Medan -- Minimnya penghargaan terhadap hak privasi menjadi salah satu penyebab nilai untuk kategori program infotainmen selalu di bawah ambang batas kualitas yang ditetapkan KPI pada Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV yakni sebesar 3.00. Hampir selama tujuh tahun sejak riset ini berlangsung, rata-rata nilai indeks kualitas program infotainmen ada di bawah nilai tersebut.  

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, para informan ahli riset menemukan banyak tayangan infotainmen yang tidak mempedulikan aspek penghargaan terhadap hak privasi ini. Padahal, aspek ini diatur tegas dalam P3SPS KPI tahun 2012. 

“KPI tidak mentolerir segala bentuk siaran yang mengekspose persoalan atau masalah pribadi orang dalam semua mata acara. Namun sayangnya, sebagian masyarakat menganggap hal itu lah yang menarik untuk ditonton,” kata Andre di sela-sela acara Diseminasi Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV Tahun 2022 di Medan, Kamis (14/7/2022).

Dia mencontohkan, di Korea Selatan, hal yang mengganggu privasi baik dari publik figur maupun masyarakat justru ditentang, baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

"Hal ini pernah terjadi di Indonesia, Insert diduga sebarkan foto illegal V BTS yang sedang merokok di backstage Grammy Award 2022, ARMY bertindak turunkan rating hingga lapor ke BigHit (manajemen dari BTS). Banyak ARMY yang menyebut bahwa berita tersebut tidak menghargai privasi salah satu personel BTS tersebut," sebut Yuliandre.

Bahkan, ada yang menyebutkan Insert sudah melanggar kode etik jurnalistik. Pada 2018 lalu, Netizen membuat sebuah petisi kepada pemerintah untuk menghapus Media Korea Dispatch. Lebih dari 200 ribu orang menandatangani petisi tersebut. 

Sementara itu, di tempat yang sama, Dekan Universitas Sumatera Utara (USU), Dr. Hatta Ridho, menyampaikan dalam waktu dekat Indonesia akan menyambut datangnya tahun politik. Dia mengatakan, akan banyak muncul pencitraan di berbagai saluran media. 

“Independensi media di pertaruhkan. Jangan sampai hanya karena kepentingan kelompok atau orang tertentu, membuat media atau pers mengabaikan kaidah-kaidah jurnalistik yang ada," jelas Hatta Ridho saat opening speech.

Hatta juga menegaskan siaran infotainmen seharusnya menjadi informasi dan entertainment yang mengedepankan kaidah-kaidah jurnalistik yang jelas dan menitikberatkan informasi yang aktual dan juga menghibur. Tayangan infotainmen biasanya memang tidak dianggap sebagai tayangan jurnalistik karena kaidah-kaidah yang dipakai berbeda jauh dari kaidah jurnalistik. Selain juga tidak mengedepankan kepentingan publik seperti pers seharusnya. 

“Kami berharap lembaga penyiaran dapat berbenah untuk memperbaiki kualitas program siaran infotainmen agar tidak hanya menjual privasi seseorang untuk menarik penonton. Jangan hanya mencekoki penonton dengan tayangan yang tidak bermutu, namun harus turut menjadi program siaran yang sehat dan berkualitas,” tandasnya. Tim Diseminasi/Editor: RG

 

 

Medan - Komisioner KPI Pusat Yuliandre Darwis melakukan kunjungan kerja ke Universitas Sumatera Utara. Lawatan yang langsung diterima Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Muryanto Amin, membahas kesiapan USU sebagai tuan rumah Konferensi Penyiaran tahun 2023. 

Dalam pertemuan, Yuliandre menyampaikan perihal kerja sama pihaknya dengan 12 perguruan tinggi se-Indonesia dan salah satunya Universitas Sumatera Utara. Menurut dia, bicara soal mekanisme hingga penentuan kebijakan, KPI menilai perlu adanya wawasan dari sisi akademis. 

“Bicara tentang industri kreatif tentu tidak mudah kita menerapkan sebuah kebijakan. Oleh karenanya, dengan kerja sama ini bisa menjadi asupan energi kita sebagai regulator agar dapat bekerja sesuai dengan kaidah keilmuanya,” kata Yuliandre di Ruang Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan, Rabu (13/7/2022).

Menurut Andre, bicara tentang kualitas penyiaran tidak lepas dari instrumen yang sudah diuji secara akademis oleh para ahli. Terkait hal itu, lanjutnya, pihaknya mengajak USU berkolaborasi menyelenggarakan Konferensi Penyiaran Indonesia yang salah satu agendanya mengajak para praktisi penyiaran, akademisi dan masyarakat umum untuk bersama-sama melahirkan sebuah pemikiran dalam call of paper. Sebagai informasi, Konferensi Penyiaran telah tiga kali digelar yang pertama di Padang pada 2019, Makassar pada 2021 dan Yogyakarta di tahun ini. 

