Pelaksanaan Workshop Area di Kampus Universitas Hasanudin, Makassar.

Makassar - Komisi penyiaran Indonesia (KPI) kembali menggelar Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi untuk tahun yang ke 3. Kegiatan ini melibatkan institusi akademis, dalam hal ini perguruan tinggi, dalam mengukur kualitas siaran televisi yang ada di Indonesia. Pada tahun 2018 ini salah satu kampus yang bekerjasama dengan KPI menjalankan survey adalah Universitas Hasanuddin di kota Makassar.

Sebelum melaksanakan survey, KPI menggelar workshop untuk petugas survey untuk dapat menggali secara dalam tentang pendapat masyarakat atas program siaran televisi. “Penekanan pelaksanaan survey tahun ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang skema kebutuhan masyarakat dalam peta isi siaran”, ujar Ubaidillah, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan. Sedangkan menurut Andi Alimuddin selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas, survey ini dapat mengubah persepsi industri televisi terhadap nilai-nilai informasi yang akan dihadirkan di tengah masyarakat. “Sehingga produk yang ditayangkan televisi lebih memiliki manfaat dalam mencerdaskan masyarakat lewat informasi yang bernilai edukatif”, ujar Andi.

Selain mengambil data dari responden yang merupakan masyarakat umum, pelaksanaan survey juga dilakukan dengan pemberian penilaian kualitatis oleh sejumlah panel ahli yang merupakan menjadi representasi kepakartan dari masing-masing kategori program. Diharapkan dari penilaian panel ahli ini, didapatkan masukan yang obyektif atas program siaran yang ada di televisi yang dikaitkan dengan amanat regulasi tentang tujuan diselenggarakannya penyiaran. 

Jakarta - Menyikapi peristiwa pengeboman di Gereja yang terjadi di Surabaya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau pada lembaga penyiaran untuk tetap menaati Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI 2012.

Peraturan KPI nomor 2 tahun 2012 tentang SPS, mengatur secara rinci bahwa lembaga penyiaran yang menayangkan program siaran jurnalistik senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik, termasuk di dalamnya aturan tentang muatan kekerasan dan kejahatan, peliputan terorisme, serta peliputan bencana. Secara umum, lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan korban bencana dalam kondisi-kondisi tertentu seperti manusia dengan kondisi yang mengenaskan akibat dari peristiwa kekerasan.

KPI juga mengingatkan lembaga penyiaran, baik televisi dan radio, untuk mengutip informasi dari narasumber yang terpercaya dan institusi yang berwenang, sebagai bentuk pemenuhan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi secara lengkap dan benar.

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, lembaga penyiaran punya kewajiban menyiarkan berita yang akurat di tengah masyarakat, dengan tetap menjunjung kode etik jurnalistik dan regulasi penyiaran yang ada. “Jangan sampai masyarakat menerima teror berulang, karena munculnya informasi dan berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya”, ujar Yuliandre.

Selain itu, KPI mengingatkan pula pada pengelola televisi dan radio, bahwasanya penyiaran memiliki fungsi perekat sosial. “Karenanya dalam kondisi saat ini, televisi dan radio harus menjalankan fungsinya sebagai perekat sosial di masyarakat, untuk menjaga situasi lebih kondusif”, pungkas Yuliandre.

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Biem Triani Benyamin saat berkunjung ke kantor KPID DKI Jakarta, Rabu (9/5/2018).

 

Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Biem Triani Benyamin menyatakan pesimis Revisi Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran akan disahkan DPR RI dalam waktu dekat.  “Saya pesimis tahun 2019 undang-undang tersebut akan disahkan. Karena masih ada perbedaan pendapat yang belum dapat disatukan,  terutama menyangkut apakah memakai single mux atau multi mux dalam pengelolaan frekuensi,” ujar Biem.

Biem menyampaikan perkembangan pembahasan yang saat ini belum tuntas di DPR. Hal itu disampaikan dalam kesempatan penyerapan aspirasi dalam masa reses DPR RI di kantor Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (9/5/2018). Dalam kunjungan kerja, Putra Seniman Betawi Benyamin Suaeb tersebut diterima Ketua KPID DKI Jakarta Kawiyan dan seluruh komisoner.

