Jakarta -- Meskipun zaman dan teknologi berubah, radio tetap bertahan dan masih menjadi daya tarik bagi penggemarnya. Bahkan ketika kotak ajaib atau televisi hadir, nasib radio digadang-gadang banyak orang akan mati lantaran kalah saing. Lantas, bagaimana nasib radio di tengah era disrupsi sekarang?

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, menilai eksistensi radio tidak terusik walaupun dinamika media terus berubah. Sebagai media penyiaran tertua, siaran radio masih banyak ditunggu masyarakat. Namun begitu, model kontennya harus menyesuaikan dengan perubahan yang ada.

“Radio tidak bisa hanya mengandalkan model lama dalam bersiaran tapi harus mengadopsi model yang baru. Meskipun demikian, radio harus tetap menyampaikan informasi yang kredibel kepada pendengarnya,” kata Hardly pada diskusi daring yang diselenggarakan Radio Republik Indonesia (RRI) Ende dalam rangka World Radio Day 2022, Minggu (13/2/2022).

Keyakinan lain Hardly jika radio tetap bertahan pada situasi sekarang karena karakteristik unik radio yang menyerupai media baru yakni unsur interaktifitasnya. Pendengar dan penyiaran bisa saling terkoneksi dalam siaran. 

“Karakter interaktifitasnya ada. Radio itu selalu menyapa pendengarnya. Audiens bisa menelepon untuk berinteraksi dan ini ada di media baru. Hal ini menjadi modal untuk radio tetap eksis dan berkontribusi di era sekarang. Radio itu gak ada matinya. Radio di semua jaman tetap ada, bahkan dengan hadirny internet,” ucap Hardly.

Menurut Hardly, radio harus tetap mempertahankan pola siarannya yang berbasis lokalitas. Tetapi dimungkinkan untuk radio bersiaran secara global hingga melampaui wilayah siaran. “Ini menjadi peluang bagi lokal wisdom untuk diangkat melalui radio dan disebarkanluaskan  kepada khalayak, baik pendengar radio maupun khalayak lebih luas, dengan teknologi yang terus berkembang.” 

Namun begitu, pengembangan tersebut harus diimbangi dengan pembenahan secara berkelanjutan. Pembenahan ini, ujar Hardly, terkait peningkatan kapasitas sumber daya manusianya agar mampu  menghasilkan materi siaran yang kompatible sehingga dapat diamplifikasi (diperkuat) melalui multiplatform internet.

Dalam kesempatan itu, Hardly menegaskan pihaknya (KPI) berkomitmen untuk terus mendorong lahirnya regulasi yang adaptif sehingga mampu mendukung dinamika siaran radio di era digitalisasi internet.

Sekjen Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonsia (PRSSNI), M. Rafiq mengatakan, persaingan yang terjadi sekarang tidak hanya antar radio tetapi juga datang dari tempat yang jauh seperti Netflix dan lainnya. Dia menilai persaingan ini tidak adil. 

“Radio harus tunduk pada sejumlah regulasi seperti UU Penyiaran, UU Pers dan UU Telekomunikasi. Sedangkan, pemain sebelah tidak ada regulasinya. Bisa nggak mereka ditegur. Infrastruktur hukumnya tidak bisa melakukan dan ini juga terjadi dengan TV. Kami tidak menyalahkan siapa-siapa karena hukumnya belum sampai,” keluh Rafiq.

Sementara itu, Konsultan NHK Internasional, Frans Demon, mengatakan selama manusia memiliki telinga keberadaan radio akan ada selamanya. Tapi untuk itu, konten audionya harus terus dikembangkan. 

“Radio dalam masa digital ini justru diuntungkan karena dengan media sosial radio jadi amplifikasi ke mana saja. Di Amerika Serikat, Jepang, Inggris, audiens radio makin tinggi karena mereka dengar radio lewat online atau HP dan perangkat baru lainnya,” tutur Frans yang katanya sejak kecil telah mencintai radio.