Harapannya semakin banyak kajian tentang penyiaran akan banyak bahan rujukan untuk meningkatkan citra dan kualitas penyiaran Indonesia. Apalagi di era sekarang masyarakat lebih leluasa untuk memilih kontennya.

“Maka dari itu, KPI minta Lembaga Penyiaran harus dapat memproduksi konten yang tidak hanya menarik, namun harus tetap memperhatikan kualitas kontennya dan mengetahui untuk siapa konten tersebut dibuat,” kata Yuliandre. 

Di tempat yang sama, Rektor USU, Muryanto Amin mengatakan, kualitas senada dengan keabsahan sebuah informasi sehingga media konvensional seperti TV masih dijadikan rujukan untuk mendapatkan informasi yang jelas. "Kita sebagai regulator dan akademisi harus memberikan wadah dan sarana yang baik serta momen yang baik juga untuk bisa memberikan warna baru bagi industri pertelevisian Indonesia,” tuturnya

Muryanto mengatakan, saat ini konten kearifan lokal yang berkualitas sudah mulai digaungkan seperti film Ngeri Ngeri Sedap. Ia merasa konten tersebut implementasi sekaligus sinergi ide tentang kearifan lokal khususnya di Sumut.

“Akhirnya, sinergi dan pergerakan pemuda untuk terus berkreatifitas adalah kunci untuk memberikan warna baru dari sebuah industri kreatif ke depan. Ragam TV Indonesia juga perlu di perhatikan dan juga dengan banyaknya isu-isu orisinal yang muncul belakangan". Bianca/Editor: RG

 

 

 

Jakarta -- Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menerima kunjungan KPID Kalimantan Timur di KPI Pusat, Rabu (6/7/2022). Pertemuan koordinasi tersebut membahas beberapa hal terkait dinamika penyiaran di wilayah Kaltim. 

Hadir dalam pertemuan tersebut Anggota KPID Kaltim, Hajaturamsyah (Koordinator Bidang PS2P), Dedy Pratama (Kordinator Bidang Kelembagaan), Tri Heryanto (Komisioner), dan Hendro Prasetyo (Komisioner).

Hajaturamsyah di awal pertemuan menanyakan tindakan yang tepat menyikapi beberapa lembaga penyiaran berlangganan (LPB) yang tidak memiliki izin namun tetap beroperasi. Terlebih cukup banyak LPB yang beroperasi di wilayah Kaltim. Muncul inisiasi dari KPID Kaltim untuk mendata dan membantu perizinan LBP tersebut supaya sah dan terkontrol oleh regulasi yang berlaku.

Selain itu, disampaian masalah blank spot yang masih banyak di wilayah Kaltim. Apalagi sekarang akan dilakukan Analog Switch-Off penyiaran televisi sehingga menjadi kendala utama. Menurutnya, perlu ada dorongan sarana penyiaran dari pemerintah.

Hal senada dikatakan Dedy Pratama terkait harapan supaya lembaga penyiaran yang ada di Kaltim terkontrol guna menghindari konflik antar lembaga penyiaran. Terlebih terdapat sekitar 114 lembaga penyiaran resmi yang beroperasi di wilayah Kaltim. 

Sementara Hendro Prasetyo menyampaikan keinginan Kaltim menjadi tuan rumah Hari Penyiaran Nasional dan Rapat Koordinasi Nasional dalam waktu dekat. Dia menganggap hal ini merepresentasi Indonesia yang baru dan menegaskan semangat Kalimantan Timur sebagai wilayah IKN baru. 

Menanggapi beberapa pertanyaan itu, terkait LPB yang tidak berizin, Mulyo Hadi menyatakan perlu dilakukan tindakan persuasif untuk menjadikan lembaga-lembaga tersebut legal. “Teman-teman KPID diharap dapat membantu dengan mengumpulkan dan melakukan konsorsium lembaga penyiaran serta mengurus izin bagi lembaga tersebut. Saya pastikan proses tidak akan memakan waktu yang panjang,” tegasnya.

Terkait permasalahan blank spot, pemerintah melalui Kementerian Kominfo, telah berjanji akan merealisasikan 30 tower tambahan di daerah 3T sampai dengan 2 November 2022. “Kita nantikan saja sampai dengan 2 November 2022, semoga negara dapat merealisasikannya sehingga blank spot di daerah 3T dapat ditekan,” ucap Mulyo. 

Di samping penegakan regulasi, KPI dan KPID perlu mendorong pertumbuhan lembaga penyiaran di wilayah Kaltim. Jangan sampai dengan adanya regulasi justru menghambat lembaga penyiaran yang dampaknya kebutuhan informasi masyarakat tidak terpenuhi. “KPI harus tetap pada fungsi memastikan penyiaran berjalan untuk kepentingan rakyat, namun juga harus tetap mengedepankan cara-cara persuasif kepada media dalam menyajikan informasi kepada masyarakat,” tegas Mulyo.

