Jakarta – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menanyakan perbedaan antara berita hoax dan yang bukan di lembaga penyiaran. Pertanyaan itu disampaikan pada saat kunjungan kerja ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Jumat (10/5/2019).  Dalam kesempatan itu, DPR Aceh menanyakan penyebab KPI tidak mengawasi media sosial. 

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah menjelaskan, berita hoax di lembaga penyiaran masih jauh lebih sedikit dibanding media sosial dan media online. Hanya beberapa kali KPI menemukan adanya informasi diduga hoax di lembaga penyiaran. Menurutnya, informasi hoax di media penyiaran lebih mudah dikenali dan ada aturan yang mengatur soal itu. 

Saat ini, lanjut Ubaid, yang penting dilakukan adalah bagaimana meliterasi masyarakat agar tak mudah termakan informasi palsu atau bohong. “Berita hoax itu jadi masalah kita semua. Pemerintah sangat concern dalam mengatasi masalah ini karena dampaknya yang luar biasa,” katanya.

Faktor literasi yang minim jadi sorotan Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, karena secara tak langsung ikut memicu penyebaran informasi hoax. Masyarakat harus paham dan tahu bagaimana menyikapi sebuah berita atau informasi yang kebenarannya tak dapat dipertanggungjawabkan. 

KPI tidak dapat melakukan interfensi terhadap media sosial dan media online karena memang kewenangannya tak mencakup sampai ke situ. “Undang-undang Penyiaran hanya memberi kewenangan mengawasi televisi dan radio, sedangkan Undang-undang Penyiaran baru belum juga jadi,” katanya menambahkan.

Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, menjawab pertanyaan soal pendirian lembaga penyiaran televisi dan penguatan siaran di Aceh dengan mengusulkan pembuatan lembaga penyiaran berlangganan (LPB). Menurutnya, usul memperbanyak LPB karena kanal untuk televisi analog sudah tidak di buka. “Pemerintah sudah memoratorium kanal analog sebagai persiapan siaran digital,” katanya.

Hal lain yang dapat dilakukan yakni dengan meningkatkan siaran lokal seperti memperbesar power siaran dan daya jangkau agar wilayah siaran jadi lebih luas. Televisi lokal di Aceh dapat mengadakan kerjasama dengan televisi nasional dengan memperhatikan masalah pembiayaannya seperti apa.

Rahmat mengusulkan DPR Aceh untuk mengajak bicara KPID membicarakan masalah tersebut. Pasalnya, KPID dapat memberi dorongan terkait pembentukan LPB di Aceh supaya masyarakat luas dapat mengakses siaran televisi. ***

 

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan memberi sanksi Teguran Tertulis kepada program siaran “Comedy Traveler” di Trans TV. Program acara ini kedapatan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI karena menampilkan adegan seorang pria dan wanita berciuman.

Demikian dituliskan dalam Surat Teguran yang telah dilayangkan pada Kamis (25/4/2019) lalu.

Berdasarkan pengaduan masyarakat, pemantauan, dan hasil analisis, KPI menemukan pelanggaran pada program siaran “Comedy Traveler” tanggal 21 April 2019 pukul 14.58 WIB.

Menurut Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Mayong Suryo Laksono, jenis pelanggaran itu dikategorikan sebagai pelanggaran atas kewajiban program siaran memperhatikan dan melindungi kepentingan anak dan remaja, larangan program siaran menampilkan adegan ciuman bibir,  serta penggolongan program siaran.

“Kami memutuskan tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 21 Ayat 1, serta Standar Program Siaran Pasal 15 Ayat (1), Pasal 18 huruf g, dan Pasal 37 Ayat 4 huruf f. Berdasarkan pelanggaran tersebut, kami memberikan sanksi administratif Teguran Tertulis untuk Trans TV,” tegas Mayong, Jumat (10/5/2019).

Dalam surat itu, KPI meminta Trans TV menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. “Kami minta Trans TV segera melakukan perbaikan agar kesalahan tidak terulang,” papar Mayong. ***

 

Teluk Kuantan - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Riau menyerahkan surat izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Kuansing FM. Dengan izin ini, Radio Kuansing FM sudah memiliki legalitas, Kamis pagi (9/5/2019).

Penyerahan dilakukan langsung Ketua KPID Riau, Falzan Surahman, didampingi Koordinator Kelembagaan, M Aspar Rais, di Kantor Kominfo Kuansing. Kadiskominfo Kuansing, Samsir Alam, menerima langsung izin tersebut.

Falzan Surahman menceritakan pihak Kominfo Kuansing sudah sejak 2016 lalu mengurus izin ini. Namun karena kendala Perda yang menaungi radio ini belum ada, maka izin belum bisa diproses.

"Setelah Perda selesai dibuat antara pemerintah daerah dan dewan Kuansing, izinnya cepat selesai," katanya.

Ia pun berharap Radio Kuansing FM menjadi corong informasi untuk menyampaikan program yang akan dan sudah dilakukan pemerintah daerah. Selain itu, radio ini bisa jadi salah satu rujukan masyarakat dalam mendapatkan informasi yang benar, penangkal hoax dan mempersatukan bangsa.

"Bila acara sesuai dan persentase sesuai, bisa mendapat izin tetap selama lima tahun. Bila diajukan lagi," ujarnya.

Kadiskominfo Kuansing Samsir Alam bersyukur pihaknya sudah mendapatkan izin ini. Baginya, ini merupakan sebuah sejarah."Radio Kuansing ini akan kami jadikan sebagai alat pemersatu bangsa," ujarnya.

