Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Hardly Stefano Pariela, dalam Dialog Interaktif yang diselenggarakan Komisi Informasi Pusat  tentang Hak Atas Informasi Penyelenggara Pemilu, (11/4).

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) saat ini menerima setidaknya tiga amanah regulasi untuk dijalankan. Yakni Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, serta Undang-Undang Pemilu tahun 2017. Dalam konteks pelaksanaan pemilihan umum, KPI secara tegas disebut dalam undang-undang pemilu ini menjadi lembaga yang melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye peserta pemilu, di lembaga penyiaran. Untuk itulah, KPI juga senantiasa berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait, dalam melakukan pengawasan penyiaran pemilu, agar hak publik untuk mendapatkan informasi yang tepat terkait Pemilu, dapat terpenuhi. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Hardly Stefano Pariela, dalam Dialog Interaktif yang diselenggarakan Komisi Informasi Pusat  tentang Hak Atas Informasi Penyelenggara Pemilu, (11/4).

Dalam dialog yang melibatkan Dewan Pers dan Komisi Pemilihan Umum ini, Hardly menjelaskan tentang posisi KPI yang menjaga saluran informasi Pemilu senantiasa sesuai dengan kepentingan publik. “Hal ini tentu membedakan posisi KPI dengan Komisi Informasi yang punya kepentingan agar akses publik terhadap informasi pemilu dari badan publik, terpenuhi”, ujarnya.

Hardly juga menjelaskan bahwa sepanjang pengawasan yang dilakukan KPI terhadap lembaga penyiaran dalam momen pemilihan umum ini, informasi hoax dan juga hatespeech tidak muncul di televisi dan radio. Dia memahami ada keberatan dari beberapa pihak terhadap program-program talkshow yang kerap kali menyiarkan debat dengan intonasi tinggi. Namun demikian hal tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai hate speech. “Tolong bedakan antara hate speech dan intonasi suara yang meninggi”, ujarnya.

KPI memahami betul, lembaga penyiaran masih dipercaya publik sebagai pembawa informasi yang lebih akurat dibandingkan media sosial. Karenanya Hardly juga sadar kekhawatiran sebagian kalangan atas aturan yang melarang disiarkannya hasil hitung cepat pemilu sebelum dua jam setelah waktu pemilihan berakhir di wilayah Indonesia bagian Barat.

“Ada potensi muncul berita hoax lewat saluran media sosial dalam jeda waktu sebelum diperbolehkannya lembaga penyiaran menyiarkan hasil hitung cepat”, ujar Hardly.  Aturan ini sendiri tengah diajukan ke mahkamah konstitusi untuk dianulir sebagaimana aturan serupa yang dibuat pada regulasi pemilu sebelumnya. Meski begitu, ujar Hardly, KPI tetap menggunakan hukum positif yang berlaku. Selagi mahkamah konstitusi belum membatalkan aturan tersebut, maka televisi dan radio wajib menaati.

Hardly juga memaparkan tahapan pengawasan penyiaran pemilu yang dilakukan oleh KPI, yakni pada masa kampanye, kampanye 21 hari, masa tentang dan saat pencoblosan. Pada masa tenang, meskipun sudah tidak diperbolehkan menayangkan iklan kampanye, lembaga penyiaran tetap dapat menyiarkan berita tentang  pemilu. “Tentunya dengan pembatasan bahwa di masa tenang tidak disiarkan lagi pemberitaan yang terkait atau mengandung muatan kampanye. Sebisa mungkin materi pemberitaan pada masa tenang diarahkan untuk memberikan informasi tentang kesiapan penyelenggaraan pemilihan, sehingga dapat mendorong peningkatan partisipasi pemilih”, pungkasnya.

 

Koordinator Riset KPI Pusat, Andi Andriyanto.

 

Jakarta – Kick Off kegiatan Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2019 tahap pertama oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) resmi dimulai, Jumat (12/4/2019). Kegiatan riset yang sebelumnya bernama Survei Indeks Kualitas diawali dengan Workshop di 12 Kota tempat pelaksanaan riset yang bekerjasama dengan 12 Perguruan Tinggi (PT) setempat.

Adapun 12 Kota tersebut antara lain; Medan, Padang, Bandung, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Denpasar, dan Ambon. 

Koordinator bidang Riset KPI Pusat, Andi Andrianto mengatakan, tujuan riset ini untuk menyusun indeks kualitas program siaran televisi berdasarkan kategori program secara periodik. Selain itu, riset ini untuk mengevaluasi kualitas program acara televisi berdasarkan kategori program secara periodik.

Ke 8  kategori program acara televisi yaitu; Program Berita, Program Talkshow, Program Infotainment, Program Sinetron, Program Variety Show, Program Anak, Program Religi dan Program Wisata dan Budaya. 

