Jakarta - Komisi I menetapkan sembilan Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2019-2022. Pemilihan dilakukan melalui pemungutan suara setelah uji kepatutan dan kelayakan sejak 8 hingga 10 Juli 2019.
"Kita ambil sembilan nama dan tiga cadangan. Untuk memutuskan, kami memilih dengan cara suara terbanyak," kata Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari usai memimpin rapat internal pemilihan komisioner KPI di Ruang Rapat Komisi I, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 10 Juli 2019.
Sembilan Anggota KPI Pusat terpilih itu ialah Nuning Rodiyah (49 suara), Mulyadi Hadi Purnomo (49), Aswar Hasan (47), Agung Suprio (44), Yuliandre Darwis (43), Hardly Stefano (42), Irsal Ambia (41), Mimah Susanti (33), Mohammad Reza (29). Sementara itu, tiga nama cadangan ialah Ubaidillah (24), Imam Wahyudi (14), dan Dayu Padmara Rengganis (9).
Jakarta - Menyambut pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2020, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berkomitmen untuk mendukung sosialisasi Pilkada lewat lembaga penyiaran. Dukungan lembaga penyiaran dalam sosialisasi Pilkada kepada masyarakat tentunya diharapkan dapat membantu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memberikan hak pilihnya di Pilkada. Untuk itu dibutuhkan sinergi antara KPI di daerah dengan penyelenggara pemilu maupun stake holder pemilu dan juga penyiaran lainnya, guna memastikan keterlibatan lembaga penyiaran dalam menyukseskan Pilkada tetap dalam koridor regulasi.
Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Hardly Stefano Pariela menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Persiapan Pelaksanaan PIlkada Serentak Tahun 2020 di Kementerian Dalam Negeri, (9/7). Pada kesempatan rapat yang dipimpin oleh Pelaksana Tugas (PLT) Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Akmal Malik ini, hadir perwakilan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Informasi (KI). Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis juga turut hadir dalam rapat tersebut didampingi Kepala Bagian Perencanaan, Hukum dan Humas KPI, Umri.
Pada rapat yang juga dihadiri jajaran Kemendagri ini, KPI menyampaikan beberapa catatan terhadap pelaksanaan Pilkada 2017 dan 2018 serta Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang lalu. KPI melihat masih ada lembaga penyiaran yang tidak berijin yang menjadi media partner dari penyelenggara pemilu. Padahal seharusnya, dengan melakukan koordinasi antara penyelenggara pemilu dan KPI Daerah, hal tersebut dapat dihindari.
Hardly menjelaskan, pengaturan soal pemberitaan, siaran politik ataupun iklan politik di televisi dan radio pada prinsipnya untuk memastikan ranah frekuensi digunakan secara adil untuk setiap peserta pemilu. “Jangan sampai ada pihak-pihak tertentu yang mengeksploitasi lembaga penyiaran untuk kepentingan politiknya sendiri,” ujarnya. Selain itu, jangan pula aturan yang ada yang tidak tersosialisasikan dengan baik mengakibatkan lembaga penyiaran takut untuk menyiarkan informasi tentang pemilu atau pilkada. Hal ini tentu yang dirugikan adalah publik atau masyarakat sendiri, karena tidak mendapatkan informasi yang utuh tentang kandidat peserta pemilu atau pilkada yang akan dipilih.
Beberapa masalah dalam sosialisasi pemilu dan pilkada serentak di daerah ini salah satu sumbernya adalah tidak optimalnya KPI Daerah lantaran ketiadaan dukungan atas kelembagaan dan anggaran dari pemerintah daerah. “Ini akibat adanya dispute antara undang-undang penyiaran dan undang-undang pemerintahan daerah,”terang Hardly. Dalam Undang-Undang Penyiaran sebagai payung hukum KPI dan KPI Daerah, disebutkan penganggaran KPID dari APBD. Sedangkan pada Undang_Undang Pemerintahan Daerah tidak menyebut urusan penyiaran sebagai urusan yang menjadi tanggung jawab daerah. Akibatnya pada banyak daerah eksistensi KPI Daerah menjadi hilang.
Keberadaan KPID sendiri tentunya sangat vital dalam momentum Pilkada Serentak. Yakni sebagai regulator di daerah yang mengetahui lebih rinci tentang eksistensi lembaga penyiaran yang berijin di wilayahnya. KPID di satu sisi dapat memastikan penegakan regulasi yang adil bagi lembaga penyiaran dalam menyiarkan tentang tahapan pilkada, maupun terkait calon kepala daerah. Di sisi yang lain, KPID juga memastikan bahwa hak masyarakat mendapatkan informasi kepemiluan dapat tertunaikan.