Bahkan, kata Frans, radio tidak akan masuk sunset industri. Menurutnya, situasi sekarang ini memang sulit oleh karena jumlah iklan yang turun. 

Frans juga menyampaikan pentingnya belajar dari NHK yang siarannya tetap menarik di telinga pendengar. Ada beberapa hal yang selalu dikedepankan radio milik pemerintah Jepang ini yakni siaran tidak imparsial, mengutamakan kepentingan publik, penguatan budaya, dan perhatian besar terhadap anak dan perempuan dalam siaran. 

“Ini yang bisa kita contoh termasuk RRI. RRI bisa mengambil keuntungan dari sisi lembaga penyiaran publik. Tapi harus konsisten memperhatikan publik jadi siarannya akan didengar,” tandas Frans. ***/Editor: MR

 

 

Jakarta - Dunia digital bisa mengubah karakter seseorang. Bagi individu yang kurang cakap memanfaatkan, teknologi ini cenderung akan membuatnya lupa identitas dirinya di kehidupan nyata. Oleh karena itu, masyarakat harus bersikap bijak menggunakan platform ini secara positif, kreatif dan cerdas.

Anggota Komisi I DPR RI, Krisantus Kurniawan mengatakan, keberlimpahan informasi yang mudah didapat masyarakat harus diimbangi dengan edukasi yang optimal. Contohnya ketika menggunakan media sosial harus memperhatikan akibat setelahnya ketika berselancar di dunia maya.  

“Masyarakat harus menjadi filterisasi utama dalam menangkal budaya asing. Hindari berita bohong, jangan menyebar budaya kebencian, bijak menggunakan media sosial. Internet harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan hidup kita dan kemajuan bangsa dan negara yang kita dicintai,” tutur Krisantus saat menjadi pemateri dalam diskusi berbasis daring yang diseleggarakan oleh Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan tema “Pemanfaatan TIK Sebagai Sarana Mengembangkan Literasi Digital dan Kecakapan Digital” di Jakarta, (11/2/2022).

Sementara itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengingatkan, sejatinya manusia tak hanya membutuhkan kemudahan. Perlu dingat bahwa setiap manusia membutuhkan nilai abadi yang menjaga pribadi setiap penggunanya agar tetap bernilai dengan pola media baru. 

“Hal ini sejalan dengan kolaborasi KPI dan DPR yang melaksanakan literasi di sejumlah kota di Indonesia. Efek negatif dunia digital perlu diintervensi secara positif dari berbagai pihak, baik pemerintah, instansi pendidikan, dan berbagai stakeholder,” tegas pria yang akrab di sapa Uda Andre ini.

Yuliandre mengungkapkan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan ComScore VMX 2021, kanal Youtube mengalami peningkatan penonton sebanyak 30 persen pada tahun 2021. Dari survei tersebut, ditemukan bahwa lebih dari 100 juta penontonnya berusia di atas 18 tahun yang berasal dari Indonesia. 

“Dapat disimpulkan bahwa peningkatan ini semakin meyakinkan kebutuhan akan layanan internet semakin tinggi,” kata Andre.

Sebagai pakar Komunikasi, Yuliandre memandang internet bukan hanya sekedar mengkoneksikan setiap individu tapi juga memantau setiap pergerakan pengaksesnya. “Bagaimana sosial media menguasai data penggunanya, membuat kecanduan, merusak kesehatan mental anak-anak, sampai membuat masyarakat terjerumus pada jurang polarisasi,” pungkasnya. Maman/Editor: RG dan MR

 

Jakarta -- Rencana perpindahan dari siaran TV analog ke TV digital atau ASO (Analog Switch Off) di akhir tahun ini, menjadi pokok bahas dalam pertemuan KPI Pusat dengan DPRD Provinsi Jawa Tengah, Senin (7/2/2022). Muncul kekhawatiran terkait minimnya persiapan masyarakat menghadapi migrasi siaran tersebut. DPRD menyampaikan banyak masyarakat daerah yang belum tahu kapan waktu siaran tersebut akan beralih.

