Selat Panjang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Riau menggagas pembentukan Kelompok Cinta Siaran Indonesia (KCSI) di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Pembentukan KCSI ini melibatkan mahasiswa dan perwakilan sejumlah organisasi.Kegiatan yang dilaksanakan di Kampus AMIK, Selatpanjang, pada Selasa (18/6/2019) dihadiri oleh ketua KPID Propinsi Riau, Falzan Surahman, Komisioner KPID, Asril Darma dan Wakil Direktur AMIK, Yeni Herayani, serta ratusan mahasiswa dan perwakilan sejumlah organisasi.

Komisioner KPID Riau, Asril Darma mengatakan, KCSI adalah kegiatan rutin yang digelar setiap tahunnya yang bergilir setiap kabupaten/ kota. Ini merupakan bentuk komitmen KPID dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari luberan siaran negara asing.

Dia juga mengatakan, pembentukan Keluarga cinta siaran Indonesia adalah kelompok yang dibentuk menjadi ujung tombak dari gerakan kampanye yang mendorong tumbuhnya rasa cinta terhadap siaran Indonesia."Ini sesuai dengan amanat Undang-Undang. Dimana ditegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak kewajiban dan bertanggung jawab dalam berperan serta mengembankan penyelenggaraan penyiaran nasional," ungkapnya.

Ditambahkan Asril, KPI merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang memiliki kewenangan untuk mengatur hal-hal mengenai penyiaran."KPI mengurus konten dalam setiap siaran, dimana akan terjadi bahaya jika suatu siaran tidak kita sikapi dengan cerdas. Selain itu kita mengawasi siaran, namun menyelesaikan secara aturan dan tidak mengikuti otoriter dari pimpinan lembaga penyiaran dan pihak lainnya," ujarnya.

Ketua KPID Propinsi Riau, Falzan Surahman mengatakan mahasiwa sebagai agen perubahan dituntut untuk kritis melakukan gerakan dan kritik terhadap penyiaran yang tidak mencerminkan jati diri bangsa. "Mahasiswa itu harus kritis dalam melihat penyiaran kita yang terkadang tidak mencerminkan jati diri bangsa, karena hal itu sangat berbahaya. Namun harus objektif, profesional dan tidak anarkis," ujar Falzan.

Ia juga mengajak masyarakat untuk lebih selektif memilih siaran TV yang sesuai nilai-nilai positif dan budaya yang ada di masyarakat saat ini tidak hilang."Saya meminta masyarakat dapat menyaring mana tayangan yang baik dan mana yang perlu diwaspadai, agar nilai positif saat ini tidak hilang. Sehingga kita bisa menikmati siaran yang berkualitas," ujarnya.

Menurutnya, banyak tayangan TV yang disiarkan oleh Televisi swasta di Indonesia tidak sesuai dengan budaya dan nilai-nilai yang ada di masyarakat, seperti sinetron yang banyak mempertontonkan gaya hidup hedonis."Gaya hidup hedonis seperti di Kota besar itu jelas tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia secara luas khususnya yang berada di perbatasan," ucap Falzan.

Sementara itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) AMIK Selatpanjang, Idris M Ali mengucapkan terimakasih kepada KPID Riau yang telah memberikan sosialiasi serta membentuk KCSI melalui pengkaderan dan membentuk komunitas. 

Menurutnya KPID sebagai lembaga penyambung lidah masyarakat yang bertugas untuk menjaga karakter dan jati diri bangsa dalam hal memilah siaran yang baik.Dia mengaku banyaknya siaran televisi yang kurang sesuai dengan pribadi dan gaya hidup bangsa Indonesia saat ini. 

Untuk itu dia berharap KPI dapat mengawal penayangan siaran yang sesuai dengan kondisi dan kepribadian bangsa, terutama di wilayah perbatasan. "Karena seperti yang terjadi saat ini masyarakat lebih familiar dengan tayangan TV dari negara tetangga Malaysia dan Singapura. Sebab jaringan TV Nasional belum dapat ditangkap," ujarnya.

