Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) melakukan kunjungan kerja ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Selasa (18/9/2018). Kunjungan tersebut diterima Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin.
Di awal pertemuan, Anggota DPRD Kota Pangkalpinang, menyampaikan maraknya lembaga penyiaran berlangganan yang berbisnis di wilayah Ibukota Provinsi Babel. Menurut mereka, perkembangan lembaga penyiaran berlangganan atau televisi kabel harusnya dapat memberi kontribusi bagi pendapatan daerah. Namun demikian, mereka berharap lembaga penyiaran tersebut memiliki legalitas dan jika tidak harus ada penertiban.
Wakil Ketua KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, mengatakan setiap lembaga penyiaran harus memiliki izin penyelenggaran penyiaran. Izin tersebut dapat diperoleh melalui proses permohonan perizinan melalui Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) setempat. “Saat ini ada lima ribuan televisi kabel di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, baru hanya 300 lembaga penyiaran berlangganan yang memiliki izin,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Rahmat mendorong DPRD Kota Pangkalpinang melakukan verifikasi legalitas terhadap lembaga penyiaran berlangganan atau televisi kabel. Jika tidak memiliki izin, sebaiknya dilakukan penertiban. ***
Gorontalo – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, menyinggung persoalan media digital yang belum memiliki payung hukum atau regulasi yang mengatur. Karenanya masyarakat harus memiliki peran aktif dalam memilah dan memilih setiap informasi dari media digital atau sosial.
Menurutnya, informasi yang berasal dari media sosial belum dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan validasinya seperti yang ada di media penyiaran.
“Ini pekerjaan rumah kita yakni pengawsan penyiaran di media digital yang belum punya payung hukum yang jelas. Untuk penyiaran free to air sudah bisa kita kategorikan tertib, tapi untuk media digital dibutuhkan peran aktif masyarakat untuk memilih dan memilah informasi yang tepat, kogkretnya setiap masyarakat harus aktif dalam melawan hoax,” ujar Yuliandre dalam acara Dialog Publik Nasional, di Provinsi Gorontalo, Senin (17/10/2018).
Acara yang dibuka oleh Asisten I Gubernur Gorontalo Syukri Botutihe dan dihadiri praktisi media, perwakilan pemerintah daerah, mahasiswa, dan para professional di Gorontalo, merupakan bagian dari edukasi dan sosialisasi tentang peran penting media penyiaran darlan membangun karakter bangsa.
Ketua KPI Pusat menegaskan, penyiaran yang sehat adalah hak masyarakat. Karena dengan menghadirkan pemberitaan dan informasi yang berimbang, maka akan terciptanya harmonisasi dalam masyarakat.
Sementara, Komisioner KPI Pusat Obsatar Sinaga menyampaikan pentingnya peran masyarakat menyambut era digital, peran ini harus dimaksimalkan baik itu infrastruktur dan literasi media di masyarakat.
“Dari 20 Negara, internet Indonesia berada di urutan kedua termurah, tapi bandwith dan kecepatan justru ketiga terendah dari tingkat digitalisasi 20 negara di berbagai benua. Baru 30% sampai 40% masyarakat Indonesia yang mendapat akses Internet,” kata Obsatar.
Anggota Komisi I DPR RI, Elnino M. Husein mengatakan penguatan penyiaran melalui KPI harus segera didorong dengan melakukan percepatan revisi UU No. 32 Tahun 200. “Revisi Undang-undang Penyiaran akan menentukan pembentukan karakter bangsa,” tambah Elnino.
Masyarakat sebagai Agent of Change
Selain soal media sosial, Yuliandre menambahkan pentingnya literasi media secara massif kepada masyarakat. Edukasi seperti ini sangat dibutuhkan dikarenakan perkembangan media yang pesat dari sisi kuantitasnya.
“Masyarakat semakin banyak disuguhi isi siaran yang beragam. Hanya saja, tidak semua sajian media berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan pengembangan serta perbaikan masyarakat,” katanya.
Menurut Andre, panggilan akrabnya, peran serta masyarakat sangat bergantung pada tingkat perhatian masyarakat terhadap dunia penyiaran. Semakin tinggi perhatian, maka semakin tinggi pula tingkat peranan mereka.
“KPI menginginkan adanya penguatan sinergi dengan masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap dunia penyiaran. Semakin banyak masyarakat yang peduli, maka akan meningkatkan posisi tawar masyarakat di hadapan lembaga penyiaran,” jelas Andre.
