Semarang – Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan peringatan Hari Penyiaran Nasional ke-86 tingkat Jawa Tengah, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah mengadakan Anugerah Penyiaran Jawa Tengah tahun 2019. Kegiatan ini dapat diikuti oleh seluruh lembaga penyiaran yang ada di wilayah Jawa Tengah. Peringatan Hari Penyiaran Nasional ke-86 ini mengambil tema “Penguatan Kearifan Lokal melaui Penyiaran di Era Disrupsi Digital”.

Tim dewan juri melakukan penilaian terhadap materi program yang telah dikirimkan lembaga penyiaran, sesuai kategori anugerah, Jumat (14/06/2019) di kantor KPID Jawa Tengah. Dewan juri Anugerah Penyiaran Jawa Tengah tahun 2019 tersebut terdiri dari AmirMachmud NS (Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Jawa Tengah), KH Achmad Darodji (Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah), Fuad Hidayat (Wakil Ketua Komisi A DPRD Jawa Tengah), Bona Ventura (Pemerhati Kebijakan Publik), dan Budi Setyo Purnomo (Ketua KPID Jawa Tengah).

Adapun kategori penganugerahan kali ini adalah, Lembaga Penyiaran (LP) Terbaik Bidang Kelembagaan, Iklan Layanan Masyarakat (ILM) Terbaik, Program Anak-anak Terbaik, Program Bincang-bincang (Talkshow) Terbaik, Program Feature Terbaik, Program Siaran Lokal TV SSJ Terbaik, dan Penyiar/Presenter Terbaik.

Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi sarana insan penyiaran dan seluruh stakeholder penyiaran di Jawa Tengah  untuk dapat lebih terpacu membuat program yang sehat dan berkualitas, serta tidak melupakan kearifan lokal.

Pengumuman peraih anugerah akan dibacakan pada acara Malam Puncak Anugerah Penyiaran Jawa Tengah tahun 2019, Sabtu, 22 Juni 2019, di Central Garden Lor In Solo. Red dari KPID Jateng

 

Jakarta – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memberi apresiasi terhadap kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam pengawasan dan pemantauan siaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, sehingga jalannya kegiatan demokrasi lima tahunan tersebut berjalan aman. 

Hal itu disampaikan Anggota Komisi I DPR RI, Evita Nursanty, di sela-sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi I DPR RI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, KPI, Dewan Pers dan Komisi Informasi Pusat (KIP) dengan agenda utama pembahasan PAGU indikatif tahun anggaran 2020 di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Selasa (18/6/2019).

Evita mengatakan, KPI dapat melaksanakan program kegiatannya dengan baik meskipun anggaran yang dimiliki tidak besar. Menurut dia, anggaran yang dimiliki KPI masih sangat kecil dan konvensional, namun dengan anggaran kecil itu KPI tetap dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. 

“Saya sangat senang dengan jalannya pemilihan umum kemarin karena KPI cukup baik menjalankan fungsinya mengamankan Pemilu  tersebut. Kita berharap KPI dapat menjadi seperti KPK di masa mendatang,” puji Evita.

Namun demikian, Evita meminta KPI untuk meningkatkan pengawasannya terhadap siaran-siaran yang tidak sesuai etika dan nilai keberagaman bangsa ini. “Isu soal siaran bermuatan aliran radikal, ekstrim dan keras harus diperhatikan lagi ke depannya,” pintanya kepada perwakilan KPI yang hadir diantaranya Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, serta Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, Dewi Setyarini, Mayong Suryo Laksono, Nuning Rodiyah, Hardy Stefano serta Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang. 

Pernyataan senada dengan Evita turut disampaikan Anggota Komisi I DPR, Nico Siahaan. Menurut politikus dari Fraksi PDI Perjuangan ini,  KPI harus mengambil sikap tegas terhadap siaran yang bertolak dengan kebhinekaan negeri ini. “Kita berharap banyak dengan KPI mengenai siaran yang isinya bertolak dengan semangat pesatuan kita. Kita harus menyikapi hal itu,” katanya.

Terkait pengawasan Pemilu 2019 lalu, apresiasi juga disampaikan Anggota DPR Andreas Hugo Pariera. Menurutnya, KPI Pusat dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) sangat serius melakukan menjalankan fungsi dalam kegiatan tersebut. Koordinasi dengan pihak terkait seperti KPU dan Bawaslu  di daerah intensif dilakukan agar jalannya Pemilu berlangsung sesuai harapan. “Ketika kami ke daerah, kami lihat kerja mereka serius,” tambahnya.  

Sebelumnya, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menyampaikan PAGU indikatif KPI Pusat tahun anggaran 2020. Dia juga menyampaikan beberapa program prioritas KPI pada tahun depan antara lain pengawasan dan pemantauan siaran Pemilukada Serentak tahun 2020 di sejumlah daerah dan sejumlah program regular yang menjadi kegiatan rutin KPI Pusat. ***

 

Banyumas – Sensor tayangan di televisi tak harus mengandalkan lembaga sensor yang ada. Peran sensor itu dapat dimulai dari masyarakat dengan kemampuan memilihkan tayangan yang pantas untuk keluarga khususnya anak-anak. 

