Tangerang - Keberadaan radio di era digitalisasi saat ini banyak menghadapi tantangan. Laporan yang diterima Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Republik Indonesia,  menyimpulkan bahwa lebih dari setengah kaum melinial ketika mendengarkan siaran radio tidak lagi mengunakan media radio tetapi mengunakan ponsel. 

Hal itu diungkapkan Menteri Kominfo, Rudiantara, dalam sambutannya usai mengukuhkan pengurus Persatuan Radio TV Publik Seluruh Indonesia periode 2019-2023 di Hotel Atria Tangerang, Banten, Rabu  (28/08/19). Dalam kesempatan itu, hadir Bupati Kabupaten Tangerang, Ahmad Zaki, Kepala Dinas Kominfo Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID).

Rudiantara mengatakan, tantangan tersebut harus jadi perhatian pengelola Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) agar tidak ditinggal pendengarnya. Menurutnya, LPPL harus menyiapkan konten yang berisi informasi menarik dengan sajian hiburan yang baik, bukan hanya bagaimana cara menyajikan tapi harus menyiapkan konten yang baik dan bermutu. "Saat ini, siapa yang menguasai konten, maka dia akan menjadi pemenang dalam konteks brodcasting," jelasnya.

Menjawab pernyataan Ketua Persada.Id, Saifullah Yusuf tentang keberadaan LPPL yang selama ini vakum dan tidak tertata dengan baik, Rudiantara berharap hadirnya Persda.ID dapat mengawal revisi perubahan UU Penyiaran.

"Memang kita sedang menunggu revisi UU Penyiaran, saya berharap Persada.Id bisa berkontribusi dalam penyiapan amandemen revisi UU penyiaran agar porsinya lebih jelas, LPPL berada dimana," kata Rudiantara.

Sebelumnya, Ketua Persada.Id, Saifullah Yusuf, menyebutkan ada lima rekomendasi hasil Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) I Persada.Id. Rekomendasi ini akan diperjuangkan dalam upaya menumbuhkembangkan keberadaan LPPL di daerahm, selain sebagai mitra strategis pemerintah dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa.

"Ada beberapa hal yang dihasilkan dalam rekomendasi Persada.Id diantaranya peningkatan SDM insan penyiaran dan meminta dukungan pemerintah daerah melalui Menteri Kominfo agar pengelola LPPL daerah diperhatikan sehingga dapat berkembang," ujar Saifullah Yusuf.

Sementara itu, Komisioner KPID Sulbar, Busran Riandhy mengatakan, kehadiran Persada.ID diharapkan dapat memberi pembinaan sekaligus mitra kerja LPPL di daerah. Selain itu, menjadi tandem KPID dalam mendorong pemerintah daerah agar intens dan peduli terhadap kehadiran radio dan TV publik. 

"Kita di Provinsi Sulbar hanya ada dua Kabupaten yang memiliki LPPL Radio dan belum ada LPPL TV Publik. Padahal, LPPL ini dibutuhkan selain sebagai hiburan juga menjadi media bagi pemerintah menyampaikan program dan sosialisasi dan capaian kinerja," ujar Busran. Red dari Humas KPID Sulbar

 

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano dan Nuning Rodiyah, saat menerima kunjungan DPRD Provinsi Babel guna mengkonsultasikan rencana Perda tentang televisi berlangganan di Kantor KPI Pusat, Kamis (29/8/2019).

Jakarta -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) tengah mempersiapkan rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengaturan Televisi Berlangganan. Peraturan ini diharapkan dapat memberi perlindungan hak-hak masyarakat serta memberdayakan eksistensi KPID Babel dalam pengawasan isi siaran TV Kabel meskipun saat ini mengalami kesulitan anggaran karena hanya dibantu dana hibah pemerintah daerah.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Perda, Harpan Effendi mengemukakan, tujuan DPRD datang ke KPI Pusat untuk meminta masukan terkait rencana membuat Perda tentang televisi berlangganan. Perda ini untuk mengatur keberadaan televisi belangganan atau kabel yang mulai banyak bersiaran di wilayah Babel khususnya Kota Pangkal Pinang, Ibu Kota Provinsi Kepulauan Babel.

