Jakarta -- Perkembangan teknologi berdampak besar pada perubahan perilaku masyarakat dalam mengakses informasi. Pada tahun 2002, saat Undang-Undang Penyiaran ditetapkan, konsumsi informasi masyarakat sangat tinggi melalui radio dan televisi. Bahkan, televisi saat itu menjadi keluarga baru yang tidak disadari kehadirannya.

“Radio dan Televisi waktu itu ada di dalam ruangan rumah kita. Ia seperti keluarga baru yang tidak disadari kehadirannya. Kadang, komunikasi antar keluarga tampak lebih kecil daripada menghabiskan nonton televisi,” ucap Agung Suprio saat menjadi Narasumber Webinar Pekan Komunikasi 2021 Institut Bisnis dan Informatika Kasogoro, Sabtu (10/4/2021).

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat ini juga menyampaikan, bahwa era revolusi 4.0, medium informasi kian beragam, bahkan lebih canggih daripada sebelumnya. “Ia tidak hanya menjadikan khalayak sebagai konsumen, tetapi juga produsen konten, lalu menstribusikannya sendiri,” lanjutnya.

Dengan kemudahan ini, Agung mengajak kaum millenial dapat mengambil peran menjadi konten kreator yang menyampaikan pesan-pesan positif serta berkolaborasi untuk menyebarkannya. 

“Kita perlu kolaborasi, saling follow atau reshare pesan-pesan bekualitas, tidak kaleng-kaleng dan edukatif. Hindari pesan-pesan yang memicu sentiment SARA dan  hoaks,” tutupnya.*/Met/Foto: Tedy

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan menjatuhkan sanksi teguran kepada program siaran “Rumpi No Secret”  yang ditayangkan Trans TV. Program ini dinilai telah melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 tentang kewajiban menghormati hak privasi dan perlindungan terhadap anak dalam isi siaran. 

Hal itu ditegaskan KPI dalam surat teguran pertama untuk program bergenre infotainmen itu. Surat teguran telah dilayangkan ke Trans TV, beberapa waktu lalu. Dalam surat dijelaskan secara rinci pelanggaran “Rumpi No Secret” yang terjadi pada tanggal 1 Maret 2021 pukul 14.05 WIB lalu. Ada 9 (sembilan) pasal yang dilanggar oleh program tersebut.

Adapun bentuk pelanggarannya berupa pernyataan narasumber a.n. Yunita Lestari yang mengungkapkan kekesalannya terhadap Daus Mini dan istrinya seperti, tentang uang bulanan yang mula-mula berkurang hingga tidak diberikan uang bulanan oleh Daus Mini, termasuk disebutkan besaran dari uang bulanan tersebut, dan keinginan istri Daus Mini untuk melakukan tes DNA terhadap anaknya. Dalam tanya jawab tersebut host juga meminta menjelaskan besaran dari uang bulanan tersebut.

Menurut Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, pernyataan yang ditayangkan dalam program tersebut dinilai tidak mengindahkan ketentuan tentang penghormatan privasi seseorang dalam isi siaran. Ungkapan kekesalan yang disampaikan pun dinilai ingin merusak reputasi seseorang (objek) dan hal ini tidak disarankan untuk ditayangkan.

“Program siaran itu wajib menghormati hak privasi dalam kehidupan pribadi objek isi siaran. Dalam P3SPS memang boleh menyiarkan masalah kehidupan pribadi tetapi tidak untuk berniat merusak reputasi objek yang disiarkan,” jelas Mulyo.

Selain itu, dengan label klasifikasi R (remaja) yang disandang “Rumpi No Secret” semestinya tunduk pada ketentuan tentang penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara. “Karena program ini diklasifikasi R maka konten-konten menyangkut persoalan pribadi yang tidak memberikan nilai edukasi serta manfaat bagi remaja seharusnya tidak perlu ada atau disiarkan. Remaja yang dalam masa pertumbuhan, baik secara fisik dan psikologis, mestinya disuguhkan konten-konten yang penuh nilai dan edukasi,” tegas Mulyo.

