Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus membangun sistem pemantauan atau pengawasan isi siaran yang sejalan dengan kemanjuan teknologi. Pengawasan yang baik dan terukur disertai dengan kombinasi teknologi yang berkembang akan memberikan kepercayaan masyarakat terhadap hasil dari pengawasan tersebut.

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, pada saat menjadi narasumber kegiatan diskusi yang diselenggarakan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI), beberapa waktu lalu. 

Menurut Andre, panggilan akrabnya, KPI telah melakukan berbagai upaya dalam mengembangkan skema pengawasannya dari waktu ke waktu. “Pada 2011, pemantauan KPI sudah masuk dalam pengawasan berdurasi 24 jam dengan jumlah tenaga pemantau sebanyak 114 orang yang dibagi menjadi 4 shift setiap harinya. Kemudian hal it uterus kami tingkatkan untuk menutup adanya kekurangan, mulai dari teknologi yang masih kurang memadai hingga lainnya," katanya.

Saat ini, teknologi telah mengalami transformasi sehingga cara pengawasan lama dengan mencatat seperti yang terjadi pada 2011 sudah tidak ada. “Saat ini, memantau dan mencatat potensi pelanggaran via digital. Hal ini menjadi kekuatan kami untuk mengawasi konten penyiaran. KPI dengan sistem alur pemantauan, dan diarahkan ke visual data untuk mengidentifikasi adanya sebuah pelanggaran," ujar Andre.

Dia juga menjelaskan mekanisme penjatuhan sanksi atas adanya potensi pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran. "Setelah memperoleh data pelanggaran, Komisioner KPI akan melaksanakan rapat pleno yang juga dihadiri tim dari bagian isi siaran dan bagian hukum KPI untuk melihat sejauh mana pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran berdasarkan P3SPS," katanya.

Dalam kesempatan itu, Andre mengatakan pihaknya (KPI) tidak semata- mata hanya mencari kesalahan saja. Namun, KPI juga memiliki program yang bekerja sama dengan Bappenas untuk mengapresiasi isi konten penyiaran Indonesia dengan Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi. Riset ini bekerja sama dengan 12 perguruan tinggi negeri di Indonesia. 

"Artinya bukan KPI yang berbicara, melainkan 12 perguruan tinggi negeri di Indonesia yang melakukan riset berdasarkan sample tayangan yang KPI berikan," tutup Andre. ***

 

Jakarta - Prinsip perlindungan anak dan remaja harus senantiasa dikedepankan oleh lembaga penyiaran dalam setiap program siaran yang dihadirkan ke tengah publik. Dalam program sinetron misalnya, jangan menjadikan perundungan anak sebagai sebuah materi cerita.  Untuk program talkshow, lembaga penyiaran baik televisi atau pun radio jangan menjadikan anak sebagai narasumber untuk masalah yang di luar kapasitasnya. Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah menyampaikan hal tersebut, usai dialog bersama Swara Milenial , di kawasan Raden Saleh Jakarta Pusat, (4/5). 

Terkait sinetron, secara khusus Nuning mengingatkan bahwa program ini memiliki rating share yang sangat tinggi di antara program lain di televisi. “Artinya, sinetron ditonton lebih banyak dibanding program lain,” ujarnya. Jika muncul materi perundungan anak dalam jalan cerita di sebuah sinetron, apalagi yang tayang  masih di jam anak dan remaja, dapat memberikan inspirasi bagi anak-anak untuk melakukan perundungan. “jangan sampai anak-anak belajar membully teman-temannya, dari adegan sinetron di televisi,”tegasnya. 

Dalam catatan di KPI Pusat, sanksi yang dilayangkan KPI Pusat pada televisi dan radio untuk program jurnalistik, didominasi pelanggaran P3 &SPS atas ketentuan perlindungan anak dan remaja. Diantaranya yang menampilkan identitas anak yang terlibat perkara kejahatan, secara tidak langsung. Nuning mengingatkan, dalam ketentuan di P3 & SPS ada kewajiban menyamarkan identitas anak yang merupakan korban atau pelaku kejahatan seksual. “Harus dapat dipastikan tidak ada ekspos atas identitas anak, baik itu data pribadinya secara langsung, data keluarga, sekolah atau pun hal terkait lain yang dapat mengungkap jati dirinya,” ujar Nuning. 