“Saat ini jumlah televisi kabel di kota Pangkal Pinang ada lima. Kita ingin keberadaan televisi kabel dan penyiaran di Babel taat aturan dan memberi kontribusi positif bagi pengembangan daerah,” katanya pada Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, Nuning Rodiyah dan Hardly Stefano di Kantor KPI Pusat, Rabu (28/8/2019). 

Menanggapi niat itu, Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah, mengatakan persoalan penyiaran di daerah tak bisa dilepaskan dari peran KPID. Keberadaan KPID sangat penting terutama dalam pengawasan lalu lintas siaran di daerah. Apalagi tahun depan akan berlangsung Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di hampir sebagian besar dari di tanah air. 

“Selain itu, maraknya televisi kabel di daerah harus jadi perhatian dan aturan yang akan dibuat harus merujuk pada regulasi yang berlaku. Yang perlu saya sampaikan bahwa ada perlakuan berbeda antara televisi berlangganan dengan televisi free to air atau teresterial,” kata Nuning.

Dalam kesempatan itu, Nuning mendorong DPRD memberi perhatian besar pada KPID jika Perda tersebut akan mengoptimalkan fungsinya sebagai pengawas siaran televisi kabel. Menurutnya, pengadaan infrastruktur pengawasan harus disiapkan dan kualitas sumber daya manusianya ditingkatkan. “Alat tersebut dibutuhkan sebagai bukti jika terjadi pelanggaran dalam siaran,” jelasnya.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Hardly Stefano, mengingatkan Perda yang dibuat harus mengacu pada pasal-pasal tentang pengaturan lembaga penyiaran berlangganan dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Pembahasan tentang lembaga penyiaran ini sangat berkaitan dengan self censorship atau kebijakan sensor internal. 

“Sensor internalnya akan berbeda dengan sensor internal yang dilakukan televisi free to air karena televisi kabel berbayar. Dan, ini berkaitan penyedian parental lock oleh televisi kabel untuk mencegah anak-anak dan remaja menonton tayangan yang bukan peruntukan,” jelas Hardly.

Menurut Hardly, perbedaan lain yang harus jadi perhatian dalam Perda tersebut adalah televisi berlangganan memberlakukan sistem saluran atau kanal, sedangkan televisi free to air jam tayang. “Jadi, kanal yang ada di televisi berlangganan terbagi jadi saluran anak dan saluran untuk dewasa. Adapun di televisi free to air menggunakan kebijakan jam tayang anak dan jam tayang dewasa. Ini harus diperhatikan,” tegasnya.

Hardly juga mengusulkan Pansus memperhatikan pengaturan tentang komposisi televisi lokal maupun nasional dengan siaran asing. Pengaturan ini untuk mengakomodasi LPS dan LPP (lembaga penyiaran publik) minimal 10% dari keseluruhan kanal yang disediakan televisi berlangganan.  “Televisi lokal harus masuk dalam persentase itu. Selain juga kewajiban menyiapkan satu saluran yang menyiarkan  berbagai hal tentang Babel. Upaya ini untuk memperkaya khazanah keberagaman lokal dalam siaran,” pintanya. ***

 

Makassar – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan (Sulsel) melakukan kegiatan Road Show Sosialisasi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) ke Prambors FM dan Delta FM Makassar, Selasa (27/8/2019).

Acara ini bagian dari pengenalan P3SPS kepada lembaga penyiaran yang baru menggantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran. Kedua lembaga penyiaran ini di harapkan dapat memahami dan menjadikan P3SPS menjadi titik acuan dalam bersiaran. 

