Bandung -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bekerjasama dengan Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung melaksanakan Fokus Grup Diskusi (FGD) Tim Panel Ahli Survei Indeks Kualitas Program Siaran TV 2018 Periode 1, Rabu (9/5/2018). FGD yang melibatkan 10 orang panel ahli ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Survei Indeks Kualitas Program Siaran TV di Kota Bandung.
FGD yang dihadiri Komisioner KPI Pusat Prof. H. Obsatar Sinaga, Anggota Komisi I DPR RI Junico Siahaan, Dekan Fikom Unpad Dadang Rahmat Hidayat, Ketua KPID Jawa Barat Dedeh, membahas delapan kategori program survei dan indikatornya.
Saat menyampaikan pandanganya, Anggota DPR RI Nico Siahaan, menyampaikan harapan supaya lembaga penyiaran lebih memberikan tayangan yang mendidik dan bermanfaat. “Hasilnya dari kegiatan ini akan saya sampaikan ke Komisi I DPR RI,” katanya.
Sementara itu, Komisioner KPI Obsatar Sinaga menyatakan siaran berita tidak lepas dari sensasional dan ini sudah jadi tren di masyarakat. Menurutnya, berita yang ditampilkan akan memberikan efek balik kepada masyarakat.
Hal yang sama juga disampaikan Dadang Rahmat Hidayat. Menurutnya, publik harus menjadi perhatian karena mereka adalah pihak yang dirugikan. “Apa yang disampaikan lembaga penyiaran menjadi akan kebiasaan di masyarakat,” katanya. ***
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Biem Triani Benyamin saat berkunjung ke kantor KPID DKI Jakarta, Rabu (9/5/2018).
Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Biem Triani Benyamin menyatakan pesimis Revisi Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran akan disahkan DPR RI dalam waktu dekat. “Saya pesimis tahun 2019 undang-undang tersebut akan disahkan. Karena masih ada perbedaan pendapat yang belum dapat disatukan, terutama menyangkut apakah memakai single mux atau multi mux dalam pengelolaan frekuensi,” ujar Biem.
Biem menyampaikan perkembangan pembahasan yang saat ini belum tuntas di DPR. Hal itu disampaikan dalam kesempatan penyerapan aspirasi dalam masa reses DPR RI di kantor Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (9/5/2018). Dalam kunjungan kerja, Putra Seniman Betawi Benyamin Suaeb tersebut diterima Ketua KPID DKI Jakarta Kawiyan dan seluruh komisoner.
Ditambahkan Biem, tahun 2019 yang merupakan tahun politik juga tidak memungkinkan dilakukan pengesahan Undang-Undang Penyiaran. Namun ia berjanji akan mendesak Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah terutama terkait aturan memperkuat Kelembagaan dan penganggaran KPID.
“KPID ini sangat penting fungsinya terutama dalam pemantauan siaran dan proses perizinan Lembaga Penyiaran, sehingga sebelum disahkannya Undang-Undang yang baru perlu ada solusi yang menjebatani aturan agar KPID tetap bisa berfungsi. Kalau tidak nanti akan mengganggu kinerja KPID di seluruh Indonesia. Kami akan bawa persoalan ini ke Rapat Kerja dengan Kementerian,” jelasnya.
Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah.
Merespon pernyataan Biem, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, mengatakan hal itu selaras dengan keinginan lembaganya yang tertuang dalam Rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2018 Se-Indonesia di Palu, awal April lalu. Dalam rekomendasi itu, KPI mendesak Presiden untuk segera mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang penganggaran dan kelembagaan KPID.
“KPI juga meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengeluarkan Peraturan Mendagri (Permendagri) tentang Pedoman Penyusunan APBD KPI Daerah se-Indonesia melalui hibah berkelanjutan,” kata Ubaid saat dihubungi kpi.go.id.
Ubaid menjelaskan, pihaknya telah bersurat kepada Gubernur se-Indonesia untuk memfasilitasi KPI Daerah dengan anggaran dan SDM Aparatur Sipil Negara (ASN) non struktural minimal berjumlah 6 (enam) orang terdiri dari: 1 (satu) orang fasilitasi fungsi penyusunan program dan rencana kerja serta pelaporan, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan keuangan dan aset, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan fungsi bidang Isi Siaran, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan fungsi bidang PS2P, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan fungsi bidang kelembagaan, 1 (satu) orang SDM koordinator/penanggungjawab.