Komisioner bidang kelembagaan ini merasa perlu kembali mengingatkan catatan ini kepada lembaga penyiaran, karena P3 &SPS KPI tahun 2012 memang memiliki semangat perlindungan terhadap kepentingan anak dan remaja. Banyaknya batasan yang dibuat memang merupakan upaya kita melindungi masa depan anak-anak, baik yang menjadi pelaku atau pun korban kejahatan. Kita tentu berharap bagi anak-anak tersebut, pelaku sekali pun, masih punya kesempatan memiliki masa depan yang lebih baik. Karenanya, jangan bunuh masa depan mereka dengan mengekspos identitasnya di ruang publik, pungkasnya.

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berencana membuka kesempatan kepada lembaga penyiaran radio untuk ikut berkompetisi dalam ajang Anugerah Syiar Ramadan (ASR) 2021 (1442 H). Anugerah yang rutin diselenggarakan setiap tahun ini dan bekerjasama dengan Kementerian Agama, Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan berlangsung dalam waktu dekat usai bulan Ramadan. 

Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, dalam kegiatan evaluasi dan diskusi terpumpun (FGD) Pra Anugerah Syiar Ramadan 2021/1442 H yang berlangsung di Sentul, Bogor, Rabu (6/5/2021).

“Kami akan memberi kesempatan untuk radio berjaringan dan lokal untuk ikut terlibat dalam Anugerah Syiar Ramadan 2021. Selama ini, hanya TV berjaringan saja yang ikut dalam kompetisi ini. Rencananya, kami akan membuat beberapa kategori program radio seperti program ramadan kreatif dan program dakwah untuk kompetisi ini,” kata Mulyo Hadi.

Untuk itu, lanjut Mulyo, pihaknya akan melakukan pembahasan internal untuk memutuskan keterlibatan radio dalam kompetisi Anugerah. “Kami berharap kepada seluruh KPID untuk ikut melakukan pengawasan pada radio dan memberi masukan dan bahan kepada KPI Pusat untuk radio yang akan ikut serta dalam anugerah syiar ramadan tahun ini,” pintanya. 

Mulyo juga menyampaikan, tahun ini terjadi peningkatan jumlah program siaran khusus Ramadan di stasiun TV. Jika dibanding dengan tahun sebelumnya, peningkatan jumlah program khusus ramadan mengalami kenaikan signifikan. 

“Pada tahun lalu ada 74 program Ramadan yang tayang selama satu bulan. Beberapa dari jumlah tersebut juga merupakan program rerun dan repackage. Maklum kondisi awal pandemi, stasiun televisi masih mengalami guncangan karena harus mengurangi crew produksi. Berdasarkan data pemantauan dan hasil cross check ke 18 stasiun TV berjaringan, pada ramadan tahun 2021 ini ada 89 program acara berbuka dan 62 program acara untuk sahur. Jika ditotal pada tahun ini ada 151 program acara ramadan,” ungkap Mulyo. 

Direktur Penerangan Agama Islam Direktorat Jenderal Bimbangan Masyarakat Islam Kemenag, Juraidi, menyambut sinergi antara pihaknya, KPI dan MUI dalam upaya mengembangkan dan membina media dalam bentuk apresiasi. Menurutnya, kegiatan Anugerah Syiar Ramadan merupakan salah satu bentuk upaya pembinaan tersebut.

“Kita perlu bersinergi dalam hal pembinaan, misalnya ada evaluasi tehadap lembaga penyiaran yang kita anggap aplikatif dalam tanda petik. Jika kita besinergi diharapkan dapat lebih baik lagi keberhasilannya,” katanya. 