Harapannya dengan terkoordinasinya lembaga penyiaran, dapat muncul konten-konten kedaerahan yang segar, kreatif, sesuai dengan nilai-nilai kedaerahan dan memenuhi P3SPS sebagai pedoman penyiaran yang ada hingga saat ini. 

Adapun permohonan Kaltim sebagai tuan Rumah Hasiarnas dan Rakornas, Mulyo menanggapi bahwa hal itu masih perlu digodok dan dibincangkan lebih lanjut kepada para pihak yang terlibat. Wilayah yang dipilih sebagai tuan rumah kedua agenda penyiaran nasional tersebut perlu memperhitungkan kemampuan masing-masing daerah karena sifat dari penyelenggaraan agenda tersebut adalah kerja sama. 

Namun, menurut Mulyo, IKN menjadi isu yang positif yang dapat menjadi daya tarik bagi terselenggaranya agenda penyiaran di Kalimantan Timur. “Saya kira IKN menjadi menarik ketika menjadi tuan rumah Hasiarnas dan Rakornas karena menjadi simbol Indonesia yang baru di masa depan,” ungkap Mulyo. Abidatu/Editor: RG

 

 

Ambon --  Ketegori program acara Wisata dan Budaya selalu rutin mendapatkan nilai tinggi sebagai program berkualitas dalam setiap Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV yang diselenggarakan KPI bekerjasama dengan 12 Perguruan Tinggi Negeri setiap tahunnya. Sayangnya, titel berkualitas ini ternyata tak sebanding dengan jumlah penonton acaranya yang masih di bawah penonton tayangan sinetron.

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, situasi kurang baik itu pada akhirnya membuat stasiun TV lebih tertarik membuat tayangan yang memiliki jumlah penonton terbanyak seperti sinetron. 

“Kategori program wisata budaya masuk dalam kategori berkualitas dalam Riset Indeks Kualitas. Meskipun berkualitas, ini belum tentu berkaitan dengan kuantitas dan banyaknya penonton. Pada akhirnya program ini belum menjadi program yang menarik untuk diproduksi bagi industri karena penontonnya kurang,” jelasnya di acara Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Tahun 2022 dengan tema “Potret Program Wisata dan Budaya di Indonesia”, Kamis (7/7/2022) di Gedung Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pattimura, Ambon.

Dalam riset yang dilaksanakan tahun 2022 tercatat hanya empat lembaga penyiaran yang memproduksi program siaran wisata budaya, yaitu TVRI, Trans7, Metro TV, Kompas TV dan Trans TV. Menyikapi pola tontonan masyarakat yang demikian, Hardly akan mendorong KPI Pusat untuk membuat kembali panduan menonton, yang berisi program siaran berkualitas. Panduan menonton  ini akan menggunakan data hasil Riset Indeks Kualitas Program TV, maupun hasil penjurian anugerah KPI. Karena menurutnya, hasil riset khususnya tentang program siaran berkualitas harus banyak didengar masyarakat.   

“Pada dasarnya mewujudkan penyiaran yang berkualitas membutuhkan partisipasi masyarakat. Pada akhirnya masyarakat sebagai audience yang akan menjadi penentu dengan memilih mana program siaran yang akan ditonton. Sementara itu, KPI itu bertugas mengarahkan partisipasi masyarakat yang salah satu kegiatannya melalui indeks kualitas, karena kita tidak bisa menyerahkan dinamika penyiaran pada mekanisme pasar begitu saja,” tambah Hardly Stefano. 

Selain itu, upaya lain yang dinilai Hardly dapat mengubah pendirian TV supaya memproduksi tayangan berkualitas yaitu dengan mendorong inisiatif masyarakat untuk lebih terbuka mengapresiasi seluruh tayangan yang baik dan berkualitas. Dengan begitu, akan semakin banyak orang yang mendengar dan tahu informasi tayangan baik dan berkualitas tersebut. 

“Berilah apresiasi dengan cara memberikan komentar-komentar positif di sosial media, agar semakin banyak yang tahu dan menonton acara tersebut. Saya ingin mendorong teman-teman yang ada disini untuk menonton dan mengapresiasi program wisata dan budaya yang ada, karena program wisata dan budaya dinilai berkualitas namun masih kurang mendapat apresiasi masyarakat,” tutur Komisioner bidang Kelembagaan ini.

Dengan partisipasi menonton dan mengapresiasi program siaran wisata budaya, diharapkan akan semakin banyak lembaga penyiaran yang memproduksi kategori program siaran tersebut. Melalui program siaran siaran wisata budaya di berbagai televisi, masyarakat dapat mengetahui tentang berbagai daerah tujuan wisata di tanah air. Selain itu, masyarakat juga tidak melupakan berbagai budaya leluhur dan kearifan lokal di seluruh nusantara. 