Komisoner KPID bidang Kelembagaan Riswansyah Muchtar, menyatakan pihaknya senantiasa mengawasi Prambors dan Delta Fm dengan P3SPS sebagai acuan pengawasan, apalagi keduanya telah mendapatkan IPP.

Sementara itu, Ketua KPID Sulsel, Mattewakkan, meminta Prambors FM dan Delta FM Makassar untuk berupaya menyiarkan konten lokal demi memajukan industri penyiaran lokal.

“KPID Sulsel tentunya berharap Prambors  dan Delta FM lebih memajukan konten lokal dan juga memperhatikan pelanggaran konten sebelumnya,” ujar Mattewakkan 

Terkait konten lokal, Operational Manager Prambors FM dan Delta FM, Apriansyah, menyatakan siap mendukung hal itu dengan mengajukan permohonan ke pusat agar menambahkan jam tayang dalam penayangann konten lokal.

“Kami telah berupaya mengajukan penambahan durasi untuk konten lokal kepada kantor pusat, namun untuk sekarang upaya kami dalam konten lokal pada saat off air,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Apriansyah mengucapkan apresiasi  kepada KPID karena telah hadir di kantornya untuk memberikan pemahaman mengenai P3SPS. Selain meberikan pemahaman tentang P3SPS, KPID juga menyinggung mengenai lagu yang berpotensi melanggar P3SPS. 

Soal lagu asing, KPID meminta Prambors  dan Delta FM Makassar untuk lebih berhati-hati ketika memutar lagu barat karena dikhawatirkan judul dan liriknya mengandung konten tak layak.

Roadshow ini juga dihadiri Wakil Ketua KPID Waspada Santing dan Komisioner KPID bidang Isi siaran, Herwanita, Mahasiswa PPL, serta staf Radio Prambors dan Delta FM. Red dari berbagai sumber

 

Karawang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat menggelar workshop peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang penyiaran yang profesional dengan tema "Sukses Radio di Era Digital" bertempat di Hotel Mercure, Karawang, Rabu (28/8/2019). Kegiatan itu digelar sebagai upaya dalam menghadapi era digital yang serba canggih dan cepat.

Saat membuka workshop, Ketua KPID Jawa Barat, Dedeh Fardiah mengatakan, saat ini media radio sedang menghadapi tantangan persaingan di era digital.  Selain bersaing dari segi konten siaran, radio juga berebut untuk mendapatkan 'kue' iklan. 

Dedeh mengatakan, radio di Jawa Barat sangat banyak, sehingga apabila tidak dikelola dengan baik maka dikhawatirkan lambat laun bisnis radio bisa berguguran alias tutup hanya karena tidak mendapatkan iklan. "Kita sedang memperebutkan 'kue' iklan dan ini menjadi tantangan tersendiri," ucapnya.

Menurutnya, pandangan bahwa radio hanya digemari oleh angkatan 60 tahun ke atas salah besar, karena sebenarnya kaum milenial saat ini membutuhkan radio sebagai sumber informasi dan juga hiburan. 

Dedeh menilai perlu strategi khusus untuk meraih minat atau ketertarikan generasi milenial dengan menggandeng digitalisasi, serta harus meningkatkan kreativitas dalam konten siaran radio.

Selain itu, Dedeh menyampaikan bahwa dunia radio tidak hanya semata-mata berjuang untuk meraih 'kue' iklan tetapi juga harus meningkatkan kualitas SDM. "Apabila insan media kualitasnya meningkat maka manfaatnya akan berpengaruh pada konten yang disiarkan, dan bisa menarik para pengiklan," ujarnya.

Oleh karena itu, dalam workshop hari ini, diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM khususnya di bidang penyiaran yang profesional dalam berkreativitas untuk memproduksi konten dan media radio juga bisa sukses di era digital. Red dari berbagai sumber

 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, berfoto bersama usai diskusi yang diselenggarakan Komite Nasional Pengedalian Tembakau dan Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) di Four Points, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Jakarta -- Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menilai penayangan iklan rokok di wilayah publik seperti bioskop tidak etis dilakukan. Selain melanggar aturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), mengiklankan produk rokok di bioskop sangat memungkinkan mempengaruhi anak-anak dan remaja menjadi perokok aktif. Perlindungan terhadap anak dan remaja menjadi alasan utama iklan rokok tak boleh tayang di ruang publik seperti bioskop.