Andre menambahkan, dukungan dari DPR sangat dibutuhkan terutama untuk penguatan kelembagaan KPI. “Kami berharap Undang-undang Penyiaran yang baru segera disahkan. Karena majunya penyiaran Indonesia, salah satunya juga karena peran DPR,” katanya.
Menurut Andre, jika selera siaran publik makin baik hal ini akan berimplikasi dengan sajian siaran. “Masyarakat sebagai penerima suguhan siaran, merupakan mata rantai yang tidak bisa dipisahkan dan saling mempengaruhi,” paparnya.
Dialog publik ini juga menghadirkan narasumber lain seperti Mohamad Reza sebagai dosen komunikasi Universitas Negeri Gorontalo dan Komisioner KPI Pusat Ubaidillah. ***
Wakil Ketua KPID Jawa Tengah, Asep Cuwantoro, saat menemui mahasiswa di kantor di Semarang.
Semarang - Banyak manfaat dari siaran yang menyuguhkan kearifan lokal, baik secara pendidikan, hiburan, maupun penjalin kedekatan antara lembaga penyiaran dengan masyarakat. Tayangan kearifan lokal ini menjadi sorotan mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Universitas Diponegoro (Undip). Terkait hal itu, lima mahasiswa tersebut, Habiburohman, Athaya, Nindya, Elmita dan Ikhtiar kemudian melakukan penelitian di Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah, Rabu (12/9/2018).
Wakil Ketua KPID Jawa Tengah, Asep Cuwantoro, saat menemui mahasiswa tersebut mengatakan, rujukan untuk memuat siaran kearifan lokal itu sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Tahun 2012. Salah satu pokok pemikiran terpentingnya adalah terkait program siaran dengan kearifan lokal yang harus diberi porsi lebih besar.
“KPID selalu mendorong lembaga penyiaran untuk mengekspos potensi lokal Jawa Tengah. Sehingga masyarakat menjadi tahu dan berdaya. Melalui media, potensi lokal itu menjadi berdaya, misalnya potensi pariwisata, budaya, adat istiadat, ekonomi, dan sebagainya,” kata Asep.
Lokalitas, seharusnya bisa mendapatkan porsi yang lebih besar. “Saat ini terbalik, tayangan tentang kearifan lokalnya sedikit, tapi nasionalnya banyak. Kenapa, karena itu terkait dengan banyak hal, misalnya pemasukan iklan, keuntungan, dan sebagainya. Kemudian muncul program siaran yang Jakarta centris,” tuturnya.
Berkurangnya tayangan kearifan lokal, menimbulan keresahan seperti diungkapkan Elmita, yang kemudian berimbas kepada minat masyarakat untuk menontonnya. “Ketika ada stasiun televisi menayangkan kearifan lokal, justru banyak remaja yang kurang tertarik,” ungkapnya.
Menurut Asep, kurangnya minat untuk menyaksikan tayangan ini dikarenakan pengemasan dalam memproduksi program itu. “Itu adalah tugas lembaga penyiaran, bagaimana mengemas tayangan kerarifan lokal menjadi lebih menarik. KPID tidak bisa campur tangan dalam urusan dapur produksi Lembaga Penyiaran. Ide dan kreatifitas ada di Lembaga Penyiaran itu sendiri,” katanya. Red dari KPID Jateng/YyK
Wakil Ketua KPID Jawa Tengah, Asep Cuwantoro, dalam lawatannya ke pengelola TV kabel di Surakarta.
Surakarta - Bisnis televisi kabel termasuk dalam salah satu bisnis siaran. TV kabel merupakan televisi berlangganan yang mendistribusikan konten-konten dari berbagai televisi, baik siaran dalam maupun luar negeri. Bisnis TV kabel biasanya menyasar masyarakat yang membutuhkan siaran-siaran televisi secara khusus atau di luar televisi nasional, juga menyasar daerah tidak terlayani sinyal TV alias blankspot.
Meski masih bisa bertumbuh, faktanya layanan TV kabel kini tengah berada di persimpangan. Bisnis TV kabel di Surakarta misalnya, tak lagi semoncer tahun-tahun sebelumnya akibat menurunnya jumlah pelanggan. Gambaran kelesuan ini didapati ketika Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah melakukan kunjungan ke Best Vision, TV kabel di Surakarta, Kamis (13/9/2018).