Menurut Andi, riset ini juga dimaksudkan untuk mewadahi partisipasi publik dalam menilai program acara televisi. Karenanya, kegiatan ini diharapkan akan melibatkan sebanyak mungkin pemangku kepentingan yang punya kepedulian dengan tayangan televisi, antara lain perguruan tinggi, LSM, kelompok masyarakat sipil, dan sebagainya.

“Riset ini juga dimaksudkan untuk menilai kualitas dari suatu program acara, yaitu sejauh mana program siaran menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol, perekat sosial dan pemersatu bangsa,” kata Andi.

Andi berharap, hasil dari penelitian ini bisa diakses dan dimanfaatkan sebanyak mungkin oleh pemangku kepentingan yang punya kepedulian dengan tayangan televisi---perguruan tinggi, LSM, kelompok masyarakat sipil dan lainnya.

“Hasil penelitian  diharapkan dapat menjadi fungsi pemberdayaan agar program acara televisi bisa lebih baik. Kegiatan ini dilakukan untuk menilai kualitas program televisi yang harapannya hasil penilaian kualitas itu bisa menjadi acuan stasiun televisi,” tambah Andi 

Selain Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi, KPI juga melakukan penelitian khalayak. Hasil penelitian ini nantinya akan menjadi data penting bagi KPI dalam membuat kebijakan. Penelitian yang dilaksanakan di 12 kota di Indonesia akan melibat responden di masing-masing kota berjumlah 100 orang penonton televisi yang dipilih secara acak (random). Sehingga total responden penonton televisi pada penelitian ini adalah 1.200 orang. ***

 

Puluhan mahasiswa Universita Islam Negeri  (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta saat berkunjungan kemKPI Pusat, Kamis (11/4/2019). Foto by Yola

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menerima kunjungan puluhan mahasiswa Universita Islam Negeri  (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (11/4/2019). Kedatangan para mahasiswa yang mengambil jurusan penyiaran ini untuk mengetahui secara langsung apa saja tugas dan fungsi lembaga yang dibentuk Undang-undang Penyiaran No. 32 tahun 2002 tentang  penyiaran. 

“Kami ingin mengetahui lebih banyak apa saja problematika penyiaran di Indonesia. Dari sini nanti kita akan mengabarkan ke masyarakat yang belum tahu bagaimana KPI bekerja,” kata perwakilan UIN diawal pertemuan. 

Mewakili KPI Pusat, Koordinator Tenaga Ahli Pemantauan Isi Siaran KPI Pusat, Guntur Karyapati, mengatakan KPI dalam menjalankan tugas dan fungsinya berlandaskan UU Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran serta Standar Program Siaran (P3SPS). 

“Karenanya, kerja KPI sangat bergantung dengan regulasi jadi ketika ada pertanyaan perihal siapa yang melakukan sensor atau blur terhadap sebuah tayangan, dapat dipastikan itu bukan kewenangan kami. KPI hanya mengatur setelah tayang,” paparnya. 

Dalam kesempatan itu, Asisten Ahli Kelembagaan KPI Pusat, Achmad  Zamzami  dan  Asisten Ahli Bidang PS2P KPI Pusat, Ahmad Riyadi, ikut menjelaskan kelembagaan KPI secara umum dan juga perizinan penyiaran serta perkembangan digitalitalisasi di Indonesia.   

Pada saat tanyajawab, para mahasiswa mempertanyakan mengapa siaran kartun tidak di tayangkan kembali, iklan blackpink yang dipotong dan kritisi terhadap dampak sinetron yang tidak mendidik di televisi. 

Di akhir pertemuan, KPI berharap kepada mahasiwa selaku generasi millenial untuk kembali menikmati acara TV dan Radio. Hal ini mereka tidak mudah termakan berita hoax yang beredar di media sosial. “Karena informasi hoax di TV maupun Radio lebih minim dari pada di media sosial,” kata Memet, panggilan akrab Ahmad Riyadi.

Zamzami menambahkan, kampus harus melahirkan mahasiswa-mahasiswa berkualitas yang nanti akan mengemban tugas tanah air dan juga konten dengan ide-ide baru dan berkuailtas.

Sementara itu, para mahasiswa berjanji akan membantu KPI untuk meliterasi masyarakat terkait penyiaran. “Kami akan bantu KPI,” kata mereka. Lenggo/*** 

 

Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, menyerahkan piagam peserta terbaik Sekolah P3SPS Angkatan XXXVIII di Palembang kepada Lidya Wulansari, Kamis kemarin.

Palembang -  Sekolah P3SPS Angkatan XXXVIII kerjasama KPI dengan Kementerian PP-PA RI, di Palembang, berakhir kemarin, Kamis (11/4/2019). Terpilih sebagai Peserta Terbaik Sekolah P3SPS KPI di Palembang, Lidya Wulansari, dari RRI Palembang.