Terkait hal itu, Mulyo mengingatkan Trans TV dan seluruh lembaga penyiaran untuk lebih jeli dan memperhatikan aturan tentang perlindungan anak dan remaja dalam siaran. Menurutnya, program siaran dengan klasifikasi R harusnya mendorong remaja belajar tentang perilaku-perilaku yang baik dan sejalan dengan nilai dan norma yang  berlaku. 

“Kita jangan mengajarkan mereka hal yang tidak pantas atau juga yang membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” tandasnya. ***

 

 

 

Jakarta -- Perkembangan teknologi informasi telah menghantarkan masyarakat memasuki era disrupsi informasi. Lewat berbagai aplikasi berbasis internet hadir jutaan informasi dalam satu menit. Saat ini, dengan perangkat canggih tersebut, siapapun dapat memproduksi informasi, melakukan edit atau mereproduksi, serta menyebarkan informasi. 

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, dalam diskusi virtual dengan tema “Pengawasan KPI Makin Luas. Benar Ga Sih?” yang diselenggarakan Fakultasi Komunikasi, Universitas Mataram (Unram), Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (5/4/2021).

Dia menjelaskan, media internet yang juga dikenal dengan media baru memiliki karakteristik yang berbeda dengan media lama seperti TV dan radio. Melalui internet, seluruh  informasi dapat diperoleh dan disebarluaskan tanpa mengenal batas waktu dan tempat. “Bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun. Informasi yang dibuat di Mataram, bisa diakses sampai ke luar negeri. Bahkan informasi melalui internet juga dapat diulang-ulang,” kata Hardly. 

Kondisi ini, lanjut Hardly, berbeda dengan karakteristik informasi yang disampaikan lewat TV dan radio. Pasalnya, tidak semua orang dapat menjadi pembuat informasi. Selain itu, untuk mengakses informasi di media ini terbatas waktu dan tempat karena sesuai dengan wilayah dan waktu siaran. “Kalaupun ada konten TV yang viral, hal itu terjadi karena menggunakan media baru,” tambahnya. 

Jika melihat dari karakteristik media lama dan media baru, Hardly menilai bahwa cakupan sebaran dan dampak informasi dari media baru jauh lebih luas dibandingkan media lama. Termasuk jika terdapat konten negatif. Adapun pada media lama, bila terdapat konten negatif segera dapat dicegah untuk tidak disiarkan lagi. “Pada media baru, konten negatif dapat tersebar luas secara cepat. Bahkan, dapat dimungkinkan editing untuk semakin mengekspose hal-hal negatif tersebut,” katanya.

Terkait produksi program siaran TV, Hardly mengatakan ada kemungkinan terjadinya kelalaian pembuat program sehingga muncul muatan konten negatif yang dimanfaatkan media baru. 

“Misalnya terdapat adegan berciuman. Biasanya kelalaian tersebut dengan durasi pendek kurang dari 1 menit. Namun dengan proses editing pada media baru, maka kelalaian 1 menit tersebut bisa diulang-ulang sampai 5 menit. Dan bukan itu saja, konten negatif tersebut kemudian diviralkan, seolah-olah hal itu merupakan keseluruhan program siaran TV,” jelas Hardly.

Mengatur media baru dan literasi

Dalam kesempatan itu, Hardly menilai, semua media, baik media lama maupun yang baru, memiliki potensi memberi dampak positif dan negatif. Namun hingga saat ini, pengaturan dan pengawasan secara ketat hanya dilakukan pada media lama, dalam hal ini TV dan radio. Pengaturan dan pengawasan ini menjadi tugas dan kewenangan KPI.

“Adapun untuk media baru, dimana terdapat berbagai aplikasi di internet yang dapat digunakan oleh siapa saja untuk membuat, mengedit dan menyebarluaskan konten, ternyata belum memiliki pengaturan dan pengawasan yang memadai,” ungkap Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan ini.

Melihat perkembangan dan dampak dari media baru, Hardly menilai perlu adanya pengaturan dan pengawasan oleh lembaga independen sebagai representasi civil society. “Hal ini untuk memastikan terjaminnya kebebasan berpendapat, berekspresi, membuat dan mendapatkan informasi, namun tetap berada pada koridor norma dan regulasi yang berlaku di Indonesia,” katanya.

