Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, saat menyampaikan materi tentang “Program Jurnalistik dan Kekerasan dalam Kacamata P3SPS” di Sekolah P3SPS yang diselenggarakan KPID Sumut di Medan, 26-27 April 2019.

Medan - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Utara menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Sekolah P3SPS Angkatan III, di Medan, 26-27 April 2019 lalu. Sekolah yang berlangsung di Aula Kantor KPID Sumut menghadirkan Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini sebagai pemateri utama.

Ketua KPID Sumut, Parulian Tampubolon saat membuka kegiatan bimtek mengatakan, sekolah ini guna memberikan bimbingan teknis kepada lembaga penyiaran untuk memewujudkan konten-konten program televisi dan radio yang berkualitas. 

“Kami ingin memberi pemahaman tentang P3 dan SPS kepada Lembaga penyiaran, memberikan perlindungan pada publik, serta menegaskan tugas KPI sebagai regulator yang mengawasi dan mengawal lembaga penyiaran,” katanya. 

Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, saat menyampaikan materi tentang “Program Jurnalistik dan Kekerasan dalam Kacamata P3SPS” menjelaskan setiap produk jurnalistik di lembaga penyiaran harus tunduk pada UU Penyiaran serta P3 dan SPS KPI. 

Dia juga menekankan pentingnya menggunakan teknik pembuatan jurnalistik 5W+1H agar hasil karya jurnalistik yang akan disampaikan ke publik memiliki kualitas yang baik. “Bila pers atau wartawan mengambil informasi dan menyiarakan berita tanpa tahu dari mana sumber atau tanpa mencari sumber dan klarifikasi maka tidak ada beda antara pers dan sosial media,” kata Mayong. 

Mayong mengingatkan tentang kode etik jurnalistik dan setiap jurnaslis dalam penyampaian berita atau informasi harus independen, akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk serta profesional. 

“Lembaga penyiaran haruslah membuat produk-produk jurnalistik yang memiliki kualitas baik yang berasal dari sumber dan bisa dipertanggung jawabkan sesuai yang termaktub di Undang-undang Pers nomor 40,” kata Mayong. 

Sementara itu, Ketua KPID Sumut saat memberi materi tentang “Filosofi dan Sistem Penyiaran Indonesia” menjelaskan bahwa frekuensi merupakan sumber daya alam terbatas yang digunakan oleh Lembaga penyiaran. Frekuensi dikatakan penting karena yang digunakan oleh lembaga penyiaran dapat berdampak negatif atau positif. 

“Bila bicara frekuensi di Lembaga penyiaran berarti bicara tentang informasi atau siaran yang akan diterima oleh masyarakat. Artinya, masyarakat harus menerima informasi yang baik, berkualitas dan mendidik. Terkait ini, kewenangan KPI adalah mengontrol lembaga penyiaran agar tak hanya memikirkan bisnis tapi juga bicara tentang konten isi siaran yang berkualitas dan bermartabat,” jelas Parulian. ***

 

 

 

 

 

  

 

Finalis Putri Muslimah Indonesia 2019 saat mengujungi ruang pemantauan isi siaran di Kantor KPI Pusat, Jumat (26/4/2019).

Jakarta – Finalis Putri Muslimah Indonesia 2019 ternyata memiliki pandangan kritis terhadap tayangan televisi. Mereka menilai masih ada tayangan yang belum sesuai harapan dan berdampak kurang baik.  

“Banyak film animasi anak yang tidak berbobot. Kadang membuat pikiran anak menjadi lain,” kata Ela salah satu finalis Putri Muslimah Indonesia saat berkunjung ke Kantor KPI Pusat, Jumat (25/4/2019).  

Selain itu, banyak pula tayangan yang menampilkan gimik-gimik negatif yang berefek kurang baik terhadap penonton. “Bagaimana cara KPI menanggapi tayangan gimik-gimik negatif ini,” kata Dea dari Aceh Utara.

Tak hanya itu, beberapa finalis acara Putri Muslimah Indonesia yang ditayangkan Indosiar menilai acara di layar kaca sekarang hanya fokus pada rating. Akibatnya, mereka tak memperhatikan unsur kualitasnya. “Bagaimana KPI menyikapi rating ini,” tanya Ela salah finalis kepada Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano dan Ubaidillah yang menerima langsung kedatangan mereka.

Menanggapi peryataan dan pertanyaan dari finalis Putri Muslimah Indonsia 2019, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, televisi memang lebih fokus pada rating ketika melihat tayangan karena jumlah penonton jadi patokan dalam memproduksi tayangan. 