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal MUI Pusat, Asrori S. Karni mengatakan, anugerah ini dalam upaya meningkatkan kualitas program siaran Ramadan di lembaga penyiaran. Menurutnya, pemantauan siaran Ramadan sudah dilakukan pihaknya sejak tahun 2007. 

“Kami berterimakasih kepada KPI yang sudah memfasilitasi pertemuan dengan pimpinan lembaga penyiaran di pertengahan ramadan kemarin. Kita sudah menyampaikan pantauan ramadan dan sudah ada perbaikan tapi ada juga yang sudah mendapat kritikan serius tapi tidak juga melakukan perbaikan,” katanya. 

Deputi Pengembangan Pemuda Kempora, Asrorun Ni’am menambahkan, pihaknya akan memberi apresiasi kepada pemuda dan pemudi yang memberi inspirasi positif bagi perkembangan anak muda. Menurutnya, kegiatan Anugerah Syiar Ramadan ini bagian dari stimulasi untuk para pemuda di tanah air. ***

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan integrasi data dalam aplikasi penyiaran bernama “SMILED” yang akan memudahkan masyarakat khususnya industri penyiaran dalam membuat konten siaran yang tepat sasaran. SMILED singkatan dari Sistem Managemen Informasi Lembaga Direktori.

Rencana tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, dalam acara diskusi terpumpun terkait “Integrasi Data KPI-BPS dan Sosialisai Aplikasi SMILED” yang berlangsung di Serpong, Banten, beberapa waktu lalu.

“Dengan integrasi data KPI dan BPS diharapkan dapat memudahkan lembaga penyiaran ketika akan membuat siaran. Mereka akan dapat melihat segmentasi atau kebutuhan siaran hanya dengan melihat data tersebut. Seberapa banyak jumlah penduduknya. Jadi, kami akan memberikan usulan ke Kementerian Kominfo untuk membuka izin siaran bagi lembaga penyiaran di wilayah tersebut,” jelas Agung. 

Menurutnya, data yang hadirkan KPI dan BPS dalam aplikasi tersebut mencakup televise komunitas, televise berjaringan dan berlangganan serta lembaga penyiaran radio. Dalam aplikasi akan muncul jumlah lembaga penyiaran, segmentasi siarannya, format siarannya. “Aplikasi ini akan menyampaikan data BPS tentang kependudukan  mulai dari usia, jenis kelamin, agama dan lainnya. Sangat lengkap, jadi betul-betul menggambarkan kependudukan di daerah,” tambah Agung. 

Selain untuk siaran TV, aplikasi ini juga akan banyak memberi keuntungan bagi radio. Agung menegaskan dengan jumlah radio yang melimpah, adanya sebuah data terintegrasi menjadi sangat penting. 

“Aplikasi ini juga akan sangat membantu lembaga penyiaran untuk membuat iklan dalam arti dengan hanya melihat data kependudukan tersebut, maka lembaga penyiaran akan menyesuaikannya. Aplikasi SMILED ini juga mengakomodir siaran streaming radio, sehingga memungkinkan radio tersbeut bisa tetap eksis dan membuka peluang bisnis atau profit,” jelas Agung Suprio.

Sementara itu, Direktorat Diseminasi Statistik BPS, Pudji Ismartini, mengatakan aplikasi ini sangat diperlukan untuk menyusun strategis pemasaran dan kebutuhan pengembangan lembaga penyiaran. Menurutnya, data ini akan sangat spesifik karena informasi yang disampaikan sangat lengkap terkait kependudukan, ekonomi, perdagangan, pertanian. Kalo KPI ini saya lihat untuk melihat data kependudukan. 

Saat ini, lanjut Pudji, BPS memiliki aplikasi yang berisikan info grafis, tabel, publikasi kependudukan, indikator-indikator strategis dan produk-produk. Data BPS mencakup seluruh wilayah Indonesia, mulai dari kabupaten hingga provinsi. 