Menanggapi pemaparan dari KPI ini, Plt Dirjen Otda Kemendagri, Akmal Malik menegaskan bahwa keberadaan KPI sangat dibutuhkan baik di pusat ataupun di daerah. Dirinya pun memastikan untuk digelar rapat koordinasi lanjutan antara jajaran Kemendagri dengan KPI dan Komisi Informasi untuk mendapat jalan keluar yang terbaik dalam mengoptimalkan keberadaan kedua lembaga tersebut di daerah, khususnya dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengundang stakeholder terkait guna menyerap aspirasi mereka terhadap penyiaran dalam pembahasan rencana strategis atau renstra penyiaran KPI Pusat 2020-2024, Kamis (4/7/2019). Perwakilan Lembaga Sensor Film (LSF), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asosiasi Televisi Swasta Nasional Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Berjaringan Nasional (ATVNI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi Digital Indonesia, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), hadir memenuhi undangan bertajuk diskusi kelompok terpumpun atau FGD.
Masukan yang disampaikan antara lain, KPI harus membuat rencana besar untuk mengantisipasi perkembangan teknologi selaras dengan pembentukan konsep moralitas masyarakat informasi Indonesia. KPI juga diminta melakukan langkah strategis untuk menyusun produk hukum sesuai kewenangannya yang berbasis paradigma baru penyiaran termasuk penegasan posisi KPI sebagai regulator.
Selain itu, renstra penyiaran KPI harus dapat memastikan penghormatan dan penegakan atas produk hukum, tidak hanya berbasis penyiaran tradisional tetapi harus mampu menjangkau paradigma baru penyiaran yang terus berkembang.
Akademisi yang juga Ketua KPI Pusat periode 2013-2016, Prof. Judhariksawan, memandang perlu ada lompatan besar yang dilakukan KPI karena lembaga ini jangan hanya mengurusi penyiaran tradisional. “Karenanya, perlu ada grand design dan mengajak seluruh stakeholder penyiaran dan jangan bilang ini hanya tugas lembaga lain,” tegasnya dalam diskusi tersebut.
Ketua LSF, Ahmad Yani Basuki mengatakan, lembaga yang dibentuk UU Penyiaran ini harus masuk dalam celah kosong di media sosial dan pihaknya sepakat hal itu dilakukan KPI. “Jika film yang tidak layak kemudian diedarkan di wilayah yang bukan kewenangan LSF, KPI dapat masuk untuk menjawab hal itu,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) ATVSI, Gilang Iskandar, meminta KPI memberi perhatian terhadap isu-isu strategis penyiaran seperti pembajakan konten siaran lembaga penyiaran swasta termasuk illegal streaming live oleh pihak lain. Selain itu, KPI diharapkan memberi perhatian pada digitalisasi penyiaran.
“Soal revisi Undang-undang Penyiaran, kami merasa perlu adanya penguatan soal ideologi dan nilai Pancasila, pelaksanaan digitalisasi, perlindungan dan pembajakan konten dan siaran, kelembagaan dan tupoksi KPI sehingga tidak hanya mewakili publik atau pemirsa tapi juga seluruh pemangku kepentingan penyiaran,” kata Gilang.
Terkait itu, ATVSI berharap pada KPI untuk menyusun ulang tupoksi yang fokus pada kepada konten guna mencapai tujuan penyiaran. KPI diminta juga membuat program kegiatan yang relevan dan berdampak langsung serta menetapkan skala prioritas program kegiatan tersebut untuk mengakselerasi realisasi tujuan penyiaran.
Dari MUI, Asrori S. Karni, menyampaikan harapan agar independensi KPI tetap dijaga di mata publik, taat asas, membuat keputusan yang akuntabel dan tegas menyikapi setiap pelanggaran. “KPI harus terus mendukung dan memotivasi produk penyiaran yang berkualitas. Kami juga berharap adanya kolaborasi dengan otoritas atau ormas keagamaan dan menilai dan mengontrol konten penyiaran,” pintanya.
Satu hal yang penting dilakukan KPI ke depan, kata Asrori adalah merevisi aturan dalam pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3SPS) terutama yang terkait dengan muatan keagamaan.