“Di era disrupsi informasi, dimana masyarakat memiliki akses informasi yang nyaris tanpa batas melalui internet, ada kemungkinan terpapar dan mencontoh berbagai perilaku yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Dalam konteks tersebut, program siaran wisata budaya memiliki potensi untuk menjaga ketahanan budaya nasional,” tegas Hardly.

Di tempat yang sama, Rektor Universitas Pattimura, Prof. Marthinus Johannes Saptenno, menyambut baik kegiatan diseminasi riset indeks bertajuk wisata dan budaya. Dia berharap diseminasi ini dapat mendorong perubahan yang baik khususnya di sektor wisata dan budaya lokal. 

“Kita harus mencintai produks nasional dan bangga dengan budaya kita. Terima kasih dengan kerjasama ini dan kontribusi yang diberikan teman-teman di FISIP. Untuk mengembangkan budaya dan pariwisata kita menjadi lebih baik, kita perlu juga menyediakan SDM yang baik juga. Rekomendasi ini juga perlu untuk diimplementasikan,” tandasnya. ***

 

Jakarta – Di tengah arus informasi dari luar melalui internet yang serba cepat dan bebas, memupuk kecintaan masyarakat terhadap produksi dalam negeri tidaklah mudah. Diperlukan langkah strategis serta berkelanjutan agar rasa nasionalisme mereka tetap tebal mencintai produk negerinya. Salah satu upaya yang paling efektif sekaligus tepat melalui literasi digital.

Pandangan tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat mengisi Seminar Merajut Nusantara yang diselenggarakan secara online oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dengan tema “Budaya Bermedia Digital: Cintai Produk Dalam Negeri”, Jumat (8/7/2022). 

Berdasarkan data dari salah satu lembaga survei, 73% dari total jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 277 juta jiwa adalah pengguna internet. Sebanyak 68% dari angka itu menggunakan media sosial. Adapun gadget yang beredar di dalam negeri mencapai 377 juta buah. 

“Jika kita melihat data tersebut artinya ada surplus gadget sebanyak 33 persen dibanding dengan total jumlah penduduk. Ini juga bisa diartikan secara sederhana bahwa setiap penduduk Indonesia, mulai dari umur 0 sampai 100 tahun atau lebih, semua punya gadget bahkan lebih bisa punya satu atau dua gadget,” jelas Nuning.

Melihat konfigurasi data yang menjanjikan tersebut, Nuning melihat pentingnya memasukan kemampuan literasi individu dalam memanfaatkan teknologi tersebut. Literasi akan membentuk pola tanggap masyarakat untuk menentukan pilihan yang baik dan manfaat sejalan dengan rasa nasionalisme.

“Literasi itu tidak hanya sekedar meningkatkan kemampuan baca tulis saja, tapi juga bagaimana mampu meningkatkan kapasitas akses, kapasitas analisa, kapasitas evaluasi di masyarakat,” tuturnya.

Kapasitas ini penting disuburkan agar masyarakat paham dan mengerti bagaimana menggunakan gadget dengan baik. Dengan demikian, lanjut Nuning, mereka jadi lebih paham bagaimana mencari informasi valid yang dibutuhkan. 

“Jangan sampai karena keminiman akses ini berujung pada kecintaan kita kepada produk dalam negeri dan kecintaan kita terhadap Indonesia menjadi terkikis. Jangan sampai hal itu berdampak pada yang lainnya seperti ekonomi, nasionalisme, dan bagaimana kerekatan bangsa ini kemudian tidak sampai tercerai berai,” tegas Nuning.   

Dia menambahkan jika penyebaran literasi harus menjadi tanggungjawab bersama, baik pemerintah maupun stakeholder lainnya. Tidak hanya itu, sasaran tuju literasi pun harus menerobos semua kelompok umur, baik anak, remaja hingga dewasa. 

“Data menyebutkan literasi untuk kelompok perempuan mencapai 94,6 % dan untuk laki-laki mencapai 97,4 %. Ini artinya bahwa perempuan harus menjadi kelompok masyarakat yang menjadi konsen dari pemerintah untuk jadi target audien pada literasi . Selain itu, PR lainnya literasi juga harus ditujukan kepada anak-anak umur 14 atau anak -anak di bawahnya atau pun SD yang sudah mengkonsumsi informasi melalui gaget,” tandas Nuning.  

Dalam seminar tersebut, hadir Anggota DPR RI, Anton Sukartono Suratto, Dewan Pengawas PFN, Rosarita Niken Widiastuti, sebagai narasumber acara. Pada kesempatan itu, mereka memaparkan pentingnya penguatan literasi digital di masyarakat. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.