Dia juga menyampaikan pihaknya memiliki data pembanding antar wilayah jadi dapat dimanfaatkan dalam sistem SMILED. "Sensus penduduk tahun 2020 di saat pandemi tetap dilakukan sensus. Tahun ini menjadi awal untuk melakukan pendataan lagi. Tabel jumlah penduduk, jenis kelamin, jumlah penduduk klasifikasi generasi. Nah, klasifikasi generasi bisa digunakan KPI untuk melihat peluang strategis dalam dunia penyiaran,” kata Pudji. 

Dalam kesempatan itu, Pudji mengusulkan adanya pemetaan dari kebutuhan KPI. Karenanya dia menilai perlu ada pembicaraan teknis oleh tim IT KPI dan tim IT BPS dalam hal penarikan data melalui API. ***/Foto: AR

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai perlu upaya bersama menanggulangi bahaya paham radikal dengan mengajak generasi muda untuk terlibat aktif meminimalisir penyebaran paham tersebut di masyarakat. Upaya penanggulangan paham-paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila ini dapat dilakukan melalui literasi secara berkelanjutan.

Pendapat tersebut disampaikan Komsioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, dalam acara bincang milenial bertema “Penanggulangan Radikalisme di Kalangan Generasi Muda melalui Literasi Media” yang digelar Swara Milenial Indonesia (SMI) di Upnormal Coffee, Kawasan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Selasa (04/05/2021). 

“Generasi muda atau milenal dapat menjadi agen-agen literasi lalu memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya dari paham ini yang informasinya banyak bersliweran di media sosial,” kata Nuning usai acara tersebut.

Menurut Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini, pesebaran informasi mengenai paham radikalisme melalui media sosial di masyarakat sangat cepat dan massif. Hal ini bertolak belakang dengan informasi yang berasal dari lembaga penyiaran yang memang secara aturan lebih ketat dan terawasi. 

“KPI sebagai lembaga yang mengawasi isi siaran di lembaga penyiaran tidak akan membiarkan paham tersebut ada dalam siaran. Tahun 2013 ada penayangan muktamar khilafah di TVRI, kemudian disusul kejadian 2018 tentang vonis terhadap Aman Abdurrahman, dan aksi penusukan Menkopohukam pada 2019 lalu. Dari beberapa peristiwa tersebut KPI melakukan penegakan regulasi dan juga mengambil langkah pencegahan agar tayangan yang ditampilkan di lembaga penyiaran tifak memicu dampak yang meluas dari aksi-aksi radikalisme dan terorisme. Kini nyaris stasiun televisi tidak lagi menyiarkan tayangan serupa, yang berpotensi propaganda ajaran agama atau aliran tertentu. Kalaupun ditemui sangat sedikit sekali dan dikemas dalam kemasan informasi yang selalu disandingkan dengan memberikan kontra narasi atas rasikalisme dan terorisme,” ujar Nuning.

Berdasarkan UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 36 bahwa isi siaran dilarang berisikan hal sifatnya menghasut, menyesatkan dan/atau bohong, menonjolkan unsur kekerasan, mempertetangkan suku, agama, ras, dan lain-lain.

Nuning menegaskan, jika ditemukan masih terdapat lembaga penyiaran yang melanggar ketentuan tersebut, maka KPI akan langsung memberikan sanksi. “Karenanya, literasi sangat penting agar masyarakat dapat cerdas memilih dan memilah informasi yang didapat. Jangan hanya masyarakat menerima begitu saja informasi yang ada di media sosial,” kata dia.

Dalam kesempatan itu, Anggota DPR RI fraksi PPP yang juga Ketua Umum GMPI, Achmad Baidowi menjelaskan, kemunculan dan berkembangnya paham radikal di tengah masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor.

“Jadi ada faktor kesukuan seperti yang terjadi di Papua hari ini yang akhirnya sama pemerintah ditetapkan sebagai kelompok radikal, faktor kemiskinan dan ketidak adilan yang mengglobal, faktor pemahaman keagamaan yang masih dangkal. Sehingga beberapa faktor inilah yang menyebabkan paham radikal dengan cepat menyebar di masyarakat,” paparnya. **

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.