“Kami pun mendesak Pemerintah, dalam hal ini DPR dan Presiden, untuk segera mengesahkan revisi Undang-Undang Penyiaran di tahun 2018. KPI Pusat juga melakukan pemetaan terhadap kelembagaan KPI Daerah terkait persoalan KPID,” jelas Ubaid.
Problematika KPID DKI Jakarta
Sementara itu, Ketua KPID DKI Jakarta, Kawiyan, saat menerima kunjungan Biem menyatakan hal yang sama soal pentingnya penguatan Kelembagaan KPID mutlak dilakukan dengan mendesak segera disahkannya RUU Penyiaran.
“Persoalan single atau multi mux sepenuhnya kami serahkan kepada DPR RI dan Pemerintah untuk memutuskannya bijaksana. Karena Frekuensi merupakan milik public maka aturan siapa yang mengelolanya juga harus mencerminkan kepentingan publik,” ungkap Kawiyan.
Ditambahkan Kawiyan bahwa yang tak kalah penting dalam revisi UU Penyiaran tersebut adalah persoalan penguatan kelembagaan KPID. Saat ini banyak KPID di daerah yang anggarannya dihentikan menyusul adanya Surat Edaran dari Menteri Dalam Negeri No. 903/2930/SJ tentang Kelembagaan dan Penganggaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID).
Tertundanya pengesahan Undang-Undang Penyiaran dan adanya Surat Edaran Mendagri membuat banyak Gubernur yang menjadi kebingungan dalam penganggaran KPID. Bahkan, ada Gubernur yang sama sekali tidak mau mengalokasikan anggarannya untuk KPID sehingga aktivitas KPID yang sangat penting dalam mengawasi konten siaran sangat terganggu.
“Bahlan dengan adanya polemik ini, kami di KPID DKI Jakarta dalam waktu 2 bulan terakhir ini anggarannya dibekukan oleh Dinas Kominfotik DKI Jakarta yang menjadikan terhentinya operasional dan tidak dibayarkannya honor honorarium komisioner dan tenaga ahli kami selama dua bulan,” papar Kawiyan.
Biem menyatakan akan membantu mencarikan jalan keluar persoalan yang dihadapi oleh KPID. Ditegaskannya pula bahwa sebelum adanya aturan yang baru keluar Daerah harus tetap mensuport aktivitas KPID.
“Itulah yang saya tidak setuju. Mestinya, meskipun Undang-Undang Penyiaran belum disahkan, anggaran untuk KPID tidak boleh dihentikan, apakah itu dari APBN atau dari APBD,” tegas Biem. ***
Narasumber literasi media antara lain Komisioner KPI Pusat, H. Obsatar Sinaga, dan Anggota Komisi I DPR RI, Junico BP Siahaan yang akrab disapa Nico Siahaan saat memaparkan presentasi.
Bandung – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat selenggarakan Literasi Media di Kampus Universitas Padjajaran, Bandung, Selasa (8/5/2018). Literasi media dengan bertajuk “Memilih Siaran yang Berkualitas” diharapkan menumbuhkan sikap kritis dan selektif dikalangan mahasiswa terhadap media untuk kemudian ditularkan kepada masyarakat.
Harapan tersebut diungkapkan seluruh narasumber di depan ratusan mahasiswa Unpad dan Perguruan Tinggi di Kota Bandung. Narasumber yang hadir antara lain Komisioner KPI Pusat, H. Obsatar Sinaga, Anggota Komisi I DPR RI, Junico BP Siahaan yang akrab disapa Nico Siahaan, dan Dadang Rahmat Hidayat.
Nico mengatakan, selain literasi yang penting dilakukan adalah adanya upaya bersama menangkal dampak negatif dari tayangan tidak mendidik dan berkualitas. Upaya ini berkaitan dengan pembentukan generasi bangsa yang berkualitas dan berkarakter.
“Namun hal ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Harus ada keterlibatan semua pihak dalam kerjasama menangkal bahaya laten dari tayangan tidak berkualitas tersebut,” kata Nico.
Sedangkan Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat, Prof. H. Obsatar Sinaga berpesan, mahasiswa harus memanfaatkan kesempatan sekecil apapun dimanapun dan kapanpun dengan mengubah ide hingga menjadi tindakan nyata.
Acara Literasi Media yang dilaksanakan di Gedung MM Lantai 4 Kampus Unpad di jalan Dipati Ukur tersebut, selain dihadiri kalangan Mahasiswa di wilayah Bandung, juga perwakilan KPID Jawa Barat, perwakilan Kampus UNPAD dan beberapa tim survei daerah Jawa Barat. ***
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Dewi Setyarini, pada acara World Press Freedom Day 2018 di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (8/5/2018).
