Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menilai tayangan “Bikin Mewek Lagi” yang disiarkan ANTV pada 16 Februari 2020 telah melanggar etika penyiaran tentang perlindungan anak dan remaja. Keterlibatan anak dalam konflik orang dewasa dianggap mengabaikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.

Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, mengatakan aspek perlindungan pada anak dan remaja dalam isi siaran merupakan prioritas utama lembaganya. Kepentingan mereka dalam isi siaran dilindungi oleh aturan yang ada di Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.

“Karena telah mengabaikan dan melanggar aturan tersebut, kami sepakat menjatuhkan sanksi teguran tertulis untuk program siaran “Bikin Mewek Lagi”. Kami tidak mentolerir adanya pelibatan anak dalam kasus pertikaian orang dewasa atau orangtuanya. Dalam konteks itu, anak harus ditempatkan pada posisi aman bukan sebaliknya,” kata Santi, menanggapi surat teguran untuk Program Siaran “Bikin Mewek Lagi” ANTV, Kamis (12/3/2020).

Menurut Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat ini, lembaga penyiaran atau tim produksi program tersebut harusnya melihat berbagai kemungkinan seperti efek psikologis yang bisa diterima si anak. “Jangan sampai konflik orangtua atau orang dewasa menjadi sesuatu yang lumrah untuk disebarkan ke masyarakat. Jangan nanti mereka menganggap hal itu sesuatu yang biasa,” katanya. 

Menurut catatan tim pengawasan KPI Pusat, acara “Bikin Mewek Lagi” dikategori dengan klasifikasi R atau Remaja. Berdasarkan aturan di P3SPS, program dengan klasifikasi R dilarang menampilkan muatan  yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.

Program dengan klasifikasi R, seharusnya mengandung muatan, gaya penceritaan dan tampilannya yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja. “Nilai-nilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, nilai-nilai sosial dan budaya, budi pekerti, apresiasi estetik, dan penumbuhan rasa ingin tahu remaja tentang lingkungan sekitar, yang mestinya ditonjolkan dalam setiap program acara,” tegas Santi. 

Adapun pelanggaran yang dilakukan program “Bikin Mewek Lagi” pada 16 Februari 2020 yakni menampilkan muatan keterlibatan anak-anak dalam konflik dewasa yaitu pertengkaran seorang pria dan wanita yang merupakan suami istri karena pria tersebut telah menitipkan anaknya kepada orang lain. Di tengah pertengkaran tersebut, datang seorang wanita lainnya mengaku sebagai istri barunya yang secara tiba-tiba memukuli pria itu. Adegan tersebut telah mengabaikan dan melanggar 6 Pasal yang terdapat di P3SPS KPI tahun 2012. ***

 

Jakarta-  Masalah peta legislasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) disepakati menjadi bahasan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI tahun 2020 yang diselenggarakan di Manado. Peta legislasi ini menjadi sangat strategis dibahas mengingat adanya keterkaitan dengan rancangan Undang-Undang Omnibus Law yang tengah disusun pemerintah. Irsal Ambia, Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Kelembagaan menyampaikan hal tersebut dalam rapat koordinasi Pra Rakornas bersama KPI Daerah se-Indonesia, (11/03). 

Secara rinci, terkait peta legislasi yang akan dibahas dalam Rakornas KPI adalah tentang revisi pedoman perilaku penyiaran dan standard program siaran (P3 & SPS) serta papper positioning KPI terhadap draf Omnibus Law yang memiliki implikasi terhadap aturan penyiaran. 

Komisioner KPI Daerah Jawa Tengah Isdiyanto yang turut hadir dalam rapat Pra Rakornas tersebut menilai, KPI memang harus menyampaikan sikap terhadap draf Omnibus Law yang bersinggungan dengan regulasi penyiaran.  Selain itu, harus ada sinergi antara KPI Pusat dan KPI Daerah dalam mengawal kepentingan publik pada Undang-Undang Penyiaran yang baru. “Apakah akan kembali ke Orde Baru dengan hegemoni terhadap media atau condong kepada bisnis yang menyebabkan nilai-nilai kepentingan publik hilang!”ujarnya. 

Agenda lain yang akan dibahas dalam Rakornas adalah menjadikan gerakan literasi sejuta pemirsa sebagai program nasional. Usulan menasionalkan gerakan ini muncul dari beberapa perwakilan KPI Daerah yang hadir. Untuk itu dibutuhkan modul literasi media sebagai standarisasi materi yang akan disampaikan kepada publik. 

Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Nuning Rodiyah menyampaikan, KPI Pusat sudah memiliki standard baku dalam penyelenggaraan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa, termasuk koordinasi dengan lembaga penyiaran dalam menghadirkan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) yang mengajak publik untuk cerdas bermedia. Sinergi KPI Pusat dan KPI Daerah juga dibutuhkan untuk memperluas jangkauan publik yang terliterasi. Untuk lebih rinci, pembahasan literasi media sebagai gerakan nasional akan dilaksanakan pada Rakornas di Manado.  

 

Jakarta -- Menyambut peringatan Hari Penyiaran Nasional 1 April mendatang, tak salahnya jika kita merunut kembali cerita-cerita lama bagaimana penyiaran itu hadir dan berkembang di tanah air. Dan, cerita itu akan kita mulai dari radio.  

Apakah anda pernah mendengar nama sebuah radio yang disamakan dengan binatang ternak. Jika belum tahu, nama radio itu adalah Radio Kambing. 

Radio Kambing bukan sembarang radio. Radio dengan nama binatang yang biasa mengembik ini memiliki nilai sejarah tinggi bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Saat agresi militer Belanda tahun 1948, radio ini menjadi barang yang paling dicari tentara Belanda. Radio ini menjadi alat siaran TNI pada masa perang mempertahankan kemerdekaan RI.

Pada saat agresi militer Belanda tahun 1948. Tentara Belanda menghancurkan semua stasiun radio yang ada di Indonesia. Sangat beralasan karena Belanda tidak ingin pemerintah Indonesia kala itu menyiarkan keberadaannya ke luar maupun dalam negeri. 

Setelah menghancurkan semua stasiun radio yang ada. Belanda mengincar keberadaan stasiun radio RRI di Surakarta. Pada saat itu, status stasiun radio RRI Surakarta sebagai stasiun paling tua atau yang pertama.

Gelagat Belanda untuk menghancurkan pemancar radio RRI di Surakarta sudah tercium para pejuang kala itu. Para pejuang yang terdiri TNI dan penyiar mengungsikan perangkat siaran dan pemancar radio dari kantor RRI ke tempat persembunyian di wilayah Karanganyar.

Perjuangan memindahkan alat pemancar radio itu bukan perkara gampang. Berat pemancar radio terbilang lumayan. Karena tidak ada kendaraan, alat siar tersebut akihirnya di gendong ketika diungsikan. Secara estafet, para pejuang mengendong pemancar radio tersebut hingga 45 km, tepatnya di Desa Balongan, Kecamatan Jenawi, Karanganyar.

Setelah sampai, pemancar disimpan di balik bukit tak jauh dari perkampungan. Untuk mengelabuhi pasukan Belanda, pemancar radio disembunyikan di sebuah kandang kambing yang ditutupi dengan makanan serta dedaunan. Saat kondisi aman, para penyiar dan pejuang kembali mengudara dan memberitakan kemerdekaan Indonesia.

Lokasi penyimpanan pemancar radio itu pun tidak luput dari serangan pasukan Belanda. Beberapa kali pasukan berusaha merusak perangkat siar, agar radio itu tidak lagi menyiarkan kemerdekaan Indonesia yang memicu semangat persatuan untuk menghancurkan Belanda.

Hingga akhirnya Belanda menarik diri dari wilayah Indonesia, pemancar radio tersebut tidak pernah jatuh ke tangan mereka. Perangkat radio itu kemudian dinamakan Pemancar Radio Kambing. Sampai saat ini, perangkatnya masih ada dan disimpan di Monumen Pers Nasional di Surakarta.

Pemancar sama yang digunakan SRV

Perangkat Radio Kambing ternyata memiliki kaitan dengan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas). Perangkat inilah, yang di tahun 1936, perangkat itu mampu menyiarkan Gamelan dari Solo, untuk mengiringi tarian dibawakan oleh Putri Sri Mangkunegoro VII Gusti Nurul saat resepsi pernikahan Ratu Yuliana di Belanda. Kala itu radio tersebut belum bernama RRI, melainkan bernama Solosche Radio Vereneging yang berada di bawah kendali Pura Mangkunegaran. ***

 

Jakarta - Menyambut bulan Ramadhan tahun 2020, lembaga penyiaran diharapkan mengusung nilai Islam wasathiyah dalam setiap program siaran Ramadhan. Nilai ini dipahami bahwa agama menjadi pemersatu antara satu dan yang lain dalam konteks positif. Selain itu yang patut diperhatikan pula adalah jurnalis sesungguhnya membawa misi kenabian, yakni sebagai penyampai kabar dan berita. Hal tersebut disampaikan Azwar Hasan, Komisioner KPI Pusat dalam diskusi “Menjaga Etika Siaran Ramadhan 2020” yang diselenggarakan di kantor KPI Pusat, (11/03). 