Wakil Ketua KPID Jawa Tengah, Asep Cuwantoro, dalam lawatannya berharap, pengelola TV kabel mampu meyakinkan masyarakat agar pelanggan bisa lebih banyak, tentunya dengan layanan yang terbaik.
Kelesuan itu memang diakui Gusti Taufik Panca Putra, Direktur Best Vision. Menurutnya, tren masyarakat saat ini lebih cenderung memilih TV digital daripada analog dengan berbagai macam pertimbangan. Penurunan itu, banyak terjadi pada pelanggan perorangan.
“TV kabel, dalam satu rumah bisa untuk tiga televisi, tapi banyak yang memilih ke digital. Pertimbangan biasanya ke kualitas, dari konten satu ke lainnya agak berbeda dengan digital, karena memang kurang jernih. Tapi kami tetap berusaha untuk memberikan yang terbaik dan memang saat ini masih ada yang setia dengan analog,” ungkapnya.
Sebagai upaya untuk mengatasi penurunan di sektor retail, Taufik lantas membidik perhotelan. “Ketika masuk di hotel, ternyata banyak yang tertarik dan lumayan besar. Membuat kami masih bisa bernafas,” katanya.
Tak sebatas itu, pihaknya juga berusaha menggandeng penyedia layanan internet untuk mendongkrak jumlah pelanggan. “Bekerjasama dengan internet provider, sehingga kami bisa menawarkan dua layanan sekaligus. Upaya ini kami lakukan masih sekitar satu-dua bulan. Masyarakat banyak yang tertarik. Semoga ke depan semakin bertambah seiring peningkatan pelayanan kami,” pungkas Taufik. Red dari KPID Jateng/YyK
Yogyakarta - Anugerah Penyiaran DIY 2018 bertema 'Titi Wancine Siaran Dadi Tuntunan' akan digelar di Auditorium RRI Yogyakarta pada Selasa (9/10/2018) mendatang. Anugerah Penyiaran DIY 2018 merupakan wujud apresiasi yang memberikan penghargaan kepada para pelaku dalam industri, lembaga penyiaran radio dan televisi, lembaga penyiaran komunitas dan lembaga atau individu yang memiliki peran di dunia penyiaran.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY I Made Arjana Gumbara mengatakan penghargaan tersebut merupakan salah satu kegiatan dalam rangka menjalankan amanat Peraturan Daerah DIY No 13 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Penyiaran dalam upaya peningkatan kualitas Program Siaran Lokal. Wujud apresisiasi yang terbagi menjadi beberapa kategori diharapkan mampu menciptakan iklim penyiaran yang semakin sehat, kreatif dan inovatif dengan mencirikan nilai dan semangat Jogja Istimewa.
" Kegiatan ini tidak hanya sekedar merupakan seremonial belaka, tetapi mempunyai bertujuan meningkatkan prosentase Program Siaran Lokal pada lembaga penyiaran. Kemudian meningkatkan pendidikan tentang tradisi, budaya, adat istiadat dan nilai-nilai keberagaman DIY kepada masyarakat luas. Serta mengembangkan penyiaran sebagai salah satu pilar industri kreatif dalam upaya meningkatkan ekonomi masyarakat DIY," tutur Made Arjana di Media Center Wartawan Unit Kepatihan Yogyakarta, Rabu (12/9/2018).
Made Arjana mejelaskan dalam acara tersebut akan diberikan penghargaan untuk para peserta yang telah mengirimkan karyanya dan karya tersebut telah ditayangkan di televisi atau radio dalam waktu yang telah ditentukan. Karya dari para peserta tersebut nantinya akan dinilai oleh dewan juri dengan mempertimbangkan unsur lokalitas, unsur kesesuaian dengan regulasi penyiaran, unsur artistik, unsur pendidikan masyarakat.
" Anugerah Penyiaran DIY ini baru memasuki tahun kedua digelar yang pada intinya ingin meningkatkan prosentase konten lokal paling tidak 50 persen untuk televisi dan 100 persen untuk radio. Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 disebutkan program siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi minimal 10 persen untuk televisi dan 60 persen untuk radio dari seluruh waktu siaran berjaringan per hari," imbuh Ketua Panitia Anugerah Penyiaran DIY 2018 Hajar Pamundi yang menjabat sebagai Wakil Ketua KPID DIY tersebut.