Jakarta – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Dewi Setyarini, sependapat dengan pernyataan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, soal kebebasan pers jangan dianggap remeh. Pasalnya, kebebasan pers sangat berkaitan dengan kemajuan budaya sebuah bangsa. Hal itu disampaikan Hilmar pada acara World Press Freedom Day 2018 di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (8/5/2018).
Namun Dewi mengingatkan, kebebasan pers harus diimbangi dengan penghormatan terhadap keberagaman yang ada pada suatu bangsa. Menurutnya, keberagaman merupakan sebuah anugerah sekaligus kekayaan sebuah bangsa karena di dalamnya terdapat beraneka ragam khazanah budaya, bahasa, seni dan identitas berbeda lainnya.
“Keberagaman adalah hak mutlak yang diperlukan di negara yang memiliki keberagaman tersebut. Karena itu, keberagaman seharusnya menyatukan bukan memecah belah dan media memiliki peran untuk menyatukan kondisi tersebut,” kata Dewi saat menjadi pembicara sesi ke 2 acara World Press Freedom Day 2018 di Hotel Fairmont yang diinisiasi oleh Unesco.
Dewi menjelaskan, KPI sebagai lembaga negara diamanahkan UU Penyiaran menjaga keberagaman tersebut melalui penyiaran. Bahkan, di dalam UU Penyiaran keberagaman konten dan keberagaman kepemilikan harus dikembangkan.
“Untuk menjaga keberagaman penyiaran itu harus ada sinergi berbagai pihak. Upaya secara bersama-sama sangat diperlukan untuk membangun diversity of konten dan diversity of ownership dalam penyiaran tersebut,” kata Dewi.
Sementara itu, Hilmar menyampaikan, kebebasan pers itu berkorelasi dengan kemajuan kebudayaan. Karenanya, kebebasan pers harus dijaga dan di rawat. Menurutnya pers, bukan hanya untuk pers itu sendiri. “Tapi kerja pers, mendaku pada kepentingan publik. Pers juga menjadi instrumen untuk mendorong kemajuan budaya. Kebebasan pers juga berpengaruh pada pengembangan kreativitas,” katanya.
Hilmar mengatakan, kreativitas tidak akan muncul jika dikekang. Inovasi tak akan lahir, bila ada pembatasan apalagi represi. Tapi kreativitas dan inovasi bisa lahir dalam suasana kebebasan. Maka, kebebasan pers bisa mendorong lahirnya beragam kreativitas. “Kita tidak bisa mengembangkan energi kreativitasnya tanpa adanya kebebasan,” tambahnya. ***
Jember - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah ( KPID) Provinsi Jawa Timur memberikan sanksi kepada enam lembaga penyiaran televisi selama masa kampanye Pilkada Jatim.
Sanksi dijatuhkan lantaran tayangan yang muncul di televisi dinilai tidak berimbang dan cenderung berpihak kepada salah satu pasangan calon.
“Ada enam lembaga penyiaran yang sudah kita berikan sanksi berupa teguran tertulis, karena tayangannya tidak berimbang,” ungkap Ketua KPID Jawa Timur, Ahmad Afif Amrullah, di Jember, Jawa Timur, Senin (7/5/2018).
Enam lembaga penyiaran yang diberikan sanksi tersebut berada di Kota Kediri, Kabupaten Banyuwangi, dan Blitar.
“Di Kota Kediri misalnya, ada program talk show salah satu pasangan calon wali kota, sementara pasangan yang lain tidak diberikan tayangan yang sama," katanya.
"Sementara di Banyuwangi, salah satu televisi menayangkan lagu salah satu pasangan calon gubernur, sedangkan pasangan yang lain tidak diberikan,” tambahnya. Menurut Afif, dugaan pelanggaran tayangan tersebut diperoleh KPI berdasarkan laporan masyarakat.
“Setelah dapat laporan, kami lakukan investigasi. Begitu ada pelanggaran, kami jatuhkan sanksi. Alhamdulillah, setelah dijatuhkan sanksi, mereka menghentikan tayangan yang melanggar itu,” bebernya.
Jika lembaga penyiaran terus membandel, pihaknya akan memberikan sanksi teguran tertulis kedua. “Kalau masih terus melanggar, maka sanksi paling berat yakni rekomendasi pencabutan izin, akan kami keluarkan,” tegasnya.
