hal-hal tersebut yang perlu diperhatikan oleh industri penyiaran agar penyiaran ke depan lebih baik," harapnya.

Kepala Dinas Kominfo Jawa Timur, Sherlita Ratna Dewi Agustin menambahkan, kebiasaan masyarakat Indonesia dalam mengakses internet mencapai 7 jam 42 menit dalam sehari. "Sementara itu, waktu yang dihabiskan untuk mendengarkan radio hanya 32 menit sehari. Sedangkan podcast 56 menit sehari. Untuk menggunakan media sosial selama 3 jam 18 menit," katanya.

Namun, lanjut Sherlita, radio memiliki keuntungan dibanding media penyiaran lainnya dalam mengakses. Menurutnya, mendengarkan radio bisa sambil mengerjakan hal lain. "Hal itulah yang menjadi kekuatan radio sehingga saat ini tetap eksis," tuturnya.

Komisioner KPI Pusat, Aswar Hasan, salah satu narasumber kegiatan FMPP mengatakan, saat berbicara soal radio yang terpenting adalah media ini harus menjadi cermin nasionalisme yang terintegrasi dalam berbangsa.

"Radio harus mampu meng-cover problematika bangsa di seluruh wilayah NKRI. Siarannya harus mampu merefleksikan keberagamaan dalam berbangsa dan bernegara dan menjunjung tinggi independensi dan netralitas," kata Aswar yang juga dosen Komunikasi Universitas Hasanuddin Makassar.

Mengenai digitalisasi penyiaran, lanjut Aswar, radio sempat diwacanakan ke digital melalui Permen No.21 tahun 2009 tentang Standar Penyiaran Digital untuk Radio. "Ke depan diharapkan digitalisasi penyiaran untuk radio dapat terjadi," tambahnya. 

Narasumber lain, yang juga  Ketua Penyiar Radio Seluruh Indonesia (Persiari) Jawa Timur, Nur Alim menyatakan, peluang radio untuk tetap eksis masih ada. Hanya saja, katanya, radio harus kreatif memanfaatkan teknologi (social media connected) serta didukung dengan SDM yang memadai dan keterampilan yang unggul.

"Tantangan radio ke depan adalah regulasi (UU Penyiaran) yang diharapkan dapat berpihak kepada radio, kemudian radio harus dapat beradaptasi terhadap perubahan teknologi," ujarnya.

Pernyataan senada juga disampaikan Praktisi Media, Ubaidillah. Menurutnya, harus ada keberpihakan terhadap radio melalui regulasi yakni di RUU Penyiaran. Selain itu, perlu keadilan berusaha ditambah dukungan kebijakan dari pemerintah melalui digitalisasi radio misalnya lewat subsidi atau kebijakan lain yang menguntungkan.

"Dan, ada peningkatan kualitas program siaran Radio, yang mengacu pada kualitas program siaran untuk pendengar dan pengiklan," kata Ubaidillah.

Praktisi media, Amin Shabana mengatakan, dinamika kompetisi dunia penyiaran khususnya radio akan semakin ketat. Persaingan tidak hanya datang dari kompetitor lama (radio konvensional) tetapi juga dari platform media baru seperti podcast, pandora, spotify, joox dan lainnya. 

"Maka dari itu radio harus terus berkembang dan adaptif terhadap perkembangan teknologi informasi yang ada," tutur Amin Shabana salah satu narasumber acara tersebut.

Menyinggung soal UU Penyiaran, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari mengungkapkan, hingga hari ini revisi UU Penyiaran sudah memasuki tahapan akhir dari pembuatan draft oleh pihaknya. 

"Mudah-mudahan pada akhir masa sidang besok (bulan Ramadan) draft RUU Penyiaran bisa selesai dan bisa kami sampaikan ke Badan Legislasi untuk kemudian setelah lebaran masuk masa sidang bisa diparipurnakan sebagai draft RUU Penyiaran dan bisa dikirim ke pemerintah untuk kemudian dibahas bersama pemerintah," paparnya.