Hajar menekankan KPID DIY akan memberikan sanksi berupata teguran dan surat peringatan apabila prosentase minimal konten lokal tidak dipenuhi oleh radio maupun televisi yang ada di DIY. Sebab pihaknya ingin menggerakkan sekaligus mengkampanyekan untuk menghidupkan kembali dunia penyiaran di DIY. Di tengah persaingan yang semakin ketat maupun kemajuan teknologi, industri penyiaran di DIY harus bisa tetap berkembang dengan kunci utamanya menyajikan konten yang bagus dan menarik. Red dari www.krjogja.com
Aduan ini disampaikan terhadap salah satu berita gosip yang disiarkan oleh program Insert Siang Trans TV, berjudul “Ngeri!! Alami Depresi Berat, Komedian Nunung Benturkan Kepala ke Tembok”, dikarenakan konten dari berita tersebut yang menurut pasal-pasal UU No. 32 tahun 2002, PS3PS 2012, dan pendapat saya pribadi sebagai konsumen program stasiun televisi Indonesia, tidak pantas untuk ditayangkan serta dilanjutkan di masa yang akan datang.
Depresi merupakan kondisi kejiwaan yang seharusnya cukup diketahui oleh sang individu yang mengalami kondisi tersebut dan orang-orang terdekat yang diberi kepercayaan untuk mengetahui serta menangani segala hal yang berkaitan, baik kondisi depresi itu sendiri maupun proses penyembuhan yang telah atau akan ditempuh. Demi kesembuhan yang prima, tidak sepatutnya perjalanan kondisi depresi seseorang dijadikan tontonan khalayak luas tanpa dikemas dengan maksud baik tertentu (dan dipertimbangkan dari aspek kesehatan), sebab akan mengundang reaksi-reaksi yang sejatinya tidak diperlukan oleh sang individu yang tengah mengalami kondisi depresi.
Reaksi-reaksi yang tidak diperlukan dan tidak pada tempatnya akan berdampak langsung pada sang individu, secara fatal dapat memukul mundur progress penyembuhan, hingga lebih fatalnya lagi dapat berujung pada tindakan bunuh diri. Konsekuensi-konsekuensi tersebut bukan lagi termasuk dalam konsekuensi wajar dari pilihan Nunung, subjek dalam aduan tayangan ini, dalam menjadi komedian dan selebritis sekaligus. Tayangan seperti ini dan segala konsekuensi tak wajar yang ditimbulkannya sudah terhitung melukai prinsip kemanusiaan beserta hak-haknya untuk mendapatkan kehidupan yang layak, aman, nyaman, dan tenteram.
Berikut adalah sejumlah pasal-pasal yang dilanggar oleh tayangan “Ngeri!! Alami Depresi Berat, Komedian Nunung Benturkan Kepala ke Tembok” yang dibuat dan disiarkan oleh program Insert Siang Trans TV:
1) UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran
- Pasal 3: “Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional,
terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan
kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun
masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri
penyiaran Indonesia.”
- Pasal 5 (b): “Menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa;
- Pasal 36 (1): “Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.”
- Pasal 36 (5): “Isi siaran dilarang :
a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan
obat terlarang; atau
c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
2) P3SPS 2012
- Pasal 13 ayat 2 (Bab IX: Penghormatan terhadap Hak Privasi): “Program siaran tentang permasalahan kehidupan pribadi tidak boleh menjadi materi yang ditampilkan dan/atau disajikan dalam seluruh isi mata acara, kecuali demi kepentingan publik.”
- Pasal 48 ayat 4 poin (b) (Bab V: Pedoman Perilaku Penyiaran): “Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan: (b) Rasa hormat terhadap hal pribadi.”
Adapun, aduan mengenai pelanggaran pasal-pasal yang telah disebutkan di atas juga disampaikan atas dukungan pasal-pasal berikut ini:
1) UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran
- Pasal 50 ayat 2, 3, 4, dan 5 (Bab V: Pedoman Perilaku Penyiaran)
- Pasal 52 ayat 1 dan 3 (Bab V: Pedoman Perilaku Penyiaran)
2) P3SPS 2012
- Pasal 14 poin a, b, c dan d (Bab IX: Penghormatan terhadap Hak Privasi)
Demikian pengaduan dan segala pertimbangan atas pengaduan tersebut yang dapat saya sampaikan, besar harapan saya untuk aduan ini ditindaklanjuti secepatnya demi meningkatkan kualitas tayangan-tayangan yang disiarkan oleh stasiun televisi indonesia. Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.