Dia berharap, dengan upaya yang dilakukan KPI, masyarakat bisa mendapatkan informasi yang berimbang seputar pelaksanaan pemilu di Jawa Timur.
“Tentu harapan kami itu, kami harus menjaga agar lembaga penyiaran ini bersikap independen, netral, dan tidak memihak kepada salah satu calon,” tutupnya. Sumber dari Kompas.com
Aduan ini disampaikan terhadap salah satu berita gosip yang disiarkan oleh program Insert Siang Trans TV, berjudul “Ngeri!! Alami Depresi Berat, Komedian Nunung Benturkan Kepala ke Tembok”, dikarenakan konten dari berita tersebut yang menurut pasal-pasal UU No. 32 tahun 2002, PS3PS 2012, dan pendapat saya pribadi sebagai konsumen program stasiun televisi Indonesia, tidak pantas untuk ditayangkan serta dilanjutkan di masa yang akan datang.
Depresi merupakan kondisi kejiwaan yang seharusnya cukup diketahui oleh sang individu yang mengalami kondisi tersebut dan orang-orang terdekat yang diberi kepercayaan untuk mengetahui serta menangani segala hal yang berkaitan, baik kondisi depresi itu sendiri maupun proses penyembuhan yang telah atau akan ditempuh. Demi kesembuhan yang prima, tidak sepatutnya perjalanan kondisi depresi seseorang dijadikan tontonan khalayak luas tanpa dikemas dengan maksud baik tertentu (dan dipertimbangkan dari aspek kesehatan), sebab akan mengundang reaksi-reaksi yang sejatinya tidak diperlukan oleh sang individu yang tengah mengalami kondisi depresi.
Reaksi-reaksi yang tidak diperlukan dan tidak pada tempatnya akan berdampak langsung pada sang individu, secara fatal dapat memukul mundur progress penyembuhan, hingga lebih fatalnya lagi dapat berujung pada tindakan bunuh diri. Konsekuensi-konsekuensi tersebut bukan lagi termasuk dalam konsekuensi wajar dari pilihan Nunung, subjek dalam aduan tayangan ini, dalam menjadi komedian dan selebritis sekaligus. Tayangan seperti ini dan segala konsekuensi tak wajar yang ditimbulkannya sudah terhitung melukai prinsip kemanusiaan beserta hak-haknya untuk mendapatkan kehidupan yang layak, aman, nyaman, dan tenteram.
Berikut adalah sejumlah pasal-pasal yang dilanggar oleh tayangan “Ngeri!! Alami Depresi Berat, Komedian Nunung Benturkan Kepala ke Tembok” yang dibuat dan disiarkan oleh program Insert Siang Trans TV:
1) UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran
- Pasal 3: “Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional,
terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan
kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun
masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri
penyiaran Indonesia.”
- Pasal 5 (b): “Menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa;
- Pasal 36 (1): “Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.”
- Pasal 36 (5): “Isi siaran dilarang :
a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan
obat terlarang; atau
c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
2) P3SPS 2012
- Pasal 13 ayat 2 (Bab IX: Penghormatan terhadap Hak Privasi): “Program siaran tentang permasalahan kehidupan pribadi tidak boleh menjadi materi yang ditampilkan dan/atau disajikan dalam seluruh isi mata acara, kecuali demi kepentingan publik.”
- Pasal 48 ayat 4 poin (b) (Bab V: Pedoman Perilaku Penyiaran): “Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan: (b) Rasa hormat terhadap hal pribadi.”
Adapun, aduan mengenai pelanggaran pasal-pasal yang telah disebutkan di atas juga disampaikan atas dukungan pasal-pasal berikut ini:
1) UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran
- Pasal 50 ayat 2, 3, 4, dan 5 (Bab V: Pedoman Perilaku Penyiaran)
- Pasal 52 ayat 1 dan 3 (Bab V: Pedoman Perilaku Penyiaran)
2) P3SPS 2012
- Pasal 14 poin a, b, c dan d (Bab IX: Penghormatan terhadap Hak Privasi)
Demikian pengaduan dan segala pertimbangan atas pengaduan tersebut yang dapat saya sampaikan, besar harapan saya untuk aduan ini ditindaklanjuti secepatnya demi meningkatkan kualitas tayangan-tayangan yang disiarkan oleh stasiun televisi indonesia. Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.