Menutup kegiatan Sekolah P3SPS di Palembang, Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, berharap pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dalam Sekolah P3SPS dapat menjadi bekal dalam mengembangkan kualitas siaran di tanah air. 

“Kami sangat mengapresiasi antusiasnya peserta dalam sekolah ini dan rasa peduli mereka yang tinggi terhadap isu gender dan perlindungan anak,” ujar Mayong.

Sebelumnya, Mayong mengatakan, bimbingan teknis ini merupakan implementasi dari kerjasama KPI dan Kementerian PPPA untuk mewujudkan penyiaran yang bebas dari segala muatan kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, pelabelan dan merendahkan martabat perempuan dan anak, serta memiliki perspektif dan pro anak-anak.

“Bimtek ini untuk memberikan pendalaman tentang materi siaran sensitif gender dan ramah anak. Diharapkan ini akan meningkatkan pemahaman para praktisi penyiaran, kalangan mahasiswa, dan masyarakat tentang perlindungan perempuan dan anak  serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran KPI. Mana yang boleh dan yang tidak boleh disiarkan berdasarkan regulasi penyiaran mereka harus tahu,” jelas Mayong.

Selain memperoleh materi dari sejumlah narasumber, para peserta harus melalui ujian tertulis yang menjadi salah satu syarat kelulusan dari bimbingan teknis tersebut. Usai ujian, Ke 35 peserta dinyatakan panitia lulus semua dan diberikan sertifikat kelulusan sebagai peserta Sekolah P3SPS dari KPI. ***

 

Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian PPPA, Indra Gunawan, saat memberi kuliah umum di Sekolah P3SPS KPI Angkatan XXXVIII di Palembang, Rabu (10/4/2019).

Palembang – Media penyiaran memiliki pengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak. Selain itu, media penyiaran memiliki peran sebagai pelindung anak dan menyiarkan hal-hal baik untuk mereka. Hal itu disampaikan Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian PPPA, Indra Gunawan, saat memberi kuliah umum di Sekolah P3SPS KPI Angkatan XXXVIII di Palembang, Rabu (10/4/2019).

Menurut Indra, setiap kegiatan termasuk penyairan harusnya menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanuasiaan. “Mereka harus dapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi termasuk dalam siaran. Media juga harus bisa merubah nilai-nilai yang tidak selaras ke arah yang baik,” katanya.

Catatan yang disampaikan Indra menyangkut penyiaran anak yakni bagaimana mengubah tampilan layar kaca lebih ramah terhadap mereka. Potret kekerasan terhadap anak, baik kekerasan fisik maupun psikis, kekerasan seksual, dan ekploitasi anak sebaiknya dihilangkan. 

“Hal seperti itu dapat berdampak buruk  atau traumatik terhadap anak setelah mereka alami bahkan hingga dewasa dan ada kecenderungan anak akan meniru atau melakukan hal yang sama atas apa yang pernah mereka alami terhadap orang lain khususnya kekerasan dan seksualitas,” jelas Indra. 

Selain media, kata Indra, peran orangtua dan keluarga ikut menentukan masa depan anak-anak dan tumbuh kembangnya. Salah satunya dengan mengubah cara pola asuh. Menurutnya, banyak pola asuh yang gagal sehingga anak terjebak dalam pola kekerasan sehingga masuk ke dalam kasus hukum. 

“Pola asuh yang sudah ada masyarakat cenderung menjadi budaya, seperti jika orang tua tidak mendidik anak secara keras maka anak tidak akan berhasil. Pola asuh yang seperti ini harus diubah, salah satu caranya adalah komunikasi yang baik dari orang tua,” kata Indra Gunawan.

Pola kedisiplinan positif juga perlu diajarkan kepada anak-anak, yang selama ini mungkin hanya didapat di Sekolah. Oleh karenanya, komunikasi baik antar orang tua, guru dan anak perlu dibentuk sehingga kekerasan anak terhadap guru, guru terhadap anak, orang tua kepada anak tidak terjadi.  

Indra sempat menyinggung perlunya pendidikan khusus terhadap para orang tua atau calon orang tua terkait cara mendidik atau pola asuh terhadap anak. Menurut dia, sekarang ini banyak sekali orang tua yang kurang paham terkait hal itu. 

Dalam kesempatan itu, Indra menyorot banyaknya hal–hal viral terkait kekerasan terhadap anak cdi media sosial.  Banyaknya postingan terkait kekerasan dan seksualitas di medsos menyebabkan anak-anak dengan mudahnya mendapat akses tersebut. “Hal ini yang sering kali diikuti oleh anak karena metode pembelajaran anak yang sering mereka dapati adalah amati, tiru dan modifikasi  atau disingkat ATM,” jelasnya. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.