“Kenyataan secara kualitas memang kurang. Oleh karena itu, kami juga melakukan pembinaan serta meliterasi masyarakat agar melihat tayangan yang berkualitas. Kami punya penghargaan untuk acara berkualitas namun jumlah penonton pemenangnya masih sedikit,” kata Hardly ke finalis yang rata-rata masih menjadi mahasiswi di sejumlah perguruan tinggi.

Menurut Hardly, KPI sangat terbuka bagi masyarakat yang meminta pihaknya untuk melakukan literasi media di manapun. “Gimik itu umum dan hal itu banyak ditemukan di tayangan agar menarik minat menonton. Namun yang harus ingat adalah aturan siaran yang ada di P3SPS KPI. Contoh acara dangdut di Indosiar juga menggunakan gimik tapi kami mendorong agar memperhatikan pakaian peserta serta pengambilan gambarnya,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Hardly berharap finalis Putri Muslimah Indonesia 2019 bisa menjadi wakil KPI sebagai duta penyiaran dan menjadi influencer yang positif melalui seluruh media yang ada. “Dengan pertemuan ini diharapkan peserta dapat informatif, kritis, serta ikut berpartisipasi dalam menciptakan dan mengawal penyiaran,” pintanya. 

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, mengapreasiasi kedatangan para peserta Putri Muslimah Indonesia 2019. Menurutnya, informasi yang diperoleh mengenai KPI dan regulasi yang terkait penyiaran akan memberi wawasan dan pandangan baru bagaimana dinamika penyiaran di Indonesia. 

Ubaidillah juga meluruskan terkait masih banyak masyarakat yang salah mengadukan tayangan media sosial ke KPI karena pengawasan dan kewenangan itu ada di lembaga lain yakni Kementerian Kominfo. “Kami tentu berharap ke depannya KPI juga akan dapat memgawasi hal tersebut,” katanya.

Reseach Division Indosiar, Ekin Gabriel mengatakan, kunjungan Finalis Putri Muslimah Indonesia 2019 ke KPI Pusat untuk memberi pembekalan tentang penyiaran dan regulasi terkait. “”Kami mengadakan acara ini tidak hanya sekedar berlomba tapi ada sesi lain seperti kunjungan ke KPI. Kami ingin mereka mengenal KPI dan paham ketika masuk ke industry media,” katanya. ***

 

Tanjung Pinang - Puluhan mahasiswa dari berbagai kampus di Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Tanjungpinang-Bintan mengikuti sosialisasi TV Digital di Hotel Aston, Kamis (25/4/2019).

Sosialisasi TV Digital yang diselenggarakan Kementerian Kominfo RI dibuka oleh Sekda Prov. Kepri, Arief Fadillah. Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber antara lain Prof. Ramli, Dirjen Penyiaran Kominfo RI, Yoshihiro Sakura (Japan Internasional Cooperation Agency), Hengky Mohari (Ketua KPID Kepri), Deddy Rismanto, Vice GM Corporate Secretary Kompas TV dan dipandu oleh moderator Agus Santika dari RRI Tanjungpinang.

Menurut Arief, pihaknya sangat mendukung sosialisasi tentang TV Digital di Kepri. Hal iniagar masyarakat di Kepri dapat memahami apa dan pentingnya televisi digital di Indonesia. “Kami sangat apresiasi dengan kegiatan di Ibu Kota Tanjungpinang ini,” katanya.

Sementara itu, Dirjen Penyiaran Kominfo RI Prof. Ramli menyatakan, kemajuan informasi teknologi harus diimbangi dengan sosialisasi khususnya tentang penerapan atau migrasi TV analog ke digital. “Perangkat-perangkat teknologi harus didukung karena adanya tuntutan zaman,” katanya.

Sementara itu, sejumlah mahasiswa terlihat antusias mendengarkan pemaparan para narasumber. Kegiatan Kominfo yang baru pertama kali ini juga tampak hadir sejumlah Komisioner KPID Kepri. Red dari berbagai sumber

 

Palu - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Tengah, Harry Azis, menekankan seluruh industri pertelevisian di Sulteng perlu mendorong penayangan 10 persen konten lokal.

“Ini hasil kesepakatan KPI dengan lembaga dibidang penyiaran memajukan kuota 10 persen tayangan lokal dari selurh jam tayang televisi nasional,” katanya dalam Rapat Kerja Daerah KPID Sulteng, di salah satu hotel di Kota Palu, Rabu (25/4/2019).