Hal itu disampaikan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah Asep Cuwantoro, di sela acara Nonton Bareng Layar Tancap dan Pertunjukan Rakyat di Desa Baseh, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas, Sabtu (15/6/2019) malam. Kali itu, Asep menyempatkan ‘manggung’ di tengah penampilan guyon maton dari Warung Ndeso, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai tayangan televisi di Indonesia.

Menurutnya, saat ini masih ada tayangan di televisi yang kurang pas disaksikan anak-anak. Asep menunjuk contoh, sinetron dengan adegan kekerasan, tayangan musik dengan goyangan yang aduhai, bahkan film anak-anak atau kartun pun ada yang meloloskan adegan pukul-pukulan.

Pria itu mengibaratkan, jika dulu para pendahulu menghadapi penjajahan dari bangsa lain, namun sekarang justru masyarakat Indonesia seolah dijajah media. Semua produk yang dipakai oleh masyarakat adalah hasil pengaruh dari media.

“Saat ini kita dijajah oleh media, bukan bedil lagi. Dari ujung rambut sampai ujung kaki dipengaruhi oleh media,” ungkapnya.

Pada kesempatan itu, Asep mengajak masyarakat Desa Baseh untuk lebih cerdas dan selektif dalam memilih tayanyan yang layak dikonsumsi, khususnya bagi anak-anak. Hindari tontonan yang saru dan mengandung unsur sadis.

“Ini harus kita sadari, Bapak dan Ibu yang ada di desa ini jangan sampai menjadi korban media. Jadilah masyarakat yang cerdas dalam mengonsumsi media,” jelasnya.

Besarnya pengaruh media disadari oleh Dumini (36), warga Desa Baseh. Ibu dari dua anak ini merasa diingatkan jika tayangan televisi bisa berbahaya, terutama untuk anak bungsunya Indi (7), termasuk pada film kartun yang sangat disukai putrinya. Sehingga Dumini berinisiatif mendampingi putrinya.

“Jadi tau kalau ternyata tayangan di televisi itu ada unsur bahayanya, walau di film kartun. Harus didampingi dan dikasih tahu mana yang baik dan tidak,” ungkap Dumini.

Sementara, Suimah (47) justru mengungkapkan kesulitannya menyuruh anaknya untuk belajar di malam hari ini. Sebab, masih ada film kartun yang tayang di malam hari. Dia berharap adanya pembatasan waktu tayang tontonan anak-anak.

“Anak saya sukanya Upin Ipin, bagus sih, agak mendidik, cuma tayangnya ada yang mulai maghrib sampai malam. Apalagi ada salah satu channel kartun (tayang) terus sampai malam,” ungkapnya.

Komisoner KPI Pusat Dewi Setyarini mengapresiasi kegiatan sosialisasi semacam itu. Tak hanya mengedukasi, tapi juga menjaga kearifan lokal. Tayangan di televisi dan radio pun diharapkan bisa mengangkat kearifan lokal menjadi global. Terlebih di era globalisasi saat ini, di mana suatu tayangan tidak hanya bisa dinikmati oleh daerah tertentu saja.

“Penyiaran kita harus menjadi tonggak budaya lokal menjadi budaya global. Seperti budaya Banyumas dengan ngapaknya bukan berarti menjadikan minder, tapi bisa menjadi totonan yang menarik. Terlebih tayangan lokal bisa didengar dan dilihat oleh siapa saja di seluruh dunia melalui streaming,” tandas Dewi. Red dari Diskominfo Jateng

 

Purwokerto - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah mengaku banyak menerima pengaduan dari masyarakat terkait dengan program siaran televisi.

"Aduan lebih sering langsung ke komisioner. Itu kebanyakan tayangan televisi, seperti ketidakberimbangan berita saat momen pemilu, tayangan pornografi, serta kata-kata kasar atau makian pada siaran variety show. Itu banyak sekali yang komplain," kata Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID Jawa Tengah, Dini Inayati.

Dia mengatakan itu usai mengisi acara Obrolan Warung Tarsun bersama KPID, Kesbangpol Provinsi Jateng dan praktisi penyiaran pada kegiatan literasi media dan gelar seni budaya dalam rangka memperingati Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) 2019 di GOR Satria Purwokerto, Minggu (16/6).

Menurut dia, ketika mendapatkan aduan dari masyarakat terkait keluhan program siaran televisi, KPID Jawa Tengah langsung menindaklanjuti secara cepat, kemudian membuat kajian dan mencari rekaman. 

Apalagi, 24 jam siaran televisi masuk server rekaman, sehingga KPI maupun KPID dapat langsung mencari jejak digitalnya, sepanjang pengadu memberikan informasi pengaduannya secara jelas, seperti nama televisi dan jam tayang siaran televisi.

