Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Dewi Setyarini. 

 

Jakarta – Begitu banyak program penyiaran, khususnya televisi, berlomba-lomba menampilkan konten yang potensial akan disukai oleh publik. Banyak yang menilai hal itu dilakukan dengan mengesampingkan kualitas tayangan yang mereka produksi. 

Hal ini pun diakui Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia, Dewi Setyarini. 

Menurut Dewi, masyarakat sangat berharap adanya tayangan yang berkualitas. KPI pun selalu mendorong stasiun televisi untuk mengedepankan kualitas. 

Meski begitu, KPI memahami bahwa iklan juga penting bagi stasiun televisi. "Mereka (stasiun televisi) juga terbentur untuk mendapatkan iklan, dan iklan itu tentu dari penonton terbanyak," kata Dewi, saat dihubungi Kompas.com, Senin (8/10/2018). 

Menurut Dewi, KPI pun bertekad untuk memperbaiki kualitas tayangan konten di media penyiaran Indonesia. 

Upaya itu salah satunya diwujudkan dengan melakukan Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi. Survei ini dilakukan oleh para ahli media yang berasal dari 12 perguruan tinggi di Indonesia. 

"Jadi survei indeks kami lakukan setiap tahun, bekerja sama dengan para ahli untuk menetapkan batas-batas atau indeks maksimal yang harus dicapai oleh televisi berkaitan dengan kualitas tayangan. Tidak hanya rating," ujar Dewi. 

Dengan demikian, KPI berharap indeks kualitas yang diberikan dapat meningkatkan kualitas tayangan di televisi. "Kami berharap dari indeks ini mereka akan meningkatkan kualitasnya setiap tahun," kata Dewi. 

Upaya kedua yang dilakukan KPI adalah memperbanyak edukasi literasi digital di daerah-daerah. Hal ini dilakukan untuk mengudakasi masyarakat agar cerdas memilah dan memilih tayangan yang layak untuk mereka konsumsi. "Kami memperbanyak literasi media, tahun ini kami bisa melakukannya di 12 kota, dua kali dalam satu tahun," ucap Dewi. 

"Harapannya adalah menjadikan masyarakat lebih aware lagi, teredukasi, sehingga jika ada tontonan yang kurang baik, mereka tidak akan menonton," tuturnya. Red dari kompas.com

 

 

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) akan menindaklanjuti rencana menjadikan hasil survey indeks kualitas program siaran televisi KPI sebagai dasar pengiklan untuk memasang iklan di lembaga penyiaran. Rencananya ini akan dibahas dalam FGD (fokus grup diskusi) di Kantor KPI Pusat, Rabu (10/10/2018) besok. Acara FGD akan menghadirkan naraumber yakni Ketua Umum APPINA (Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia), Sancoyo, Sekjen P3I, Hari Margono dan Ketua Umum ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia), Ishadi SK.

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, FGD akan membahas beberapa agenda sebagai tindak lanjut dari kesepakatan bersama KPI dan P3I mendorong pengiklan beriklan pada program siaran berkualitas berdasarkan hasil survey indeks KPI. 

“Kami akan bersama-sama memberikan pemahaman dan dorongan kepada pengiklan untuk beriklan di program acara yang memang pantas, layak, berkualitas dan mendidik. Ini bagian dari tanggungjawab kita bersama mendorong pertumbuhan siaran yang bekualitas di seluruh lembaga penyiaran,” kata Andre, panggilan akrabnya.

Hasil survey yang dilakukan KPI memang berbeda dengan survey lembaga rating Nielsen yang menggunakan metode bersifat kuantitatif. Selama ini, acuan para pengiklan dalam beriklan di program acara adalah data dari Nielsen hasil survey di 10 kota. Adapun KPI menggunakan metode survey berbeda melibatkan responden dan tim panel ahli dari perguruan tinggi yang terpilih selektif dengan latar belakang keahlian dan ilmu berbeda.

Survey yang dikawal langsung oleh divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KPI Pusat ini, melibatkan 120 orang panel ahli dan 1200 responden di 12 kota besar di Indonesia. Panel ahli yang terdiri atas berbagai tokoh dari berbagai bidang ilmu, memberikan pendapat dan masukan terhadap setiap program siaran yang menjadi contoh untuk dinilai, dalam sebuah forum diskusi tertutup. Sedangkan 1200 responden yang disurvey, merupakan masyarakat umum dengan berbagai latar belakang sosial, yang dimintakan pendapat singkat berdasarkan panduan survey yang dibuat.

Berdasarkan hasil survey indeks kualitas program siaran TV periode pertama (Januari-Maret) 2018, secara umum kualitas program siaran di televisi mendapatkan nilai 2.84, yang berarti masih di bawah nilai standar yang ditetapkan oleh KPI, yakni sebesar 3.00. 