Azwar juga mengingatkan agar siaran Ramadhan juga memberikan pencerdasan yang membawa kesejukan bagi masyarakat, sebagaimana da’wah yang diserukan para Nabi dengan pesan damai. Hal ini juga sejalan dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI 2012, yang mengutamakan penghormatan terhadap nilai-nilai agama dan melarang adanya pertentangan antar agama di ranah penyiaran. 

Dalam diskusi ini hadir pula nara sumber dari Majelis Ulama Indonesia, KH Cholil Nafis, serta Asisten Deputi Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Mustahidin. Selain itu, komisioner KPI Pusat lainnya turut serta dalam diskusi ini adalah Mulyo Hadi Purnomo, Mimah Susanti, Irsal Ambia, Nuning Rodiyah dan Hardly Stefano Pariela. 

Sementara itu selaku Komisioner bidang pengawasan isi siaran, Mulyo Hadi memaparkan hasil evaluasi tayangan Ramadhan di tahun 2019. Pada prinsipnya, ujar Mulyo, siaran Ramadhan selayaknya memberikan penghormatan atas kekhusyukan Ibadan di bulan Ramadhan. Mungkin ada hal-hal yang secara hukum tidak dilarang oleh P3 &SPS, seperti tayangan makanan dan minuman segar secara close-up. Jika diukur secara etika, tentu muncul pertanyaan soal kepantasannya. 

Lebih jauh Mulyo juga mengingatkan lembaga penyiaran  untuk program hiburan di bulan Ramadhan. “Mohon diberikan juga perhatian pada ucapan host dan candaan yang mengarah pembulian,” ujarnya. Spirit Ramadhan harus dimaknai dalam siaran dengan lebih menaati regulasi yang ada, meski tidak ada P3 & SPS yang khusus untuk Ramadhan. Apalagi kalau bicara dari sisi keberatan masyarakat, jumlah aduan pun biasanya meningkat pada program-program yang banyak menghadirkan candaan yang kebablasan. 

Perhatian KPI terhadap penghormatan nilai agama tidak hanya pada bulan Ramadhan. Pada dasarnya kita menghormati semua agama, tegas Mulyo. Jika pada hari Raya Nyepi ada kebijakan tidak bersiaran selama satu hari penuh di Bali, maka untuk bulan Ramadhan kita hormati kewajiban kaum muslimin untuk melakukan ibadah. 

Siaran Ramadhan tentu tidak lepas dari program religi yang da’i dari berbagai kalangan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) berkepentingan untuk mengajak KPI untuk mengarahkan lembaga penyiaran dalam memperhatikan kualitas da’i yang muncul di televisi dan radio. 

Da’wah melalui televisi dan radio tentunya tidak dapat disamakan formatnya dengan ceramah umum di pengajian, pesantren ataupun majelis taklim. Da’wah dengan ceramah di televisi dan radio memiliki banyak keterbatasan diantaranya durasi yang tidak seluang di medium off air.  

Terkait hal ini KH Cholil Nafis menyampaikan setidaknya harus ada lima kompetensi yang dipenuhi oleh da’i, yakni kompetensi Tabligh, Irsyad, Tadbir, Tathwir, dan Tarbi. Cholil juga mengingatkan bahwa pada prinsipnya tugas para da’i adalah meneruskan risalah kenabian. Maka sifat kenabian pun harus tergambarkan. “Karenanya kualifikasi para da’i bukanlah sekedar paham halal haram semata, tapi juga tergambarkan dalam akhlaqnya”, tegas Cholil. 

Mengenai kehadiran da’i di layar kaca ini Cholil mengingatkan adanya godaan bagi para da’i untuk menjadi artis besar. Hal ini yang berbahaya, ujar Cholil, kalau sampai agama diindustrikan. 

Terkait da’i bersertifikat, Cholil menerangkan bahwa ini merupakan program MUI dalam meningkatkan kompetensi dan kualitas para da’i. “Sehingga masalah-masalah yang kerap kali muncul dalam siaran agama lantaran kompetensi da’i dapat direduksi,” ujarnya. Namun demikian tidak berarti jika televisi dan radio menghadirkan da’i yang belum bersertifikat MUI, dianggap melanggar P3 &S SPS. 