Setelah pembahasan bersama pemerintah, lanjut Abdul Kharis, akan ditargetkan perampungan UU Penyiaran menjadi UU yang sah dan akan disahkan pada akhir tahun ini. "Mohon doanya akhir tahun ini (2023) revisi UU Penyiaran bisa selesai dan semua hal yang berkenaan dunia penyiaran bisa diatur dengan UU Penyiaran yang baru," tambah Abdul Kharis. Memet Options

 

 

Balige – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus mendorong penguatan literasi di masyarakat melalui kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) di Kota Balige, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, Senin (13/3/2023). Gerakan massif ini diharapkan dapat menjaga dan mengembangkan peran media untuk terus memberikan kemanfaatan bagi masyarakat melalui isi siarannya.

Membuka acara GLSP, Anggota KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, literasi bukan hanya soal tentang baca tulis, tapi ketika sudah diletakkan namanya literasi media, bagaimana seseorang itu menggunakan media dengan baik termasuk memilah dan memilih konten yang baik untuk dibuat dan di share ke publik.

“Bagaimana seseorang itu bisa dengan baik menggunakan media dengan baik. Baik menggunakannya secara teknis dan terutama baik memilih kontennya. Jadi yang akan dikeluarkan sebagai inspirasi yang baik,” katanya di depan seratusan siswa dan siswi SMA 1 Balige. 

Menurut Hardly, pihaknya menyadari bahwa banyak informasi yang beredar di media sosial tidak memiliki pengawasan. Hal ini berujung dengan munculnya dampak buruk bagi semua kalangan termasuk kalangan pelajar. 

“Karenanya, kita ingin mendorong siswa dan guru agar media televisi bisa digunakan menjadi media pembanding dari informasi yang diterima masyarakat di media sosial. Informasinya baik dan buruk yang mereka terima maka mereka bisa menemukan pembanding lewat media televisi,” ujar Hardly Stefano.

Dia berharap seluruh materi yang disampaikan nara sumber dapat diterima seluruh siswa sehingga para siswa ini nantinya akan menjadi agen literasi yang mampu memberikan pencerahan tidak hanya di lingkungan sekolah tapi juga di lingkungan keluarga 

“Ini bisa jadi bekal bagi siswa untuk kembali disampaikan ke keluarga. Agar mereka juga terpapar informasi yang baik. Ini bagian tugas dari siswa yang sudah mengikuti GLSP. Agen literasi yang membawa semangat literasi ke manapun berada,” paparnya. 

Pendapat yang sama turut disampaikan Ketua KPID Sumut, Anggia Ramadan. Menurutnya, kegiatan literasi untuk kalangan siswa di era sekarang sangat penting. Pasalnya, media memengaruhi cara pandang masyarakat dalam kehidupan terutama generasi muda. 

“Jika mereka salah terima  tontonan, ini akan memengaruhi mereka. Khawatir ada perilaku kejahatan yang terpengaruhi akibat media. Bisa memilih mana yang baik dan yang sehat. Dan, tugas dari KPI adalah memberikan tayangan yang baik yang bisa ditonton masyarakat,” ujar Anggia. 

Pada sesi materi dihadirkan tiga nara sumber antara lain Anggota KPI Pusat terpilih (2023-2026), Aliyah, Muhammad Hasrul Hasan Komisioner dan Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VIII Balige, Jhon Suhartono. ***/Foto: AR

 

 

Solo - Pembaruan regulasi (UU) dinilai akan memberi kepastian hukum bagi masyarakat maupun lembaga penyiaran. Kemajuan teknologi dan luasnya materi siaran saat ini memerlukan peraturan yang jelas dan tegas termasuk penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, saat ini pihaknya telah hampir rampung menuntaskan draf RUU Penyiaran. Draf peraturan ini menampung berbagai dinamika yang dikeluhkan termasuk tentang kelembagaan KPI. 