Dari hasil survey ini diketahui ada empat kategori program siaran, yakni Sinetron, Veriey Show, Infotainment dan Berita, nilainya masih di bawah 3.00. Bahkan, untuk program Infotainment, Sinetron dan Variety show, hanya mampu mencetak nilai 2.3-2.5.

Adapun empat kategori program yakni Anak, Wisata Budaya, Religi dan  Talkshow nilainya sudah di atas rata-rata. Menurut Andre, sebaiknya pengiklan mengacu pada pada empat kategori acara yang nilainya tinggi. “Banyak program acara bagus dan berkualitas, namun sayang ketika pengiklan lebih memilih beriklan di program yang nilainya tidak sesuai standar indeks, program-program yang bagus justru stop karena tidak ada iklannya. Hal inilah yang harus kita rubah,” jelas Andre. ***

 

 

Jakarta -- Maraknya tayangan televisi yang memperlihatkan azab kematian mendapat sorotan netizen. Banyak yang menjadikan cerita dalam sinetron itu sebagai lelucon. 

Bagaimana tidak, sejumlah tayangan memang menyajikan kisah janggal yang di luar nalar. Misalnya, jenazah seorang yang masuk ke kolam ikan atau hanyut di sungai, akibat kejahatan dan dosa yang dilakukannya semasa hidup. 

Tidak hanya itu, bahkan ada cerita mengenai mandor jahat yang mendapat azab, yaitu jenazahnya terlempar saat akan dimakamkan, hingga kemudian masuk ke dalam molen pengaduk semen. 

Kisah itu mendapat kritik karena dianggap menyajikan tayangan tidak logis, yang tidak memiliki nilai edukasi. 

Menanggapi ini, Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI), Mayong Suryo Laksono mengatakan, pihaknya mengaku telah menerima sejumlah aduan terkait program televisi yang menayangkan konten azab akhir-akhir ini. 

"Kami menerima sejumlah aduan dari masyarakat. Kemudian kami bahas dan kami rujukkan dengan aturan dan panduan penyiaran, yakni P3 (Pedoman Perilaku Penyiaran) dan SPS (Standar Program Siaran)," kata Mayong, saat dihubungi Kompas.com, Senin (8/10/2018).. 

"Kalau ada potensi pelanggaran kami bahas, dan kalau melanggar ya kami jatuhi sanksi," ucap Mayong. Baca juga: Jenazah Pun Masuk Molen, Sinetron Bertema Azab Jadi Sorotan Netizen... Menurut Mayong, tindak lanjut tersebut akan segera direalisasikan dalam waktu dekat. "Mungkin minggu ini kami akan bahas di rapat internal komisioner pengawasan isi siaran KPI," ujarnya. 

Mayong melanjutkan, tiap-tiap aduan perlu untuk dipelajari lebih lanjut, karena masyarakat terdiri dari berbagai tingkat usia, wilayah, dan selera. "Yang pasti, terhadap setiap pengaduan kami lakukan verifikasi, sebab tidak semua pengaduan bisa dipertanggungjawabkan," kata Maypng. 

Sedangkan, Anggota Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI, Dewi Setyarini mengungkapkan, penilaian terhadap aduan yang datang dari media sosial terhadap tayangan di televisi, khususnya drama, tidak bisa dilakukan secara langsung. 

Tangkapan layar sebagai obyek aduan tidak bisa dijadikan tolak ukur satu-satunya untuk menilai konten secara keseluruhan. 

"Kalau melihat drama ini, kami memang memberikan sedikit perlakuan yang berbeda. Kami tidak bisa mengambil sepotong demi sepotong, tapi harus kita lihat keseluruhannya," ujar Dewi. 

Dewi menjelaskan, jika memang terbukti melanggar, KPI tidak akan segan mengeluarkan sanksi berupa dua kali teguran tertulis dan pengurangan durasi atau penghentian program sementara. 

Sebelumnya, KPI telah mengeluarkan surat edaran yang berisi pedoman bagi produsen agar berhati-hati dalam membuat konten yang bersinggungan dengan nilai, etika, dan nilai agama yang dipegang oleh masyarakat. 

Hal itu ditujukan untuk menjaga konten yang diproduksi agar tetap layak untuk tayang. "Lalu melalui sekolah P3SPS, kita selalu meminta produsen konten untuk menyisipkan nilai-nilai edukasi yang nantinya dapat muncul dari konklusi cerita. Ataupun kalau tidak dalam konklusi ya pasti harus ada pesan yang tersirat yang bisa mereka sampaikan ," kata Dewi. Red dari kompas.com

 

 

Shinta Bachir dan Puput Carolina didampingi pengacara menyampaikan keberatan mereka terhadap tayangan di stasiun televisi yang dinilai mencemarkan nama baik kedua artis tersebut. Aduan tersebut diterima langsung Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano dan Tim Pengaduan KPI Pusat, di Kantor KPI Pusat, Senin (8/10/2018).