Ditambahkan Biem, tahun 2019 yang merupakan tahun politik juga tidak memungkinkan dilakukan pengesahan Undang-Undang Penyiaran. Namun ia berjanji akan  mendesak Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah terutama terkait aturan memperkuat Kelembagaan dan penganggaran KPID. 

“KPID ini sangat penting fungsinya terutama dalam pemantauan siaran dan proses perizinan Lembaga Penyiaran, sehingga sebelum disahkannya Undang-Undang yang baru perlu ada solusi yang menjebatani aturan agar KPID tetap bisa berfungsi. Kalau tidak nanti akan mengganggu kinerja KPID di seluruh Indonesia. Kami akan bawa persoalan ini ke Rapat Kerja dengan Kementerian,” jelasnya.  

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah.

Merespon pernyataan Biem, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, mengatakan hal itu selaras dengan keinginan lembaganya yang tertuang dalam Rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2018 Se-Indonesia di Palu, awal April lalu. Dalam rekomendasi itu, KPI mendesak Presiden untuk segera mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang penganggaran dan kelembagaan KPID. 

“KPI juga meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengeluarkan Peraturan Mendagri (Permendagri) tentang Pedoman Penyusunan APBD KPI Daerah se-Indonesia melalui hibah berkelanjutan,” kata Ubaid saat dihubungi kpi.go.id.

Ubaid menjelaskan, pihaknya telah bersurat kepada Gubernur se-Indonesia untuk memfasilitasi KPI Daerah dengan anggaran dan SDM Aparatur Sipil Negara (ASN) non struktural minimal berjumlah 6 (enam) orang terdiri dari: 1 (satu) orang fasilitasi fungsi penyusunan program dan rencana kerja serta pelaporan, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan keuangan dan aset, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan fungsi bidang Isi Siaran, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan fungsi bidang PS2P, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan fungsi bidang kelembagaan, 1 (satu) orang SDM koordinator/penanggungjawab. 

“Kami pun mendesak Pemerintah, dalam hal ini DPR dan Presiden, untuk segera mengesahkan revisi Undang-Undang Penyiaran di tahun 2018. KPI Pusat juga melakukan pemetaan terhadap kelembagaan KPI Daerah terkait persoalan KPID,” jelas Ubaid.

Problematika KPID DKI Jakarta

Sementara itu, Ketua KPID DKI Jakarta, Kawiyan, saat menerima kunjungan Biem menyatakan hal yang sama soal pentingnya penguatan Kelembagaan KPID mutlak dilakukan dengan mendesak segera disahkannya RUU Penyiaran. 

“Persoalan single atau multi mux sepenuhnya kami serahkan kepada DPR RI dan Pemerintah untuk memutuskannya bijaksana. Karena Frekuensi merupakan milik public maka aturan siapa yang mengelolanya juga harus mencerminkan kepentingan publik,” ungkap Kawiyan.

Ditambahkan Kawiyan bahwa yang tak kalah penting dalam revisi UU Penyiaran tersebut adalah persoalan penguatan kelembagaan KPID. Saat ini banyak KPID di daerah yang anggarannya dihentikan menyusul adanya Surat Edaran dari Menteri Dalam Negeri No. 903/2930/SJ tentang Kelembagaan dan Penganggaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). 

Tertundanya pengesahan Undang-Undang Penyiaran dan adanya Surat Edaran Mendagri membuat banyak Gubernur yang menjadi kebingungan dalam penganggaran KPID. Bahkan, ada Gubernur yang sama sekali tidak mau mengalokasikan anggarannya untuk KPID sehingga aktivitas KPID yang sangat penting dalam mengawasi konten siaran sangat terganggu. 

“Bahlan dengan adanya polemik ini, kami di KPID DKI Jakarta dalam waktu 2 bulan terakhir ini anggarannya dibekukan oleh Dinas Kominfotik DKI Jakarta yang menjadikan terhentinya operasional dan tidak dibayarkannya honor honorarium komisioner dan tenaga ahli kami selama dua bulan,” papar Kawiyan.

Biem menyatakan akan membantu mencarikan jalan keluar persoalan yang dihadapi oleh KPID. Ditegaskannya pula bahwa sebelum adanya aturan yang baru keluar Daerah harus tetap mensuport aktivitas KPID.