Hal ini dimaksudkan membuka ruang bagi masyarakat serta pemerintah Provinsi Sulteng untuk mempublikasikan tentang daerah Sulteng dan kebijakan pemerintah.

Namun untuk memasukan 10 persen tayangan konten lokal, Harry mengungkapkan masih menemui kendala. Salah satunya, tingginya biaya produksi. Akibatnya, konten lokal yang sudah tayang, ditayangkan kembali secara berulang kali.

“Kedepan harus ada sinkronisasi antara kebijakan nasional dan daerah dalam penayangan konten lokal. Sehingga tidak hanya itu-itu saja yang ditayangkan,” jelasnya.

Sementara itu, Staf Ahli Bidang Ekonomi Pembangunan dan Kesra, Mohammad Nizam mengatakan penayangan kontel lokal merupakan kewajiban yang harus dipatuhi. Sebab, penayangan itu dinilai penting mempublikasikan tentang segala potensi Sulteng serta kebijakan pemerintah daerah.

“Kententuan itu harus dijalankan, sehingga tidak sekadar menggugurkan kewajiban saja,” katanya.

Maka dari itu, Nizam meminta kepada KPID Sulteng untuk mengawasi dan mengontrol perkembangan penayangan kontel lokal di segala pertelevisian Sulteng, baik itu swasta maupun negeri.

“Industru penyiaran juga turun bertanggung jawab dengan penayanangan konten lokal,” pintanya. Red dari Sultengraya

 

Jakarta – Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Penyiaran Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, Jawa Tengah, berkunjung ke Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Rabu (24/4/2019). Kunjungan tersebut dalam rangka mengenal dan mengetahui lebih dekat tugas dan fungsi lembaga yang dibentuk atas amanat Undang-undang Penyiaran No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. 

Di awal pertemuan, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, menjelaskan kepada para mahasiswa tersebut bagaimana KPI bekerja. “KPI tugasnya bekerja setelah atau pasca tayang artinya ketika sebelum tayang bukan menjadi kewenangan kami. KPI bekerja berdasarkan Undang-undang Penyiaran dan dari UU itu ada turunan peraturan yakni P3 dan SPS yang menjadi pedomanan KPI dalam mengawasi isi siaran,” katanya.

Ubaid juga menyampaikan ke mahasiswa tentang program riset indeks kualitas program siaran televisi. Program riset ini untuk menjadi pembanding lembaga rating yang sudah ada. “Kami melihat siaran televisi dari kualitasnya. Ini berbeda dengan yang dilakukan Nielsen yang fokus pada kuatitas. Kami juga meniliti pola menonton masyarakat di setiap daerah karena setiap daerah tentu ada perbedaan,” jelasnya.

Dalam Pemilu lalu, tambah Ubaid, KPI membuat gugus tugas bersama dengan KPU, Bawaslu, dan Dewan Pers. Dalam gugus tugas itu, KPI fokus pada pengawasan media penyiaran. “Kami juga sering melakukan MoU dengan berbagai lembaga demi mendorong kualitas siaran serta mengedukasi masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, menjelaskan tentang kepemilikan frekuensi siaran. Menurutnya, frekuensi merupakan milik publik dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan kelompok atau pribadi. “KPI Pusat mengawasi 16 televisi berjaringan, 6 televisi berlangganan dan puluhan radio,” tambahnya.

Mayong juga menjelaskan untuk pengawasan sosial media, youtube, netflix dan media streaming bukan menjadi kewenangan KPI. “Pengawasan media sosial itu semua diatur oleh kementerian kominfo,” tuturnya.

Pada saat tanyajawab, sebagian mahasiswa masih mempertanyakan tentang siapa yang melakukan sensor terhadap tayangan televisi. Namun yang paling banyak mereka sampaikan yakni harapan agar tayangan televisi tidak hanya menghibur tapi juga mengandung nilai edukasi. “Kami berharap tayangan tidak hanya sekedar memberi hiburan tapi juga unsur edukasinya dipikirkan,” kata Diaz Ningrum, salah satu mahasiswa IAIN Salatiga. 

Menutup pertemuan, Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, menegaskan bahwa KPI tidak melakukan sensor teradap sebuah tayangan. KPI bertindak pada saat pasca tayang. “Yang memiliki kewenangan sensor adalah LSF dan masing lembaga penyiaran. Setelah tayang barulah KPI berjalan jika ada pelanggaran,” tandasnya. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.