“Mudah-mudahan bulan puasa draf RUU sudah selesai. UU Penyiaran yang baru dalam drafnya akan mengatur isi siaran atau mengatur penyiaran dalam hal ini termasuk kelembagaan KPI,” katanya melaui sambungan daring di Kegiatan Bimbingan Teknis SDM Lembaga Penyiaran Radio tentang P3SPS di Solo, Jawa Tengah, Jumat (10/3/2023).  

Dihadapan ratusan penyiar yang tergabung dalam Persatuan Penyiar Radio Seluruh Indonesia (Persiari), Abdul menyampaikan alasan perubahan revisi UU Penyiaran karena kebutuhan masyarakat yang semakin dinamis.

Kebutuhan masyarakat akan hiburan, informasi dan berita, adalah dasar dari dibentuknya peraturan penyiaran. “Pada dasarnya suatu peraturan perundang-undangan dikeluarkan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan juga mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat,” kata Abdul Kharis.

Dalam sambutannya, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio mengatakan, kegiatan ini merupakan wujud lembaganya dalam memberikan edukasi kepada para pelaku penyiaran. Fungsi strategis media penyiaran harus diiringi dengan penguatan rambu-rambu penyiaran yang ada. 

Agung berharap ke depan para pelaku industri kreatif radio dapat menjadi gerbong dalam menciptakan iklim siaran yang sehat dan berkualitas. “Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) merupakan tuntunan buat penyiar di TV maupun radio ketika mereka bersiaran. Di dalamnya terdapat hal yang dibolehkan dan dilarang,” tutur Agung.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, meminta para penyiaran dalam mengantarkan imajenasi pendengarnya untuk tidak mengabaikan fungsi-fungsi dari media penyiaran. 

“Kalau radio hanya sarana memberikan hiburan abai pada fungsi hiburan, kontrol dan perekat sosial, saya yakin hingga hari ini radio masih eksis. Bobot dalam substansi isi konten siaran mengandung wahana  pendidikan hingga hiburan,” kata Mulyo

Di tengah tantangan dari hadirnya media baru, Mulyo menambahkan, radio harus menampilkan sesuatu yang sensasional namun tetap memiliki ukuran yang pantas. Memiliki unsur positif diyakini akan memperoleh tempat terbaik di setiap pendengarnya. “Membuat program siaran yang baik. Dalam regulasi penyiaran tidak melanggar rambu-rambunya,” pungkas Mulyo. Syahrullah

 

 

 

Balige – Bupati Kabupaten Toba, Poltak Sitorus, memberi apresiasi tinggi kegiatan literasi yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Balige, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Menurutnya, dengan literasi akan memupuk sikap bijak dalam diri siswa dalam memanfaatkan media di era sekarang.

“Anak-anak kita harus cerdas bermedia karena kalau tidak cerdas maka maka jika sampah informasi yang masuk maka yang akan keluar juga sampah. Siapa yang mau hatinya keluar tempat sampah. Jangan jadikan hatimu tempat sampah. Jadikan hatimu yang good news dengan berita yang memberikan motivasi, gairan dan hal baik lainnya,” kata Poltak dalam sambutannya di acara Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) KPI di SMA 1 Balige, Senin (13/3/2023).

Kegiatan literasi di kalangan siswa dinilainya tepat karena bisa mengubah cara pandang mereka dalam memanfaatkan media. Tidak hanya para siswa, cara pandang manusia yang cenderung mencari berita atau informasi yang negatif juga harus diubah.

“Ini harus diubah. Lewat pertemuan ini bagaimana media bisa membuat manusia itu Bahagia. Ayo anak-anak coba menjadikan media itu bisa membuat bahagia dan cerdas bermedia,” tuturnya. 

Kepala Sekolah SMA 1 Balige, Aldon Samosir, menyampaikan terimakasih kepada KPI Pusat yang telah menyelenggarakan kegiatan literasi di lingkungan sekolahnya. Menurutnya, kegiatan seperti ini belum pernah dilakukan di SMA tertua di Kota Balige.

“Terimakasih kepada KPI yang telah mengunjungi sekolah ini. Sekolah ini termasuk sekolah negeri teruta ke 100 di Indonesia. Berdirinya tahun  1950,” katanya.