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima aduan dari Shinta Bachir dan Puput Carolina atas keberatan mereka terhadap tayangan di stasiun televisi yang dinilai mencemarkan nama baik kedua artis tersebut. Aduan tersebut diterima langsung Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano dan Tim Pengaduan KPI Pusat, di Kantor KPI Pusat, Senin (8/10/2018).

"Kami datang ke Komisi Penyiaran Indonesia untuk melakukan pengaduan salah satu program televisi swasta yang kami duga kontennya berisi pencemaran nama baik. Hal-hal yang disampaikan hostnya belum terbukti dilakukan secara hukum. Ada ucapan yang merugikan klien kami di tayangan tersebut," kata Sunan Kalijaga pengacara Shinta Bachir dan Puput Carolina kepada KPI.

Terkait aduan itu, Komisioner sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusar, Hardly Stefano mengatakan, KPI akan melakukan verifikasi atas tayangan yang diadukan pihak yang merasa keberatan atas tayangan itu.

“Kami akan melihat secara keseluruhan program acara tersebut sebelum kami mengambil keputusan,” kata Hardly.

Menurut Hardly, sebelum KPI mengambil tindakan atas tayangan yang dinilai berpotensi melanggar aturan, ada mekanisme yang harus dilalui mulai dari verifikasi hingga sidang penjatuhan sanksi. “Kami mungkin akan memanggil pengelola program acara tersebut untuk menjelaskan tayangannya sebelum keputusan penjatuhan sanksi,” jelasnya,        

Dalam pengaduan itu, KPI menerima rekaman bukti tayangan program acara yang diadukan Shinta Bachir dan Puput Carolina. ***

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan evaluasi dengar pendapat (EDP) dengan PT Nusantara Vision atau Oke Vision, lembaga penyiaran berlanggaran (LPB) pemohon perpanjangan izin penyelenggaran penyiaran (IPP), Senin (8/10/2018) di Kantor KPI Pusat, Jakarta. 

Proses EDP merupakan salah satu tahapan yang harus dilalui pemohon izin untuk mendapatkan rekomendasi kelayakan (RK) dari KPI. Rekomendasi kelayakan ini nantinya akan diserahkan ke Negara cq Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang kemudian dibahas pada Forum Rapat Bersama (FRB) antara KPI dan Pemerintah  untuk menentukan pemohon tersebut mendapatkan izin penyiaran. 

Dalam EDP ini hadir Komisioner KPI Pusat, KPID Provinsi DKI Jakarta, Kepala Balai monitoring Kelas II DKI Jakarta, Perwakilan Kementerian Kominfo dan Akademisi setempat.

Saat pemaparan proposal. Okevision menjabarkan pihaknya telah mendapatkan izin penyiaran pada 2008. Dalam siarannya, mereka menggunakan satelit Indostar 2 yang memiliki daya jangkau luas dalam mendistribusikan konten siaran hingga ke seluruh pelosok tanah air.

Mereka juga menjelaskan mengenai keunggulan siaran karena lebih stabil karena menggunakan frekuensi S-band. Oke Vision menggunakan sistem siaran digital dan memiliki berbagai subtitle. “Ada 89 program yang disiarkan, 30% diantaranya merupakan konten lokal seperti mnc games, konten agama dan lainnya,” kata perwakilan Oke Vision di depan pimpinan EDP, Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio.

Oke Vision dapat terkoneksi dengan dengan internet. Saat ini, jumlah pelanggannya mencapai  375.000 pelanggan.

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, setiap lembaga penyiaran yang ingin bersiaran di Indoensia harus mengikuti aturan dalam P3SPS KPI. Menurutnya, ada dua aturan dalam P3SPS yang patut jadi catatan yakin soal kekerasan dan seksualitas .

Sensor internal dan pencantuman klasifikasi umur harus jadi catatan berikutnya yang harus dilakukan Oke Vision selain juga memberi akses kepada KPI agar dapat memantau secara realtime agar dapat diketahui apakah sudah sesuai dengan yang disampaikan di EDP. 

“Pada 2017 hingga 2018 apakah saja yang telah dilakukan Oke Vision saat KPI melakukan penghentian kepada beberapa acara. Apakah Oke Vision masih menampilkan atau ada langkah khusus seperti Rai Italia atau FX Channel,” kata Hardly.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah meminta program acara agama yang ditayangkan Oke Vision harus sesuai dengan Pancasila dan UU Penyiaran. Dia juga meminta Oke Vision memperbanyak konten pendidikan. “Apakah ada iklan layanan masyarakat di Oke Vision karena ini amanah dari UU Penyiaran. Hak karyawan pun harus dipenuhi semuanya selain juga CSR nya ke masyarakat, ” katanya. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.