Melalui kegiatan sosialisasi Keluarga Cinta Tayangan Indonesia ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat dalam memilih tayangan yang ideal dan baik konsumsi keluarga. "Kami harap dengan keberadaan KPID penguatan siaran Indonesia di wilayah perbatasan semakin terasa dan mampu menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap siaran Indonesia," ungkapnya. Red dari Goriau

 

Semarang – Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan peringatan Hari Penyiaran Nasional ke-86 tingkat Jawa Tengah, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah mengadakan Anugerah Penyiaran Jawa Tengah tahun 2019. Kegiatan ini dapat diikuti oleh seluruh lembaga penyiaran yang ada di wilayah Jawa Tengah. Peringatan Hari Penyiaran Nasional ke-86 ini mengambil tema “Penguatan Kearifan Lokal melaui Penyiaran di Era Disrupsi Digital”.

Tim dewan juri melakukan penilaian terhadap materi program yang telah dikirimkan lembaga penyiaran, sesuai kategori anugerah, Jumat (14/06/2019) di kantor KPID Jawa Tengah. Dewan juri Anugerah Penyiaran Jawa Tengah tahun 2019 tersebut terdiri dari AmirMachmud NS (Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Jawa Tengah), KH Achmad Darodji (Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah), Fuad Hidayat (Wakil Ketua Komisi A DPRD Jawa Tengah), Bona Ventura (Pemerhati Kebijakan Publik), dan Budi Setyo Purnomo (Ketua KPID Jawa Tengah).

Adapun kategori penganugerahan kali ini adalah, Lembaga Penyiaran (LP) Terbaik Bidang Kelembagaan, Iklan Layanan Masyarakat (ILM) Terbaik, Program Anak-anak Terbaik, Program Bincang-bincang (Talkshow) Terbaik, Program Feature Terbaik, Program Siaran Lokal TV SSJ Terbaik, dan Penyiar/Presenter Terbaik.

Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi sarana insan penyiaran dan seluruh stakeholder penyiaran di Jawa Tengah  untuk dapat lebih terpacu membuat program yang sehat dan berkualitas, serta tidak melupakan kearifan lokal.

Pengumuman peraih anugerah akan dibacakan pada acara Malam Puncak Anugerah Penyiaran Jawa Tengah tahun 2019, Sabtu, 22 Juni 2019, di Central Garden Lor In Solo. Red dari KPID Jateng

 

Purwokerto - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah mengaku banyak menerima pengaduan dari masyarakat terkait dengan program siaran televisi.

"Aduan lebih sering langsung ke komisioner. Itu kebanyakan tayangan televisi, seperti ketidakberimbangan berita saat momen pemilu, tayangan pornografi, serta kata-kata kasar atau makian pada siaran variety show. Itu banyak sekali yang komplain," kata Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID Jawa Tengah, Dini Inayati.

Dia mengatakan itu usai mengisi acara Obrolan Warung Tarsun bersama KPID, Kesbangpol Provinsi Jateng dan praktisi penyiaran pada kegiatan literasi media dan gelar seni budaya dalam rangka memperingati Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) 2019 di GOR Satria Purwokerto, Minggu (16/6).

Menurut dia, ketika mendapatkan aduan dari masyarakat terkait keluhan program siaran televisi, KPID Jawa Tengah langsung menindaklanjuti secara cepat, kemudian membuat kajian dan mencari rekaman. 

Apalagi, 24 jam siaran televisi masuk server rekaman, sehingga KPI maupun KPID dapat langsung mencari jejak digitalnya, sepanjang pengadu memberikan informasi pengaduannya secara jelas, seperti nama televisi dan jam tayang siaran televisi.

"Bisa langsung kami cari. Nanti kami tayangkan kembali, kemudian kami kaji untuk mengetahui kemungkinan adanya pelanggaran dari program televisi tersebut," kata Dini. 