Hardly juga menyampaikan bahwa yang menjadi tantangan ke depan saat ini adalah bagaimana mengarahkan masyarakat, apakah bergerak ke arah masyarakat yang informatif atau disinformatif. Ketika setiap orang dapat memilah dan memilih, saring sebelum sharing, hal ini menyebabkan informasi yang beredar adalah informasi yang benar dan memberi inspirasi positif. 

“Ini artinya kita sedang menuju tatanan masyarakat informatif. Sebaliknya jika informasi yang lebih banyak beredar, dipercayai dan disebarluaskan adalah informasi palsu dan memberi inspirasi negatif seperti perpecahan dan konflik, meskipun ada informasi yang berlimpah, kita sedang bergerak ke arah tatanan masyarakat disinformatif,” tambah Hardly. 

Untuk mendorong masyarakat agar bergerak ke arah tatanan informatif, selain regulasi adalah literasi. Menurut Hardly, masyarakat harus senantiasa mendapat pencerahan agar kritis dalam menggunakan media. “Masyarakat harus senantiasa didorong mencari, membuat dan menyebarluaskan informasi yang berkualitas. Apapun media yang digunakan, baik radio, TV maupun internet,” tandasnya. ***/Foto: Agung R

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Selatan (Kalsel) menyiapkan program kegiatan literasi di sejumlah kabupaten di wilayah provinsi tersebut. Rencananya, salah satu topik kegiatan literasi ini membahas persiapan menghadapi migrasi dari siaran analog ke digital. 

“Kami mengagendakan literasi di 4 (empat) kabupaten dan salah satu topik literasinya soal migrasi digital. Karena itu, kami minta bahan-bahan literasi kepada KPI Pusat untuk kegiatan ini,” kata Ketua KPID Kalsel, Ahmad Syaufi, saat berkunjung ke KPI Pusat, Selasa (6/4/2021).

Syaufi juga menyampaikan persiapan lembaga penyiaran lokal di Kalsel menghadapi alih teknologi tersebut. Menurutnya, ada kemungkinan lembaga penyiaran lokal di tempatnya mengalami kesulitan menghadapi migrasi yang akan jatuh pada November tahun depan. 

“Kami belum siap untuk siaran digital mengingat kekuatan lembaga penyiaran local kami dalam menyewa mux,” ungkap Syaufi. 

Dalam kesempatan itu, Dia menyampaikan kondisi KPID Kalsel saat ini yang tengah berada dalam masa transisi. Proses pemilihan Anggota KPID Kalsel periode berikutnya sedang berjalan. “Proses seleksi komisioner sedang berjalan,” tambah Syaufi.

Terkait kesulitan LP lokal menghadapi transisi ke digital, Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, mengusulkan seluruh komponen TV lokal di Kalsel agar bekerjasama dengan Lembaga Penyiaran Publik TVRI. Menurutnya, LP lokal bisa menghemat biaya operasionalnya dengan menyewa MUX yang dipegang TVRI. 

“Anggarannya lebih murah dan semoga TVRI bisa membantu televisi-televisi daerah ini,” katanya. ***/Foto: Agung R

 

 

Surakarta - Puncak Peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-88 diselenggarakan di Auditorium Sarsito Mangunkusumo, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI), 1 April 2021. Pemilihan lokasi puncak peringatan ini, tak lepas dari nilai kesejarahan gedung LPP RRI yang awalnya merupakan studio Solosche Radio Vereniging (SRV) yang kemudian diserahkan Mangkunegara VII sebelum kemerdekaan.

Dalam puncak peringatan Harsiarnas ini, hadir Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Platte, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Walikota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, dan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio beserta jajaran komisioner KPI yang lain. Yang menarik dari puncak Harsiarnas tahun ini, kehadiran para pejabat negara akan dikemas dalam tayangan televisi berjudul SKETSA yang bernuansa budaya dan disiarkan langsung di stasiun TV induk jaringan. 