Mengenai konten, pihaknya akan menyesuaikan dengan aturan KPI dan aturan lainnya. Begitu juga dengan personil. Red dari Tribunpekanbaru.com

 

Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono.

Padang – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mayong Suryo Laksono mengatakan, media televisi dan radio harus menciptakan penyiaran yang sehat pada era digital saat ini.

Menurut Mayong, penyiaran yang sehat merupakan hak masyarakat. Dengan menghadirkan pemberitaan dan informasi yang berimbang, maka akan terciptanya harmonisasi dalam masyarakat.

“Saat ini isi siaran yang beragam semakin banyak. Hanya saja, tidak semua sajian media berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan pengembangan serta perbaikan masyarakat,” ungkapnya, di Padang, Sabtu (11/5/2019).

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tersebut kata Mayong, harus dihadapi KPI dengan cara memastikan manfaat siaran bagi masyarakat. Baik digitalisasi penyiaran, lembaga penyiaran berlangganan serta penyiaran perbatasan.

“Jika selera siaran publik makin baik hal ini akan berimplikasi dengan sajian siaran. Karena masyarakat sebagai penerima suguhan siaran yang merupakan mata rantai yang tidak bisa dipisahkan dan saling mempengaruhi,” paparnya.

Tentunya, kerjasama dari semua pihak baik dari media dan masyarakat menjadi keharusan untuk bersama mengawasi kualitas konten siaran yang sehat bagi masyarakat.

“Mindset masyarakat akan konsumsi siaran sehat perlu terus didorong, karena jangkauan pengawasan kami terbatas. Salah satu caranya dengan memberikan pendidikan kepada lapisan-lapisan masyarakat,” ujarnya.

Selain itu, perkembangan dunia penyiaran juga harus meminimalkan dampak buruk yang didapat masyarakat, baik secara finansial ataupun secara moral atau pemikiran.

Sehingga, dengan kondisi apapun, penyiaran tetap memberikan kontribusi dalam memperkukuh integrasi nasional dan mencerdaskan kehidupan bangsa, ataupun menumbuhkan industri penyiaran Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Penyiaran.

“Semoga hal ini menjadikan penyiaran sehat lahir batin, sehat manajemen serta menghadirkan siaran yang bermanfaat,” harapnya.

Pihaknya menyebutkan jika sudah sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), maka sudah diyakini keabsahan dari informasi yang diberikan tersebut. Hal Ini juga sebagai upaya menangkal berita hoax.

Sementara itu, Bidang Pengawasan Isu Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat, Melani Friati menyebutkan, media televisi dan radio memiliki batasan dalam penyiaran yang didasari Undang Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, kemudian peraturan komisi penyiaran Indonesia tentang pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran.

“Seperti program mistik, horor dan supranatural ataupun promosi LGBT, kekerasan, kata-kata kasar, seksualitas, iklan penyiaran pemberitaan politik. Semua kategori siaran yang ditayangkan tentunya harus sesuai standar program siaran yang telah diatur KPI,” jelas Melani.

Selain itu, pihaknya terus aktif mengadakan literasi kepada media agar melahirkan penyiaran yang sehat dan bermanfaat untuk kepentingan dan kenyamanan publik.

Kegiatan sosialisasi dengan tema “Menciptakan Penyiaran Sehat Di era Digitalisasi Media” menghadirikan peserta dari KPI Pusat, IJTI, LBH dan berbagai kalangan media. Red dari berbagai sumber

 

 

Padang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat mendorong Lembaga Sensor Film (LSF) menindaklanjuti dan menyikapi surat yang dilayangkan Wali Kota Padang Mahyeldi tentang penolakan pemutaran film Kucumbu Tubuh Indahku.

"Karena ranah Komisi Penyiaran lebih kepada pengawasan siaran televisi dan radio, agar tidak terjadi kesimpangsiuran KPID berharap LSF segera menindaklanjuti surat tersebut," kata Komisioner bidang Kelembagaan KPID Sumbar Jimmi Syah Putra Ginting di Padang, Kamis.

Ia menyampaikan diantara tugas dan kewajiban KPI adalah menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia, menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran.

Sehubungan dengan Film Kucumbu Tubuh Indahku yang tayang di bioskop, pengawasan konten film tersebut bukan kewenangan dari KPI, UU Penyiaran memberikan batas kewenangan pada KPI untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran yang menggunakan spektrum frekuensi yaitu televisi dan radio, ujarnya.

Oleh sebab itu, lanjut dia, Komisi Penyiaran secara kelembagaan tidak berwenang menilai apakah mengandung konten pornografi ataupun promosi LGBT.

Sebelumnya Wali Kota Padang Mahyeldi melayangkan surat kepada Lembaga Sensor Film berisi penolakan terhadap film Kucumbu Indah Tubuhku karya Garin Nugroho karena dinilai mempengaruhi cara pandang terhadap perilaku Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT).

"Konten film tersebut diduga bertentangan norma agama, sosial dan nilai budaya yang dianut masyarakat kota Padang," kata Wali Kota Padang Mahyeldi.

Menurut dia dalam rangka mewujudkan visi Kota Padang yang religius dan berbudaya pihaknya perlu melindungi masyarakat dari penyimpangan perilaku seksual.

Untuk itu pemerintah kota Padang menyatakan keberatan dan menolak penayangan film tersebut, ujarnya.

Selain itu Mahyeldi menyampaikan Kota Padang telah melakukan deklarasi penolakan LGBT bersama seluruh pemangku kepentingan yang ada di Kota Padang.

Selain mengirim surat kepada LSF juga ditembuskan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Gubernur Sumbar, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan KPID Sumbar. Red dari antaranews.com

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.