Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) memutuskan memberi sanksi teguran untuk program siaran “Orang Ketiga” SCTV. Program tersebut kedapatan melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Hal itu ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, tertanggal 14 Mei 2018.
Berdasarkan pemantauan, pengaduan masyarakat dan hasil analisis, KPI Pusat menemukan pelanggaran pada program siaran “Orang Ketiga” yang ditayangkan stasiun SCTV pada tanggal 15 April 2018 pukul 23.17 WIB. Program siaran tersebut menampilkan adegan seorang pria dan wanita yang sedang bertengkar dengan berkata “Bajingan”. Selain itu, pada tanggal 18 April 2018 pukul 22.11 WIB menampilkan adegan seorang wanita yang dibawa ke Bidan untuk melakukan aborsi.
Berdasarkan pengaduan masyarakat yang KPI Pusat terima, hal ini dianggap telah memberikan citra/stigma negatif terhadap profesi bidan. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan tentang penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan serta penghormatan terhadap etika profesi.
“KPI Pusat memutuskan bahwa tayangan tersebut telah melanggar P3 KPI tahun 2012 Pasal 9 dan Pasal 10 serta SPS KPI Tahun 2012 Pasal 9 Ayat (1) dan Pasal 10 Ayat (1). Berdasarkan pelanggaran tersebut, KPI Pusat memberikan sanksi administratif Teguran Tertulis,” kata Ketua Yuliandre Darwis.
Diakhir surat, KPI Pusat minta SCTV agar menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. ***
Diskusi Publik mengenai Pemberitaan dan Penyiaran tentang Terorisme di Hotel Borobudur, Rabu (30/5/2018), menghadirkan narasumber dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Mahkamah Agung (MA), Kejaksaaan Agung (Kejagung), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Dewan Pers. (Foto by Agung Rachmadyansah KPI)
Jakarta -- Media penyiaran diminta bijak dan arif dalam melakukan peliputan dan penyiaran terkait kejadian serta kasus hukum soal terorisme. Permintaan tersebut mengemuka dalam Diskusi Publik mengenai Pemberitaan dan Penyiaran tentang Terorisme di salah satu Hotel di Jakarta Pusat, Rabu (30/5/2018).
Diskusi yang diinisiasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) jelang buka puasa itu menghadirkan narasumber dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Mahkamah Agung (MA), Kejaksaaan Agung (Kejagung), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Dewan Pers.
Di awal diskusi, Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono mengatakan, media jangan hanya berpikir bagaimana cara menyampaikan informasi tapi juga menaksir dampak yang akan ditimbulkan jika informasi itu disampaikan ke publik. “Kita tidak bisa menampilkan bahan berita apa adanya atau sederhana,” katanya di depan peserta yang sebagian besar perwakilan lembaga penyiaran dan wartawan.
Menurutnya, semangat media untuk menyajikan informasi mengenai terorisme dikhawatirkan justru memunculkan semangat baru atau membangkit sel-sel tidur terorisme. “Tanpa mengurangi kebebasan untuk memberi informasi, kita punya rujukan dan kearifan, bahwa setiap fakta tidak bisa disiarkan secara telanjang.Yang baik adalah harus ada proses edit, verifikasi dan pertimbangan lainnya,” jelas Mayong.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaaan Agung, Mohamad Rum, mengatakan media harus memiliki kearifan dalam menyiarkan kasus terorisme terutama menyangkut persidangan kasus ini. “Memang susah hakim melarang peliputan tapi semuanya kembali ke medianya. Kebijaksanaan media menjadi harapan demi kepentingan publik dan nasional serta penegakan hukum,” jelasnya.
Sementara, Kepala Biro Humas Mahkamah Agung, Abdullah, menyampaikan siaran langsung perkara terorisme dapat mengancam keamanan perangkat pengadilan karena data identitasnya terutama hakim jadi terbuka. Selain itu, jalannya sidang yang disiarkan “live” dapat mempengaruhi keterangan para saksi di depan hakim.