"Bisa langsung kami cari. Nanti kami tayangkan kembali, kemudian kami kaji untuk mengetahui kemungkinan adanya pelanggaran dari program televisi tersebut," kata Dini. 

Apabila dari hasil kajian disepakati bahwa program siaran televisi yang diadukan benar-benar melanggar regulasi, maka akan dilakukan teguran secara tertulis untuk segera memperbaikinya. KPID juga akan mengawasi selama delapan hari.

"Kalau teguran ini tidak diperbaiki, kami panggil ke KPI untuk berkomitmen memperbaiki atau menghentikan program siaran televisi," katanya. 

Meskipun demikian, sampai saat ini KPID Jawa Tengah belum menerima pengaduan program siaran dari televisi lokal. Oleh karena itu, peran masyarakat penting untuk ikut mengawasi program siaran dari televisi lokal.

"Kalau lokal, kami agak kesulitan karena tayangannya tidak luas. Sampai sekarang ini jarang sekali masyarakat yang mengadukan televisi lokal. Kami berharap masyarakat bisa mengawasi televisi lokal," katanya. 

Dia menambahkan, acara off air dengan tema literasi media seperti ini, menjadikan momentum KPID mengajak masyarakat untuk mengawasi televisi dan menyalurkan hal-hal yang menurut mereka pelanggaran regulasi ke KPID. Red dari Suara Merdeka

 

Dari kiri: Atase Penerangan, Sosial dan Politik Kedubes RI di Washington DC Yudo Sasongko, Maruli Matondang, Chairman FVV Ajit V Pai, Yuliandre Darwis, Mayong Suryo Laksono, Sekretaris Kedua Kosuler Kedubes RI Denny.

Washington - Dunia terus berubah, dan kita dituntut untuk terus menuesuaikan diri dengan perubahan itu. Tidak di Indonesia, tidak juga di Amerika Serikat (AS). Pemahaman bersama itu tersirat dalam pertemuan antara Ketua KPI Yuliandre Darwis dengan Chairman Federal Communications Commission (FCC) Ajit V Pai di kantor FCC, Washington DC, Jumat (14/6/2019). Pertemuan itu merupakan lanjutan pertemuan keduanya di forum penyiaran dunia di Las Vegas, 2017. Ikut serta dalam delegasi RI adalah Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran Mayong Suryo Laksono dan Sekretaris KPI Maruli Matondang.

Pai menjelaskan, berbeda dengan KPI, bahwa pekerjaan lima orang Komisioner FCC termasuk juga mengatur tata niaga penyiaran.

“Masa kerja kami lima tahun, keseluruhan staf kami 250 orang, namun tidak mengawasi siaran televisi terus-menerus,” kata Pai.

“Selain karena sistem penyiaran kami sudah matang, para penyelenggara siaran sudah tahu akan batasan dan aturan yang tetap ada meski tidak untuk mengekang kebebasan dan kemerdekaan bersiaran, masyarakat kami sudah cukup sadar sehingga merekalah pemantau siaran kami, bahkan tak jarang ada yang kirim email atau menelepon saya secara langsung kalau ada masalah dengan siaran televisi.”

Namun sebagai lembaga yang bekerja atas dasar hukum dan peraturan, FCC sering juga menghadapi kendala karena perubahan peraturan atau peraturan yang terlambat mengantisipasi teknologi dan segala perubahan. “Ada kalanya situasi berubah cepat namun pembahasan di Parlemen lambat,” tambah Pai.

Mengenai media-media baru dan media sosial, menurut Pai, FCC mengalami kendala, bahkan belum memutuskan langkah yang pasti akan diatur seperti apa. “Sebab mereka berdalih di balik kebebasan dan hak untuk mendapat informasi, dan itu tidak boleh dihalang-halangi.”

Maka yang dilakukan adalah memgupayakan tata niaganya agar adil bagi siapa saja, baik masyarakat penonton maupun sektor bisnisnya. “Ini yang sedang kami upayakan.”

Pai tidak heran ketika mendapat penjelasan dari Yuliandre, bahwa situasi Indonesia kurang-lebih sama. “Selain mengantisipasi digitalisasi dan media-media baru, kami juga harus menjaga prinsip keragaman isi dan keragaman kepemilikan lembaga penyiaran,” Mayong menambahkan.

“O begitu ya? Kalau kami keragaman pemilikan itu dibatasi dan diatur oleh undang-undang. Tapi soal kecanggungan menghadapi media baru, kita berada di posisi yang sama, hahaha...,” jawab Pai.

Pertemuan berlangsung hampir 60 menit, dan diakhiri dengan pertukaran cendera mata, sambil saling mengingatkan. “Kalau suatu saat Anda buat acara dan mengharapkan keterlibatan dan kehadiran saya, dengan senang hati saya akan datang. Mungkin saya bisa sekalian pergi ke Bali,” kata pria 46 tahun ini dengan ramah. Laporan MSL dari Washington

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.