Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengundang stakeholder terkait guna menyerap aspirasi mereka terhadap penyiaran dalam pembahasan rencana strategis atau renstra penyiaran KPI Pusat 2020-2024, Kamis (4/7/2019). Perwakilan Lembaga Sensor Film (LSF), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asosiasi Televisi Swasta Nasional Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Berjaringan Nasional (ATVNI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi Digital Indonesia, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), hadir memenuhi undangan bertajuk diskusi kelompok terpumpun atau FGD.

Masukan yang disampaikan antara lain, KPI harus membuat rencana besar untuk mengantisipasi perkembangan teknologi selaras dengan pembentukan konsep moralitas masyarakat informasi Indonesia. KPI juga diminta melakukan langkah strategis untuk menyusun produk hukum sesuai kewenangannya yang berbasis paradigma baru penyiaran termasuk penegasan posisi KPI sebagai regulator.

Selain itu, renstra penyiaran KPI harus dapat memastikan penghormatan dan penegakan atas produk hukum, tidak hanya berbasis penyiaran tradisional tetapi harus mampu menjangkau paradigma baru penyiaran yang terus berkembang.

Akademisi yang juga Ketua KPI Pusat periode 2013-2016, Prof. Judhariksawan, memandang perlu ada lompatan besar yang dilakukan KPI karena lembaga ini jangan hanya mengurusi penyiaran tradisional. “Karenanya, perlu ada grand design dan mengajak seluruh stakeholder penyiaran dan jangan bilang ini hanya tugas lembaga lain,” tegasnya dalam diskusi tersebut.

Ketua LSF, Ahmad Yani Basuki mengatakan, lembaga yang dibentuk UU Penyiaran ini harus masuk dalam celah kosong di media sosial dan pihaknya sepakat hal itu dilakukan KPI. “Jika film yang tidak layak kemudian diedarkan di wilayah yang bukan kewenangan LSF, KPI dapat masuk untuk menjawab hal itu,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) ATVSI, Gilang Iskandar, meminta KPI memberi perhatian terhadap isu-isu strategis penyiaran seperti pembajakan konten siaran lembaga penyiaran swasta termasuk illegal streaming live oleh pihak lain. Selain itu, KPI diharapkan memberi perhatian pada digitalisasi penyiaran.

“Soal revisi Undang-undang Penyiaran, kami merasa perlu adanya penguatan soal ideologi dan nilai Pancasila, pelaksanaan digitalisasi, perlindungan dan pembajakan konten dan siaran, kelembagaan dan tupoksi KPI sehingga tidak hanya mewakili publik atau pemirsa tapi juga seluruh pemangku kepentingan penyiaran,” kata Gilang.

Terkait itu, ATVSI berharap pada KPI untuk menyusun ulang tupoksi yang fokus pada kepada konten guna mencapai tujuan penyiaran. KPI diminta juga membuat program kegiatan yang relevan dan berdampak langsung serta menetapkan skala prioritas program kegiatan tersebut untuk mengakselerasi realisasi tujuan penyiaran.

Dari MUI, Asrori S. Karni, menyampaikan harapan agar independensi KPI tetap dijaga di mata publik, taat asas, membuat keputusan yang akuntabel dan tegas menyikapi setiap pelanggaran. “KPI harus terus mendukung dan memotivasi produk penyiaran yang berkualitas. Kami juga berharap adanya kolaborasi dengan otoritas atau ormas keagamaan dan menilai dan mengontrol konten penyiaran,” pintanya.

Satu hal yang penting dilakukan KPI ke depan, kata Asrori adalah merevisi aturan dalam pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3SPS) terutama yang terkait dengan muatan keagamaan.

Imam Wahyudi dari IJTI menambahkan, KPI harus mengawasi media online yang dibuat lembaga penyiaran. Menurutnya, hal ini mengantisapi perkembangan periode 5.0. “KPI harus berkolabrasi dan bersinergi dengan lembaga lain seperti Dewan Pers,” tambah Imam. ***

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mulai merancang rencana strategis atau renstra untuk lima tahun ke depan, 2020-2024, dalam diskusi kelompok terpumpun di Jakarta, Rabu (3/7/2019). Penyusunan ini melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). 