“Mestinya saksi yang akan dimintai keterangan sesudah saksi sebelumnya tidak boleh mengetahui apa-apa yang disampaikan. Ini akan menambah wawasan kepada saksi berikutnya dan akan sulit dipertanggungjawabkan keterangannya karena hakim itu membutuhkan keterangan yang original,” kata Abdullah.
Menurutnya, sebaiknya siaran “live” dari ruang sidang dibatasi demi menjaga kemurnian keterangan saksi untuk mengadili terdakwa. Media memiliki andil besar menyelamatkan banyak orang dengan tidak menyiarkan hal ini.
Ketua Dewan Pers, Yoseph Adhi Prasetyo, juga mengingatkan media untuk mentaati aturan etika peliputan sidang di sebuah pengadilan. Dia mencontohkan persidangan kasusnya Jesica yang digelar di Pengadilan Negeri Pusat beberapa waktu yang lalu. Menurutnya, semua media ingin meliput jalannya sidang yesica secara langsung, dimana kasus ini dianggap agak unik, karena Jaksa penuntut Umum tidak bisa menghadirkan alat bukti yang sah, sehingga vonis banyak berdasarkan dari saksi ahli.
Dewan pers juga ikut mengeluarkan pedoman peliputan terorisme maupun peliputan sidang lainnya yang dapat menjadi pegangan insan pers. Menurut Stanley, panggilan akrabnya, lembaga penyiaran punya kewajiban menyiarkan berita yang akurat di tengah masyarakat dengan tetap mengedepankan prinsip jurnalistik dan regulasi penyiaran yang ada. “Media memang harus membuat info berdasarkan fakta tapi jangan sampai mengabarkan ketakutan,” katanya.
Kepala Biro Multimedia Polri, Brigjen Pol. Rikwanto mengatakan, media harus berhati hati dalam menyampaikan informasi mengenai terorisme. Dia mengkhawatirkan informasi yang tanpa pertimbangan matang akan memicu perkembangan terorisme. Media juga harus berperan memisahkan konteks agama dan tindakan terorisme. “Perbuatannya yang harus dihukum. Labelisasinya di buang,” katanya. ***
Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, Perwakilan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Humas Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Mahkamah Agung (MA), Kejaksaaan Agung (Kejagung), dan Polda Metro Jaya usai tandatangani Deklarasi.
Jakarta -- Pimpinan media, pengurus dan jurnalis yang tergabung dalam Asosiasi Televisi Swasta Nasional Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menandatangani Deklarasi Bersatu untuk Indonesia Damai, Rabu (30/5/2018) di Hotel Borobudur, Jakarta.
Deklarasi ini berisikan komitmen untuk mendukung penyiaran sebagai media informasi guna mewujudkan Indonesia Damai. Ikut menandatangani Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, Perwakilan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Humas Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Mahkamah Agung (MA), Kejaksaaan Agung (Kejagung), dan Polda Metro Jaya.
Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, deklarasi atau sikap bersama ini dimaksudkan agar media senantiasa mengedepankan kepentingan publik dalam menyampaikan setiap informasinya. “Ini komitmen kita bersama ketika terjadi kejadian-kejadian luar biasa seperti ini,” katanya sebelum membuka diskusi publik di tempat yang sama.
Sebelumnya, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis menyampaikan, komintmen dan diskusi ini untuk menyamakan persepsi dan tensi lembaga penyiaran usai kejadian bom beberapa waktu itu. Perlu ada diskusi untuk menyamakan tolak ukur yang sama tersebut tentang pemberitaan terorisme. “Agar tidak ada lagi saling intip antar TV, apakah ada yang tayang disana jika kejadian luar biasa seperti terorisme ini,” katanya.