Imam Wahyudi dari IJTI menambahkan, KPI harus mengawasi media online yang dibuat lembaga penyiaran. Menurutnya, hal ini mengantisapi perkembangan periode 5.0. “KPI harus berkolabrasi dan bersinergi dengan lembaga lain seperti Dewan Pers,” tambah Imam. ***
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mulai merancang rencana strategis atau renstra untuk lima tahun ke depan, 2020-2024, dalam diskusi kelompok terpumpun di Jakarta, Rabu (3/7/2019). Penyusunan ini melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
Ketua KPI Pusat , Yuliandre Darwis, mengatakan rencana strategis diharapkan dapat menjadi pedoman dan tujuan serta memiliki kebermanfaatan untuk seluruh publik, khususnya pemerhati dan praktisi penyiaran. Selain itu, KPI akan memprioritaskan perencanaan penguatan kelembagaan, baik KPI Pusat maupun daerah.
Menurutnya, struktur kelembagaan KPI Pusat dan KPI Daerah harus hierarkis secara kelembagaan dan pembiayaan. “Penguatan pengawasan isi siaran dengan alat-alat yang canggih dan memadai juga diperlukan,” katanya.
Pada sesi pertama diskusi, Wakil dari Bapennas, Wariki Sutikno, mengatakan keberadaan KPI sangat penting karena penyiaran harus diatur. Di negara maju seperti Amerika Serikat, penyiaran diatur sedemikian rupa dan ketat. “Penyiaran itu harus diatur karena jika tidak akan jadi liar,” katanya.
Dalam rencana strategis lima tahun ini, Wariki menyarankan pentingnya membuat visi yang realitis dengan kondisi yang ada di KPI. Namun tujuan utama KPI dalam penyiaran adalah meningkatkan kualitas konten siaran harus diutamakan.
“Karenanya, rencana strategi KPI harus selaras dengan tujuan utama KPI yakni membentuk watak karakter bangsa dengan peningkatan kualitas konten siaran,” jelasnya.
Sementara, Antun Nasri Sidik dari Lembaga Administrasi Negara (LAN), meminta KPI fokus pada peningkatan sumber daya manusia. pasalnya, tujuan utama dari penyiaran adalah membentuk integritas dan watak kebangsaan. “Bicara watak ini bicara manusia. Pada 2019 angka Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia mencapai 71,39 dan angka harapan hidup 71,20. Setiap tahun mengalami kenaikan. Ini dapat menjadi patokan apa yang menjadi tujuan KPI,” katanya.
Dia juga menjelaskan bahwa peran penyiaran sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol dan juga perekat sosial. Karenanya, KPI punya peran yang signifikan dalam hal penyiaran dan isi siaran ke depan . “Jika melihat IPM yang masih rendah, ada kaitan dengan penyiaran yang harus mendorong masyarakat untuk peduli terhadap kesehatan ini terkait kualitas harapan hidup,” jelas Antun.
Menurut Antun, harus ada upaya mendorong masyarakat melalui penyiaran agar berwatak dan peduli pada kesehatan baik pada pribadi maupun lingkungan. “Ini akan memberi impact pada perbaikan pembangunan masyarakat,” tandasnya.
Pada sesi ini, turut memberi saran dan masukan pada KPI dari perwakilan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian PAN dan RB. Teddy dari Kemenkeu menyanjung apa yang dilakukan KPI membuat renstra lima tahunan ke depan.
“Kami apresiasi KPI yang sudah membuat renstra dan ini harus diselaraskan dengan renstra dari Presiden. Dan masalah KPID, kita sudah mengarahkan untuk melayani persoalan KPID. Selain juga arahan dari Presiden yang harus dituangkan dalam renstra KPI,” kata Teddy.
Sementara, Kemen PAN dan RB, Didit, menyarankan KPI berdiri sendiri karena intentitas kerja berbeda dengan Kemenkominfo. Selain itu, dia mendorong kinerja utama KPI agar masyarakat mendapatkan informasi yang layak dan benar. “Bukan seberapa banyak sanksi yang diberikan,” katanya.
Menurut Didit, renstra KPI menggunakan key indek untuk mengetahui seberapa banyak masyarakat yang sudah mendapatkan infromasi yang layak dan benar tersebut. “Dan, pendukung hal itu bagaimana lembaga penyiarannya sudah baik atau tidak,” katanya. ***
Tomtonan yg membodohi masyarakat dmn ada adegan wanita hamil usia 19 mgu yg melahirkan scra normal n selamat dgn kondisi bayi prematur n detak jantung lemah penulis Donna n sutradara Encep Masduki merusak citra Rs n dunia kedokteran Indonesia