Menurut Ketua Pelaksana Harsiarnas, Hardly Stefano Pariela, tayangan SKETSA akan menempatkan para pejabat negara berperan sebagai tokoh-tokoh dalam kisah pewayangan khas Jawa. Akan ada yang berperan sebagai tokoh punakawan seperti Semar dan Petruk, ada pula yang menjadi Arjuna, ujar Hardly. Dalam SKETSA ini mengisahkan tentang goro-goro yang terjadi di bumi Amarta lantaran terserang pagebluk atau pandemi sehingga membutuhkan bantuan nasehat dari para punakawan. 

Hardly menjelaskan, makna dari tayangan SKETSA di puncak peringatan Harsiarnas adalah pentingnya kolaborasi antar semua pihak untuk menyelesaikan masalah pandemi di negeri ini. Iman, Aman, Imun, dan Vaksin merupakan penanganan pribadi untuk mencegah tertular virus. Namun yang tak kalah penting juga adalah menggalang solidaritas sosial termasuk dengan Gerakan Jogo Tonggo atau Gerakan Saling Menjaga. Hardly mengatakan, dunia penyiaran juga harus ikut dalam kolaborasi besar mendukung program pemerintah dalam mengatasi pandemi. Apalagi dunia penyiaran memiliki fungsi perekat sosial untuk membangun solidaritas sosial antar masyarakat. 

Presiden Joko Widodo yang turut hadir secara virtual dalam puncak peringatan Harsiarnas, berkesempatan menyapa segenap insan penyiaran serta seluruh masyarakat Indonesia. Dalam acara yang disiarkan langsung oleh Trans Tujuh ini, Presiden menyampaikan tentang tantangan pengelolaan informasi yang berlimpah saat ini.  Setiap orang dapat dengan cepat memperoleh, memproduksi serta menyebarluaskan informasi. 

Pentingnya keterbukaan dan ketepatan informasi ini, menurut Presiden, dialami betul dalam kondisi pandemi covid-19. Keterbukaan informasi menjadi salah satu faktor kesuksesan penanganan pandemic. “Alhamdulillah, dengan informasi yang terbuka, transparan, akuntabel dan bertanggung jawab, serta kerja sama semua pihak kita dapat segera membuat situasi kondusif dan terukur dan pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat. Masyarakat juga dapat memahami dan menghadapi pandemi ini dengan informasi yang baik,” ucap Presiden. Diakui pula olehnya, keterbukaan informasi saat ini turut mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi. 

Presiden menyampaikan terima kasih kepada KPI, pemerintah dan lembaga penyiaran baik di pusat dan daerah, yang telah bekerja sama menyajikan informasi aktual sejak awal tentang penanganan pandemic. “Melalui sosialisasi disiplin menjalankan penegakan protokol kesehatan serta vaksinasi kepada seluruh masyarakat,” ujarnya. 

Presiden juga mengatakan, pengawasan oleh KPI harus dilakukan secara berimbang. “Kita harus sama-sama menjaga agar masyarakat memperoleh informasi yang berkualitas dan edukatif. Meningkatkan literasi informasi kepada masyarakat dan mengembangkan kanal-kanal baru yang kreatif agar diminati masyrakat untuk mendapatkan informasi yang sehat dan akurat,” tambahnya. 

Dalam kesempatan ini, Presiden Joko Widodo yang juga menjadi salah satu tokoh penting dalam melahirkan Hari Penyiaran Nasional di tahun 2010 menegaskan, kita harus bersama membuat dunia penyiaran menjadi lebih baik dari berbagai aspek . Baik itu aspek konten ataupun aspek industry. Menurutnya, agar tumbuh semakin baik, masyarakat pun harus semakin cerdas mengawasi dan menyikapi informasi, serta regulator dan pengawas yanjg lebih kuat dalam menjalankan tugas dan fungsinya. 

Kepala Negara meyakini, dengan dengan penataan ekosistem penyiaran yang berkelanjutan, industri penyiaran Indonesia semakin tangguh. “Semakin dinikmati masyarakat dengan tampilan konten yang berkualitas dan mencerdaskan,” pungkasnya. */Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.