Apabila dari hasil kajian disepakati bahwa program siaran televisi yang diadukan benar-benar melanggar regulasi, maka akan dilakukan teguran secara tertulis untuk segera memperbaikinya. KPID juga akan mengawasi selama delapan hari.

"Kalau teguran ini tidak diperbaiki, kami panggil ke KPI untuk berkomitmen memperbaiki atau menghentikan program siaran televisi," katanya. 

Meskipun demikian, sampai saat ini KPID Jawa Tengah belum menerima pengaduan program siaran dari televisi lokal. Oleh karena itu, peran masyarakat penting untuk ikut mengawasi program siaran dari televisi lokal.

"Kalau lokal, kami agak kesulitan karena tayangannya tidak luas. Sampai sekarang ini jarang sekali masyarakat yang mengadukan televisi lokal. Kami berharap masyarakat bisa mengawasi televisi lokal," katanya. 

Dia menambahkan, acara off air dengan tema literasi media seperti ini, menjadikan momentum KPID mengajak masyarakat untuk mengawasi televisi dan menyalurkan hal-hal yang menurut mereka pelanggaran regulasi ke KPID. Red dari Suara Merdeka

 

Jakarta – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memberi apresiasi terhadap kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam pengawasan dan pemantauan siaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, sehingga jalannya kegiatan demokrasi lima tahunan tersebut berjalan aman. 

Hal itu disampaikan Anggota Komisi I DPR RI, Evita Nursanty, di sela-sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi I DPR RI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, KPI, Dewan Pers dan Komisi Informasi Pusat (KIP) dengan agenda utama pembahasan PAGU indikatif tahun anggaran 2020 di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Selasa (18/6/2019).

Evita mengatakan, KPI dapat melaksanakan program kegiatannya dengan baik meskipun anggaran yang dimiliki tidak besar. Menurut dia, anggaran yang dimiliki KPI masih sangat kecil dan konvensional, namun dengan anggaran kecil itu KPI tetap dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. 

“Saya sangat senang dengan jalannya pemilihan umum kemarin karena KPI cukup baik menjalankan fungsinya mengamankan Pemilu  tersebut. Kita berharap KPI dapat menjadi seperti KPK di masa mendatang,” puji Evita.

Namun demikian, Evita meminta KPI untuk meningkatkan pengawasannya terhadap siaran-siaran yang tidak sesuai etika dan nilai keberagaman bangsa ini. “Isu soal siaran bermuatan aliran radikal, ekstrim dan keras harus diperhatikan lagi ke depannya,” pintanya kepada perwakilan KPI yang hadir diantaranya Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, serta Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, Dewi Setyarini, Mayong Suryo Laksono, Nuning Rodiyah, Hardy Stefano serta Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang. 

Pernyataan senada dengan Evita turut disampaikan Anggota Komisi I DPR, Nico Siahaan. Menurut politikus dari Fraksi PDI Perjuangan ini,  KPI harus mengambil sikap tegas terhadap siaran yang bertolak dengan kebhinekaan negeri ini. “Kita berharap banyak dengan KPI mengenai siaran yang isinya bertolak dengan semangat pesatuan kita. Kita harus menyikapi hal itu,” katanya.

Terkait pengawasan Pemilu 2019 lalu, apresiasi juga disampaikan Anggota DPR Andreas Hugo Pariera. Menurutnya, KPI Pusat dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) sangat serius melakukan menjalankan fungsi dalam kegiatan tersebut. Koordinasi dengan pihak terkait seperti KPU dan Bawaslu  di daerah intensif dilakukan agar jalannya Pemilu berlangsung sesuai harapan. “Ketika kami ke daerah, kami lihat kerja mereka serius,” tambahnya.  