Menurut Andre, panggilan akrabnya, yang harus dipahami sekarang adalah jangan ada saling menyalahkan tapi justru menacari role model untuk mengatur hal ini. “Memang sudah ada kode etik tapi tidak ada kesamaan dalam menjalankannya,” sahutnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat ini mengingatkan agar media khususnya penyiaran mengutip informasi dari pihak berwenang guna mendapatkan informasi yang lengkap dan benar. Uji informasi, verifikasi dan investigas tidak boleh ditanggalkan.
“Kita harus berkomitmen menjaga stabilitias keamanan dengan mengedepan informai yang positif dan mendamaikan. Ketika ada kejadian seperti ini. Semua pihak sudah paham dan diskusi secara periodik harus terus dilakukan. Media arus utama dalam hal ini TV harus jadi tuntunan dan meminimalisir berita fake atau hoax,” tandasnya. ***
Saya..........,selaku penggiat budaya sekaligus anggota salah satu Grup keris Online di Jakarta, ingin melaporkan bahwa Film berjudul "Pesugihan Bersekutu dengan Iblis" yang mulai tayang di jaringan bioskop sejak 23 Februari 2023 menampilkan isi film yang bisa MENGGERUS
Budaya Nasional secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara:
- MENGERDILKAN salah satu budaya luhur Nasional yang sudah diakui dunia, yaitu keris (dengan mengeksploitasi aspek mistis pada keris dan bersifat menyesatkan publik).
- MELUNTURKAN apresiasi publik terhadap keris.
- MENYELEWENGKAN fungsi utama dari keris sebagai bagian dari Budaya bangsa yg mempunyai nilai budi luhur yang tinggi malah menjadi suatu Objek yg dianggap buruk di mata umum secara fungsi.
Maka dari itu, mohon untuk :
- Segera ditarik dari peredaran, jika memungkinkan.
- Jika tidak memungkinkan untuk ditarik mohon ada tindakan tegas untuk sensor pada bagian keris sejak warangka sampai kedalam bilah, baik itu di dalam film maupun dalam poster
- Tidak meloloskan film yang berkonten demikian untuk tontonan publik di masa depan, DEMI KEBAIKAN INDONESIA.
Jika tidak tertangani, maka selain berakibat semakin beratnya tugas para pelestari keris, film-film sejenis juga menjadi sarana MENYEBARKAN DAN MENYUBURKAN BENIH-
BENIH RADIKALISASI dalam bentuk ajakan halus untuk menjauhi Budaya Nusantara dengan memelintir dan menyajikan CITRA NEGATIF atas Budaya Nusantara
Pojok Apresiasi
vidi hardi
vidi hardi Kepada Yth:
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Ketua Komisioner KPI PUSAT Bpk.Yuliandre Darwis
"PESBUKERS"pelanggaran YANG PALING BERAT P3-SPS terhadap umat islam adalah:
BAB IV
PENGHORMATAN TERHADAP NILAI-NILAI KESUKUAN, AGAMA, RAS,
DAN ANTARGOLONGAN
Pasal 6
Lembaga penyiaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan
antargolongan yang mencakup keberagaman budaya, usia, gender, dan/atau
kehidupan sosial ekonomi.
APAKAH PRODUSER DAN KRONINYA, MEREKA ATHEIS sehingga kekusyuan umat islam menjalankan ibadah sholat maghrib terganggu
(membuat gelisah dan marah umat islam program tidak beretika)
Adzan maghrib berkumandang, mereka menari-nari, bernyanyi dan tertawa lepas sehingga suara adzan hilang
apakah program PESBUKERS (ATHEIS) PERUSAK UMAT ISLAM STUDIO, sehingga mereka lalai menunaikan kewajibannya
ternyata zaman JAHILIYAH (ANTV)..yang tidak menghormati norma-norma AGAMA ISLAM
PROGRAM TIDAK BERADAB, tidak menghormati umat islam..yang sedang melakukan ibadah sholat maghrib
MOHON KPI PUSAT HENTIKAN "PESBUKERS"
ini jelas sudah ada aturan pada :
PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA
Nomor 01/P/KPI/03/2012
TENTANG PEDOMAN PRILAKU PENYIARAN