Tidak hanya soal waktu, persoalan ketersediaan STB (set top box) dan mekanisme pendistribusian ikut dikeluhkan. Belum ada kecocokan data  antara data pusat dan di daerah menyangkut penerima STB untuk masyarakat menengah ke bawah atau miskin. 

“Kita masih mengalami masalah dengan pendataan masyarakat miskin. Belum ada kecocokan data antara data di pusat, daerah dan provinsi. Data yang dipakai kementerian sosial, berbeda dengan yang ada di daerah. Bisa jadi dalam satu rumah itu ada beberapa anggota keluarga. Artinya, bisa lebih dari satu KK,” kata Mohamad Soleh. 

Menurutnya, diperlukan sosialisasi terarah dan berkelanjutan yang dilakukan Kominfo di daerah menyangkut distiribsi STB. “Mumpung masih ada waktu untuk antisipasi. Kalau alatnya banyak tidak masalah. Tapi kalau alatnya sedikit ini akan jadi masalah. Hal ini menjadi bahasan kami antara Kabupaten dan Kota. ASO ini tujuannya bagus tapi jangan sampai masyarakat tidak bisa lihat TV. Jangan sampai tiba-tiba dimatikan mereka tidak tahu,” tutur Soleh.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, mengatakan posisi KPI menyambut ASO ikut menyokong sosialisasinya. Namun begitu, KPI tetap menyampaikan berbagai masukan termasuk mengenai mekanisme  penyaluran STB termasuk membentuk gugus tugas wilayah. Sayangnya, upaya ini tidak berjalan dengan mulus karena salah pemahaman. 

“Saya sering sampaikan kepada pusat untuk berkoordinasi dengan kominfo daerah. Selain itu, penting dibentuk posko ASO di setiap kabupaten, sebagai tempat masyarakat untuk mengadu soal migrasi ini. Hal ini sangat penting untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak kita inginkan,” kata Echa, panggilan akrabnya.

Selain itu, penanganan distribusi STB harus dilakukan secara tepat, detail dan terstruktur. Pasalnya, tidak semua daerah itu karakter dan kondisinya sama secara ekonomi. Hal ini tidak boleh disamakan, kata Reza.

Reza menuturkan, pihaknya telah mengupayakan sosialisasi ASO ini secara maksimal. Salah satunya mendorong media penyiaran untuk ikut terlibat. “Kami mengapresiasi TV-TV yang membantu sosialisasi ini. Beberapa upaya yang dinilai efektif mengajak masyarakat pindah ke siaran digital adalah dengan memasukan konten-konten populer atau killer konten setiap TV dalam siaran digitalnya,” pintanya. ***/Editor: MR/Foto: AR

 

 

 

Jakarta --  Perpindahan dari siaran TV analog ke siaran TV digital semakin dekat. Tahap pertama peralihan akan dimulai pada 30 April di sejumlah daerah dan berlanjut bertahap sampai dengan batas yang telah ditetapkan, 2 November 2022.

Kehadiran siaran digital yang telah lama digadang-gadang ini tak hanya menghadirkan kebaikan secara teknis tapi juga keuntungan finansial secara digital. Penggunaan frekuensi pun menjadi lebih efisien sehingga bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan yang lain. Selain itu, akan muncul pemain-pemain baru dalam industri penyiaran terutama di tingkat lokal.

“Jika selama ini pelaku industri penyiaran hanya tumbuh di kota-kota besar, penghentian siaran analog berpotensi menumbuhkan ekosistem penyiaran baru di tingkat lokal atau daerah,” kata Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, ketika mengisi acara diskusi publik bertajuk “Keluarga Keren Mendukung Migrasi TV Digital”, Rabu ((/2/2022) lalu.

Menurut dia, tumbuhnya industri penyiaran  daerah tak hanya berkutat pada wadah atau rumah produksinya, akan tetapi mencakup pembuat konten hingga sumber daya manusia penopang industri penyiaran tersebut. Artinya, penghentian siaran analog ini justru akan dapat memberdayakan masyarakat di daerah.