Sebelumnya, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menyampaikan PAGU indikatif KPI Pusat tahun anggaran 2020. Dia juga menyampaikan beberapa program prioritas KPI pada tahun depan antara lain pengawasan dan pemantauan siaran Pemilukada Serentak tahun 2020 di sejumlah daerah dan sejumlah program regular yang menjadi kegiatan rutin KPI Pusat. ***

 

Banyumas – Sensor tayangan di televisi tak harus mengandalkan lembaga sensor yang ada. Peran sensor itu dapat dimulai dari masyarakat dengan kemampuan memilihkan tayangan yang pantas untuk keluarga khususnya anak-anak. 

Hal itu disampaikan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah Asep Cuwantoro, di sela acara Nonton Bareng Layar Tancap dan Pertunjukan Rakyat di Desa Baseh, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas, Sabtu (15/6/2019) malam. Kali itu, Asep menyempatkan ‘manggung’ di tengah penampilan guyon maton dari Warung Ndeso, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai tayangan televisi di Indonesia.

Menurutnya, saat ini masih ada tayangan di televisi yang kurang pas disaksikan anak-anak. Asep menunjuk contoh, sinetron dengan adegan kekerasan, tayangan musik dengan goyangan yang aduhai, bahkan film anak-anak atau kartun pun ada yang meloloskan adegan pukul-pukulan.

Pria itu mengibaratkan, jika dulu para pendahulu menghadapi penjajahan dari bangsa lain, namun sekarang justru masyarakat Indonesia seolah dijajah media. Semua produk yang dipakai oleh masyarakat adalah hasil pengaruh dari media.

“Saat ini kita dijajah oleh media, bukan bedil lagi. Dari ujung rambut sampai ujung kaki dipengaruhi oleh media,” ungkapnya.

Pada kesempatan itu, Asep mengajak masyarakat Desa Baseh untuk lebih cerdas dan selektif dalam memilih tayanyan yang layak dikonsumsi, khususnya bagi anak-anak. Hindari tontonan yang saru dan mengandung unsur sadis.

“Ini harus kita sadari, Bapak dan Ibu yang ada di desa ini jangan sampai menjadi korban media. Jadilah masyarakat yang cerdas dalam mengonsumsi media,” jelasnya.

Besarnya pengaruh media disadari oleh Dumini (36), warga Desa Baseh. Ibu dari dua anak ini merasa diingatkan jika tayangan televisi bisa berbahaya, terutama untuk anak bungsunya Indi (7), termasuk pada film kartun yang sangat disukai putrinya. Sehingga Dumini berinisiatif mendampingi putrinya.

“Jadi tau kalau ternyata tayangan di televisi itu ada unsur bahayanya, walau di film kartun. Harus didampingi dan dikasih tahu mana yang baik dan tidak,” ungkap Dumini.

Sementara, Suimah (47) justru mengungkapkan kesulitannya menyuruh anaknya untuk belajar di malam hari ini. Sebab, masih ada film kartun yang tayang di malam hari. Dia berharap adanya pembatasan waktu tayang tontonan anak-anak.

“Anak saya sukanya Upin Ipin, bagus sih, agak mendidik, cuma tayangnya ada yang mulai maghrib sampai malam. Apalagi ada salah satu channel kartun (tayang) terus sampai malam,” ungkapnya.

Komisoner KPI Pusat Dewi Setyarini mengapresiasi kegiatan sosialisasi semacam itu. Tak hanya mengedukasi, tapi juga menjaga kearifan lokal. Tayangan di televisi dan radio pun diharapkan bisa mengangkat kearifan lokal menjadi global. Terlebih di era globalisasi saat ini, di mana suatu tayangan tidak hanya bisa dinikmati oleh daerah tertentu saja.

“Penyiaran kita harus menjadi tonggak budaya lokal menjadi budaya global. Seperti budaya Banyumas dengan ngapaknya bukan berarti menjadikan minder, tapi bisa menjadi totonan yang menarik. Terlebih tayangan lokal bisa didengar dan dilihat oleh siapa saja di seluruh dunia melalui streaming,” tandas Dewi. Red dari Diskominfo Jateng

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.