“Itulah yang saya tidak setuju. Mestinya, meskipun Undang-Undang Penyiaran belum disahkan, anggaran untuk KPID tidak boleh dihentikan, apakah itu dari APBN atau dari APBD,” tegas Biem. ***

 

 

Bandung -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bekerjasama dengan Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung melaksanakan Fokus Grup Diskusi (FGD) Tim Panel Ahli Survei Indeks Kualitas Program Siaran TV 2018 Periode 1, Rabu (9/5/2018). FGD yang melibatkan 10 orang panel ahli ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Survei Indeks Kualitas Program Siaran TV di Kota Bandung.

FGD yang dihadiri Komisioner KPI Pusat Prof. H. Obsatar Sinaga, Anggota Komisi I DPR RI Junico Siahaan, Dekan Fikom Unpad Dadang Rahmat Hidayat, Ketua KPID Jawa Barat Dedeh, membahas delapan kategori program survei dan indikatornya.

Saat menyampaikan pandanganya, Anggota DPR RI Nico Siahaan, menyampaikan harapan supaya lembaga penyiaran lebih memberikan tayangan yang mendidik dan bermanfaat. “Hasilnya dari kegiatan ini akan saya sampaikan ke Komisi I DPR RI,” katanya. 

Sementara itu, Komisioner KPI Obsatar Sinaga menyatakan siaran berita tidak lepas dari sensasional dan ini sudah jadi tren di masyarakat. Menurutnya, berita yang ditampilkan akan memberikan efek balik kepada masyarakat.

Hal yang sama juga disampaikan Dadang Rahmat Hidayat. Menurutnya, publik harus menjadi perhatian karena mereka adalah pihak yang dirugikan. “Apa yang disampaikan lembaga penyiaran menjadi akan kebiasaan di masyarakat,” katanya. ***

 

Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Dewi Setyarini, pada acara World Press Freedom Day 2018 di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (8/5/2018).

 

Jakarta – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Dewi Setyarini, sependapat dengan pernyataan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, soal kebebasan pers jangan dianggap remeh. Pasalnya, kebebasan pers sangat berkaitan dengan kemajuan budaya sebuah bangsa. Hal itu disampaikan Hilmar pada acara World Press Freedom Day 2018 di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (8/5/2018).

Namun Dewi mengingatkan, kebebasan pers harus diimbangi dengan penghormatan terhadap keberagaman yang ada pada suatu bangsa. Menurutnya, keberagaman merupakan sebuah anugerah sekaligus kekayaan sebuah bangsa karena di dalamnya terdapat beraneka ragam khazanah budaya, bahasa, seni dan identitas berbeda lainnya.

“Keberagaman adalah hak mutlak yang diperlukan di negara yang memiliki keberagaman tersebut. Karena itu, keberagaman seharusnya menyatukan bukan memecah belah dan media memiliki peran untuk menyatukan kondisi tersebut,” kata Dewi  saat menjadi pembicara sesi ke 2 acara World Press Freedom Day 2018 di Hotel Fairmont yang diinisiasi oleh Unesco.

Dewi menjelaskan, KPI sebagai lembaga negara diamanahkan UU Penyiaran menjaga keberagaman tersebut melalui penyiaran. Bahkan, di dalam UU Penyiaran keberagaman konten dan keberagaman kepemilikan harus dikembangkan.

“Untuk menjaga keberagaman penyiaran itu harus ada sinergi berbagai pihak. Upaya secara bersama-sama sangat diperlukan untuk membangun diversity of konten dan diversity of ownership dalam penyiaran tersebut,” kata Dewi.

Sementara itu, Hilmar menyampaikan, kebebasan pers itu berkorelasi dengan kemajuan kebudayaan. Karenanya, kebebasan pers harus dijaga dan di rawat. Menurutnya pers, bukan hanya untuk pers itu sendiri. “Tapi kerja pers, mendaku pada kepentingan publik. Pers juga menjadi instrumen untuk mendorong kemajuan budaya. Kebebasan pers juga berpengaruh pada pengembangan kreativitas,” katanya.

Hilmar mengatakan, kreativitas tidak akan muncul jika dikekang. Inovasi tak akan lahir, bila ada pembatasan apalagi represi. Tapi kreativitas dan inovasi bisa lahir dalam suasana kebebasan. Maka, kebebasan pers bisa mendorong lahirnya beragam kreativitas. “Kita tidak bisa mengembangkan energi kreativitasnya tanpa adanya kebebasan,” tambahnya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.