Ketua KPI Pusat , Yuliandre Darwis, mengatakan rencana strategis diharapkan dapat menjadi pedoman dan tujuan serta memiliki kebermanfaatan untuk seluruh publik, khususnya pemerhati dan praktisi penyiaran. Selain itu, KPI akan memprioritaskan perencanaan penguatan kelembagaan, baik KPI Pusat maupun daerah.

Menurutnya, struktur kelembagaan KPI Pusat dan KPI Daerah harus hierarkis secara kelembagaan dan pembiayaan. “Penguatan pengawasan isi siaran dengan alat-alat yang canggih dan memadai juga diperlukan,” katanya.

Pada sesi pertama diskusi, Wakil dari Bapennas, Wariki Sutikno, mengatakan keberadaan KPI sangat penting karena penyiaran harus diatur. Di negara maju seperti Amerika Serikat, penyiaran diatur sedemikian rupa dan ketat. “Penyiaran itu harus diatur karena jika tidak akan jadi liar,” katanya. 

Dalam rencana strategis lima tahun ini, Wariki menyarankan pentingnya membuat visi yang realitis dengan kondisi yang ada di KPI. Namun tujuan utama KPI dalam penyiaran adalah meningkatkan kualitas konten siaran harus diutamakan. 

“Karenanya, rencana strategi KPI harus selaras dengan tujuan utama KPI yakni membentuk watak karakter bangsa dengan peningkatan kualitas konten siaran,” jelasnya.

Sementara, Antun Nasri Sidik dari Lembaga Administrasi Negara (LAN), meminta KPI fokus pada peningkatan sumber daya manusia. pasalnya, tujuan utama dari penyiaran adalah membentuk integritas dan watak kebangsaan. “Bicara watak ini bicara manusia. Pada 2019 angka Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia mencapai 71,39 dan angka harapan hidup 71,20. Setiap tahun mengalami kenaikan. Ini dapat menjadi patokan apa yang menjadi tujuan KPI,” katanya.  

Dia juga menjelaskan bahwa peran penyiaran sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol dan juga perekat sosial. Karenanya, KPI punya peran yang signifikan dalam hal penyiaran dan isi siaran ke depan . “Jika melihat IPM yang masih rendah, ada kaitan dengan penyiaran yang harus mendorong masyarakat untuk peduli terhadap kesehatan ini terkait kualitas harapan hidup,” jelas Antun. 

Menurut Antun, harus ada upaya mendorong masyarakat melalui penyiaran agar berwatak dan peduli pada kesehatan baik pada pribadi maupun lingkungan. “Ini akan memberi impact pada perbaikan pembangunan masyarakat,” tandasnya.

Pada sesi ini, turut memberi saran dan masukan pada KPI dari perwakilan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian PAN dan RB. Teddy dari Kemenkeu menyanjung apa yang dilakukan KPI membuat renstra lima tahunan ke depan. 

“Kami apresiasi KPI yang sudah membuat renstra dan ini harus diselaraskan dengan renstra dari Presiden. Dan masalah KPID, kita sudah mengarahkan untuk melayani persoalan KPID. Selain juga arahan dari Presiden yang harus dituangkan dalam renstra KPI,” kata Teddy. 

Sementara, Kemen PAN dan RB, Didit, menyarankan KPI berdiri sendiri karena intentitas kerja berbeda dengan Kemenkominfo. Selain itu, dia mendorong kinerja utama KPI agar masyarakat mendapatkan informasi yang layak dan benar. “Bukan seberapa banyak sanksi yang diberikan,” katanya.

Menurut Didit, renstra KPI menggunakan key indek untuk mengetahui seberapa banyak masyarakat yang sudah mendapatkan infromasi yang layak dan benar tersebut. “Dan, pendukung hal itu bagaimana lembaga penyiarannya sudah baik atau tidak,” katanya. ***

Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, menerima kunjungan Serikat Pekerja Indonesia (SPI) di Kantor KPI Pusat, Jumat (28/6/2019). Dalam kesempatan ini, Ketua KPI menyampaikan pentingnya pesiapan para pekerja menghadapi tantangan di era revolusi industri 4.0.