“Kita sepakat dengan kawan-kawan Komnas Pengendalian Tembakau dan Yayasan Pengembangan Media Anak yang meminta penayangan iklan rokok di ranah bioskop dihentikan. Apalagi bioskop merupakan ranah publik yang di dalamnya ada anak-anak dan remaja,” jelas Mulyo usai menghadiri diskusi yang diselenggarakan Komite Nasional Pengedalian Tembakau dan Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) di Four Points, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Menurut Mulyo, setiap iklan yang beredar di ruang publik harus mengikuti aturan yang berlaku antara lain Peraturan Daerah (Perda) dan aturan terkait lainnya. Permasalahan iklan rokok juga diatur dalam UU Penyiaran yang siarannya disesuaikan dengan aturan di bawahnya yakni Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. 

“Semua siaran iklan rokok di lembaga penyiaran harus mengikuti aturan dalam Undang-undang Penyiaran dan P3SPS. Mulai dari jam siaran hingga tidak boleh menayangkan wujud rokok semua diatur dalam aturan KPI. Perlindungan terhadap anak dan remaja menjadi fokus kami, jadi kami mendukung langkah mereka,” kata Mulyo Hadi Purnomo. 

Pada 2017 lalu, KPI melayangkan sanksi administratif berupa teguran tertulis untuk program siaran iklan rokok dan sejenisnya di sejumlah lembaga penyiaran. Menurut Mulyo, pelanggaran ditemukan karena LP tidak memperhatikan kepentingan perlindungan anak-anak dan remaja serta ketentuan siaran iklan. 

Berdasarkan hasil monitoring Komnas Pengendalian Tembakau dan YPMA sejumlah bioskop di wilayah DKI Jakarta selama April hingga Mei 2019, ditemukan tayangan iklan rokok dan iklan terkait industri rokok. Monitoring dilakukan terhadap lima film popular di kalangan anak dan remaja seperti Dilan 1991 (13+), Captain Marvel (13+), Dumbo (SU), My Stupid Bos 2 (13+) dan Avengers: Endgame (13+). 

“Bioskop yang dipilih merupakan bioskop yang menampilkan film-film populer bagi anak dan remaja yakni yang masuk klasifikasi film SU atau semua umur dan 13 tahun ke atas berdasarkan klasifikasi dari Lembaga Sensor Film. Padahal, LSF sudah memasukan iklan rokok dalam klasifikasi usia 21 tahun ke atas, artinya iklan ini seharusnya hanya ditayangkan pada film berkategori penonton dewasa,” kata Anggota Komnas Pengedalian Tembakau, Nina Mutmainnah, saat menyampaikan hasil monitoring.

Nina mengatakan, pihaknya menemukan iklan rokok tak hanya muncul saat penayangan film, tapi juga banyak ditampilkan di luar studio, tempat penonton membeli tiket dan menjadi ruang tunggu sebelum menonton. 

“Adanya iklan-iklan rokok yang muncul di area bioskop, di dalam studio dan di luar studio, merupakan pelanggaran terhadap PP 109/2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Pada bioskop, yang termasuk wilayah KTR, seharusnya tidak boleh ada iklan rokok sebagaimana PP 109 tahun 2012 Pasal 1 ayat 11 dan Pasal ayat a,” jelas Nina.

Dalam kesempatan itu, YPMA dan Komnas Pengendalian Tembakau mendesak sejumlah pihak seperti Pemprov DKI Jakarta, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, BPOM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk mengawasi dan menerapkan secara tegas aturan dan pelarangan iklan rokok di ruang publik seperti bioskop. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.