Sementara itu, Mimah Susanti menyampaikan pula bahwa diskusi ini untuk memberikan panduan bagi lembaga penyiaran dalam menyusun program siaran Ramadhan.  KPI sendiri, ujar Santi, akan melakukan penilaian terhadap program ramadhan untuk Anugerah Syiar Ramadhan 2020. “Harapan saya jangan sampai ada program Ramadhan yang mendapat sanksi KPI” ujarnya. 

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengapresiasi sikap pemerintah yang menggunakan politik transparansi dan bersikap terbuka pada publik dalam menghadapi masalah Virus Corona (COVID 19). Selain itu, politik solidaritas sosial yang diambil pemerintah yang membuat seluruh masyarakat ikut serta dalam penanggulangan wabah virus corona ini, juga  merupakan langkah yang baik.  Keterbukaan dan solidaritas sosial ini, menurut Ketua KPI Pusat Agung Suprio, diperlukan bangsa ini dalam  penanganan  COVID 19 yang sedang menjadi wabah di dunia. 

Agung menyampaikan hal tersebut dalam Diskusi Publik yang digelar Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, dengan tajuk, “Corona, Bagaimana Pemberitaan Yang Etis dan Bertanggung Jawab”, di Gedung dewan Pers Jakarta, (10/03). Sebagai regulator penyiaran, KPI telah mengeluarkan surat edaran pada tanggal 4 Maret 2020 tentang hal-hal yang harus diperhatikan lembaga penyiaran dalam penyiaran COVID 19. Diantara muatan surat edaran tersebut adalah meminta media memberitakan dan menginformasikan wabah COVID 19 ini dengan hati-hati, tidak spekulatif, dan tidak menimbulkan kepanikan masyarakat di semua program yang disiarkan termasuk pernyataan host/reporter/penyiar; Menggunakan diksi (pilihan kata) dan pembawaan presenter/reporter/host secara tepat dan tidak terkesan mendramatisir atau menakut-nakuti agar tidak menimbulkan persepsi publik yang menyebabkan kepanikan. Selain itu, media juga diharapkan dalam menyiarkan wabah ini, selalu mengaitkannya dengan hotline service dari pemerintah. “Sehingga masyarakat juga mengetahui  layanan resmi dari pemerintah dalam penanganan wabah corona,”ujarnya.  Dalam kesempatan tersebut, Agung menyampaikan setelah surat edaran ini disampaikan kepada pengelola televisi dan radio, sebagian besar TV dan radio sudah membuat Iklan Layanan Masyarakat (ILM) tentang Covid 19.  

Dalam diskusi tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate turut hadir menyampaikan sikap pemerintah dalam penanganan wabah COVID 19. Johnny menegaskan bahwa sejak awal pemerintah serius dan terbuka dalam penanganan wabah COVID 19.  Menurut Johnny, keterbukaan ini ditunjukkan dengan konferensi pers yang langsung disampaikan Presiden saat pertama kali ditemui adanya warga negara Indonesia yang positif menderita Corona. Menurut Johnny, transmisi narasi dari pemerintah harus tunggal dalam penanganan COVID 19 ini.  Karenanya, pemberitaan tentang COVID 19 ini diharapkan dapat menjaga kepentingan rakyat dan membantu rakyat menjaga dirinya sendiri. “Ini adalah panggilan Ibu Pertiwi untuk setiap anak bangsa ikut serta menanggulangi wabah Corona,” ujarnya.  

Sementara itu Ketua Dewan Pers M. Nuh menilai, persoalan pemerintah dalam menanggulangai COVID 19 ini harus digeser menjadi persoalan negara. Oleh karena itu pendekatan yang harus diambil adalah partisipasi publik yang bertahap, yakni ajakan, kemudian perintah baru pemaksaan. Nuh melihat masalah wabah Corona ini awalnya memang peristiwa medis, tapi akan berserta menjadi peristiwa ekonomi, sosial, politik bahkan geopolitik. Ruang publik ini bukanlah sebuah ruang hampa, ujar Nuh. Untuk itu butuh kekayaan approach atau pendekatan dalam menanganinya. “Harus ada partisipasi publik untuk melawan COVID 19”, tegasnya.  Pada ranah ini Nuh menganggap peran media sangat krusial untuk mengajak seluruh komponen bangsa berpartisipasi menanggulangi COVID 19 dengan memberikan informasi yang jelas dan bertanggung jawab.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.