Kepala Sekolah berharap kegiatan ini dapat membangun siswa yang berbudaya dan bermartabat. Semoga peserta makin terbuka dan makin luas pikirannya tentang dunia ini,” tandasnya. ***/Foto: AR

 

 

Jakarta -- Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran No.32 tahun 2002 harus segera tuntas. Selain itu, RUU Penyiaran baru harus berisikan aturan-aturan yang progresif dengan definisi penyiaran yang luas. Jadi ketika UU tersebut berlaku, aturanya mampu menjangkau dan memahami seluruh aspek penyiaran termasuk di dalamnya perkembangan media dan teknologi.  

Hal itu disampaikan Anggota KPI Pusat, Irsal Ambia, saat mengisi acara Diskusi Forum Legislasi yang diselenggarakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen dan Biro Pemberitaan DPR dengan tema “RUU Penyiaran untuk Kedaulatan Bangsa dan Negara” yang berlangsung di Media Center DPR/MPR/DPD RI di Gedung Nusantara 3 Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/3/2023) kemarin.  

“Kita mendorong UU Penyiaran baru segera dibahas dan bisa dihasilkan. UU baru ini tidak hanya bicara konvensional tapi juga punya pandangan digital pada platform new media. Ini tugas kita bersama dan teman-temen wartawan perlu mengutarakan ini,” tambah Irsal di depan peserta diskusi. 

Tak hanya itu, Irsal berharap UU Penyiaran baru mampu mewujudkan keadilan berusaha untuk semua platfrom media. Dengan demikian, kompetisi antar kedua platform media itu akan berjalan baik dan sehat. 

“Kewenangan KPI sekarang hanya yang konvesional dan yang baru belum tersentuh. Ini akan menjadi semacam regulasi yang adil. Mereka nanti akan berbadan hukum Indonesia dan ketika sudah maka mereka akan tunduk pada hukum Indonesia. Salah satunya mereka akan bayar pajak dan salah satu kepentingan pengaturan media baru adalah kedaulatan bangsa,” jelas Irsal. 

Selain soal media baru, Irsal meminta RUU Penyiaran dapat mendorong demokratisasi penyiaran di Indonesia menjadi lebih baik. Hal ini salah satunya menyangkut persoalan kepemilikan media karena menyangkut aspek ekonomi dan politik. 

“Fenomena seperti ini tidak hanya di Indonesia tapi juga terjadi di seluruh dunia. Ada hubungan antara politik dan ekonomi. Kemudian sedikit orang menguasai media. Mereka itu punya banyak radio dan TV. Yang penting dilakukan kita adalah belajar dari negara lain dengan membangun fire wall yang menjaga kepentingan politik sehingga tidak akan sangat mudah menggunakan ruang publik tersebut,” ujar Irsal.

Dia juga menyampaikan perlunya penguatan kelembagaan KPI sebagai regulator penyiaran. Selama ini, fungsi KPI belum optimal karena kewenangannya hanya terbatas pada konten siaran. “Semestinya kewenangan pengaturan secara holistik. Artinya, hal-hal yang di luar konten, seperti registrasi perizinan, dan sebagainya secara menyeluruh ada di sebuah badan. Intinya penguatan KPI baik strukturnya, KPI Daerah dan lain sebagainya," tutur Irsal.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, pihaknya sedang membahas draf RUU penyiaran dan berencana akan menyelesaikannya pada periode ini. Jika draf sudah selesai, Komisi I DPR akan menyampaikan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR.

"Proses di Komisi I hampir selesai untuk draf RUU-nya. Mudah mudahan dalam masa sidang besok ini draf RUU penyiaran sudah akan selesai," kata Abdul Kharis dalam Forum tersebut.

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah meminta pembahasan revisi UU Penyiaran melibatkan partisipasi publik dan memperhatikan masukan publik tersebut. Hal itu agar pembentukan UU tidak cacat formil atau sesuai dengan aturan pembentukan perundang-undangan. "Bagaimana kemudian publik dirangkul sebanyak mungkin, jangan dikebut," papar Trubus. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.