“Kita harus siap menghadapi era ke depan ini karena persaingannya akan semakin ketat  meskipun di satu sisi revolusi ini mempermudah kita. Jika kita tidak mengikuti perubahan maka kita akan terpinggirkan, inilah konsekuensinya. Karena itu, pekerja harus ikut perubahan yang ada,” kata Andre, panggilan akrabnya.

Menurutnya, hampir semua aspek kehidupan terjadi perubahan semisal transportasi, belanja, dan bidang lainnya seperti adanya televisi streamin. “Televisi streaming bukan masuk ranah kami tidak ada aturan yang mengikat. Padahal TV ada aturan yang lebih ketat,” tambah Andre.

Dalam kesempatan itu, salah satu peserta menanyakan alasan media mainstream yang hanya meliput isu tertentu. “isu yang semisal pekerja illegal yang ada di Arab yang jumlah banyak tidak diliput. Kami hanya melihat di internet dan media sosial apakah hal itu tidak bisa atur oleh KPI,” kata Saleh, penanya tersebut.

Yuliandre mengatakan, pihaknya akan berupaya dengan kekuatan yang dimiliki tanpa harus melanggar Undang-undang yang ada yakni UU Penyiaran. ***

 

Mataram - Untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap konten-konten yang berbahaya bagi masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) khususnya yang disiarkan TV dan radio, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah NTB bersama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mataram (Unram) mengadakan seminar tentang “Kajian potensi pelanggaran lagu-lagu berbahasa sasambo di Televisi dan Radio”,  di Kampus FKIP Unram, (2/7).

Ketua KPID NTB Yusron Saudi, menerangkan seminar itu adalah amanat Undang-Undang nomor 32 tentang Penyiaran yang mengatur tentang Sistem Stasiun Jaringan (SSJ). Didalam salah satu ayatnya, kata Yusron, menyebutkan bahwa negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Yusron menjelaskan, dalam pemantauan yang dilakukan KPID pada radio yang bersiaran di NTB, pelanggaran-pelanggaran konten siaran cenderung lebih banyak didapat pada lagu.  Masyarakat cenderung menikmati lagu namun tidak mempedulikan apa isi dari lagu tersebut.  Ia berharap dengan adanya kegiatan ini para produser bisa lebih berhati-hati dalam memilih bahasa yang akan dicantumkan dalam lagu. KPID berkepentingan mengawasi hal ini, karena lagu-lagu tersebut disiarkan dengan melalui medium frekuensi, terangnya. 

Yuron mengatakan, kegiatan-kegiatan seperti ini diharap akan banyak dilakukan dan tentu saja akan menjadi awal untuk Sasambo tercinta dan tentu saja NTB Gemilang, sesuai tagline KPID, Siaran sehat untuk NTB Gemilang.

Dekan FKIP Unram Prof. Dr. H. A. Wahab Jufri, M.Sc. mengatakan kegiatan seperti ini akan menjadi awal yang baik untuk dapat terus dilanjutkan ke depannya. Untuk mengkaji lagu-lagu dari Sasambo ini kita sudah menghadirkan oran-orang yang berkompeten dalam mengkaji lagu-lagu tersebut, harapnya.

Peran media sangatlah penting di zaman ini, guna menyelaraskan antara konten dengan bahasa pengantar informasi. Terkadang konten yang diberikan benar namun bahasa pengantar yang diberikan kurang tepat maka konten tersebut akan menjadi tidak benar/tidak baik. Disinilah peran literasi diperlukan dimana kita bisa menyatukan makna antara konten, gambar dan bahasa, terang Yusron.

 

Plt Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi, mewakili Gubernur NTB menerangkan, bahwa saat ini kita dihadapkan perkembangan teknologi informasi yang pesat. Sehingga sajian informasi sangat mudah didapatkan. Termasuk anak-anak usia belia sekalipun sudah sangat familiar dengan  beragam informasi media sosial dan hiburan yang mudah diakses melalui perangkat telepon genggam dan fasilitas komunikasi lainnya.