Selain soal manfaat, hal lain yang disampaikan Nuning mengenai tantangan utama keberagaman konten tersebut. Peran pengawasan isi siaran menjadi makin berat dan penting. “Keberagaman isi siaran ini akan membutuhkan pengawasan yang lebih massif daripada sebelumnya,” tutur dia.

Hal senada turut disampaikan Subkoordinator LPS dan LPA Televisi Kementerian Kominfo, Mesania Mimaisa Sebayang. Peralihan siaran televisi analog ke siaran digital membawa sejumlah manfaat. “Salah satu manfaat yang dihadirkan dari teknologi siaran digital adalah diversifikasi konten siaran," katanya dalam diskusi tersebut.

Mimaisa menambahkan, penghentian siaran televisi analog akan mendorong produksi konten-konten edukatif, kreatif, dan variatif dari industri penyiaran dalam negeri.

Sementara itu, Direktur Viva Media Group, Neil R Tobing menambahkan, kunci sukses migrasi ke siaran TV digital adalah pada sosialisasi kepada masyarakat."Kemudian hal lainnya harus dilakukan berbagai upaya untuk menjamin kualitas konten siaran," ujarnya.

Dia mengatakan, potensi keragaman konten yang ditimbulkan dari program Migrasi TV Digital harus diimbangi dengan sistem dan kebijakan pengawasan yang terstruktur. ***

 

 

Jakarta -- Komisi A DPRD Provinsi Jawa Tengah melakukan kunjungan kerja ke KPI Pusat, Senin (7/2/2022). Ikhwal kunjungan ini dalam rangka rencana membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyiaran di Jateng. Kunjungan tersebut diterima langsung Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, dan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza.

Di awal pertemuan, Ketua Komisi A DPRD Jateng, Mohamad Saleh, menyampaikan jika pembentukan Perda tentang Penyiaran menunggu kepastian ditetapkannya regulasi penyiaran yang baru oleh DPR RI. 

“Karena niat kami membuat Perda Penyiaran maka kami datang ke KPI Pusat dan juga ke Kementerian Dalam Negeri. Karenanya, kami ingin mendapat info terbaru mengenai revisi undang-undang penyiaran supaya regulasi yang kami buat tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut,” kata Soleh.

Menurut Soleh, nantinya rancangan Perda akan menyerap semua kebutuhan stakeholder penyiaran di daerah termasuk penguatan anggaran KPID Jateng.  “Biar ada cantolan anggarannya. Jika hanya mengandalkan hibah, ini akan membahayakan nasib KPID ke depan dari segi anggaran. Kami akan masukan klausul ini dalam rancangan perda tersebut,” tambahnya.

DPRD Jateng juga berniat memasukan poin pengaturan tentang siaran di media baru dalam perdanya. Fenomena radio yang bersiaran lewat streaming seperti Youtube dan Facebook bukan hal yang baru lagi. Sayangnya, dinamika siaran ini tidak tertampung dalam UU Penyiaran yang sekarang. 

“Raperda akan memasukan poin-poin ini jika undang-undang penyiaran baru memasukannya. Ini dampaknya luar biasa bagi masyarakat kita di daerah,” ujar Soleh.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengungkapkan bahwa Komisi I DPR RI menginformasi akan kembali membahas revisi UU Penyiaran yang tertunda di tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, ada kabar jika DPR akan menyelesaikannya di tahun ini. 

Mulyo menambahkan, hadirnya UU baru diharapkan menampung pengaturan tentang media baru yang nantinya memberi kepastian hukum dan keadilan berusaha bagi media apapun. “Keadilan berusaha dan pendapatan pemerintah yang akan diprioritaskan karena selama ini media baru tersebut tidak memberi kontribusi buat negara. Ini harus diatur dan penyiaran yang eksisting harus dilindungi,” tandasnya. ***/Editor: MR/Foto: AR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.