Namun ditengah perkembangan teknologi digital yang cepat itu, menurut Aryadi media televisi dan radio masih menjadi salah satu media komunikasi dan informasi yang efektif. Radio dan TV banyak menyajikan hiburan dan entertaiment lainnya.

Menurutnya, satu hal yang patut disyukuri bahwa saat ini telah muncul kecintaan kaum melinial terhadap seni budaya daerah, termasuk lagu-lagu daerah (Sasambo). Terbukti dengan makin banyaknya lagu-lagu sasambo yang digandrungi dan disiarkan di radio maupun TV lokal.

Ditengah semangat berkreativitas seni itu, kata Aryadi, tentu terkadang muncul ekspresi atau kata-kata dan ungkapan dalam lagu dan seni  tersebut yang kurang selaras dengan nilai-nilai kearifan lokal, budaya dan agama. Disinilah peran KPID yang bertugas nengawasi konten penyiaran untuk mengingatkan lembaga penyiaran agar tidak menyiarkan konten-konten yang mengandung muatan negative dan berpotensi merusak karakter bangsa, tegasnya.

Tugas ini tentu tidak mudah, mengingat setiap daerah memiliki nilai kearifan lokal yang relatif berbeda, tegasnya. Misalnya pada masyarakat Mbojo, sebagai wujud penghormatan kepada orang tua atau orang yang dituakan, seringkali mengganti namanya. Sebut saja misalnya nama Muhamad, akan lebih sopan di panggil Memo. Namun sebaliknya bagi masyarakat di daerah lain, hal semacam itu malah dianggap tidak sopan.

Disinilah pentingnya peran para tokoh budayawan, akademi dan para cerdik pandai memberi kajian akademis dan masukan agar konten yang disiarkan tidak menimbulkan konflik atau kesalahpahaman ditengah kehidupan masyarakat budaya sasambo yang heterogen, pungkasnya.

Dalam seminar itu, juga dilaksanakan penandatanganan Nota Kesepahaman/ Memorandum of Understanding (MOU)  antara KPID provinsi NTB dengan FKIP Unram.  Dalam seminar ini pihak KPID provinsi NTB dan FKIP Unram menghadirkan  3 pakar sebagai narasumber untuk mengkaji lagu-lagu sasambo yaitu, Prof Dr.H. Fahrurrozi  MA, Prof. Dr.Mahsun, M.S dan Drs. Kamaludin Yusra, Ph.D.

 

Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio.

Solo - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI menggelar Sosialisasi Regulasi dan Kebijakan Penyelanggaraan Penyiaran tentang Pedoman Pendirian Lembaga Penyiaran Jasa Penyiaran Radio Siaran Frequency Modulation (FM) untuk Keperluan Khusus. Kegiatan yang digelar di The Alana Hotel Solo, menghadirkan Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio.

"KPI akan berkomitmen mengawasi isi siaran Lembaga Penyiaran untuk keperluan khusus," ujarnya di depan hadirin yang berasal dari KPID dan Balai Monitor seluruh Indonesia serta beberapa asosiasi lembaga penyiaran, Kamis (27/6/2019).

Lembaga Penyiaran untuk keperluan khusus terdiri dari kebencanaan, pendidikan dan kesehatan masyarakat. "Isi konten siaran harus sesuai dengan keperluan khususnya atau bidangnya. Kalau kebencanaan ya 80 persen isinya kebencanaan. Berlaku juga bagi yang lain," lanjut Agung.

Sebagaimana dipahami dalam regulasi penyiaran, Lembaga Penyiaran yang didirikan untuk keperluan khusus wajib menyiarkan 80 persen siaran sesuai bidangnya dan 20 persen menyiarkan di luar kebidangannya. Keberadaan lembaga penyiaran keperluan khusus ini juga dinilai sangat mendesak karena kebutuhan masyarakat akan informasi tentang kebencanaan, pendidikan dan kesehatan masyarakat. 

Selain Agung Suprio, hadir juga Syaharuddin, Sudarmedi, Aditya Warman dan Hari Purnomo sebagai narasumber. Kegiatan Sosialisasi ini dibuka langsung oleh Direktur Penyiaran Kominfo Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Direktorat Penyiaran, Geryantika Kurnia. Met

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.