Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan memberi sanksi teguran tertulis kedua untuk program siaran “Brownis” di Trans TV. Sanksi tersebut diberikan lantaran tayangan “Brownis” pada 30 Mei 2018 pukul 13.41 WIB, kedapatan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012.

Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran keduanya untuk program “Brownis” ke Trans TV yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Jumat sore, (8/6/2018).

Ketua KPI Pusat, usai menandatangani surat sanksi itu mengatakan, berdasarkan pemantauan dan hasil analisis, pihaknya menemukan pelanggaran berupa adegan seorang wanita yang menari erotis di depan seorang laki-laki. 

“Kami menilai muatan itu tidak pantas ditayangkan karena tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan semangat kesucian bulan Ramadhan yang saat ini sedang berlangsung,” jelas Andre, panggilan akrab pria kelahiran Padang Pariaman, Sumatera Barat ini.

Menurutnya, jenis pelanggaran yang dilakukan program siaran “Brownis” masuk dalam kategori pelanggaran terhadap norma kesopanan dan kesusilaan serta pelarangan program siaran menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian erotis. 

“Adegan ini jelas tidak menghormati upaya KPI dan Majelis Ulama Indonesia untuk menumbuhkan semangat Ramadhan melalui tayangan yang penuh nilai dan religious,” tegas Andre.

Berdasarkan P3 dan SPS KPI, tayangan tersebut melanggar Pasal 9 dan Pasal 16 P3 dan Pasal 9 Ayat (1) dan Pasal 18 huruf I SPS KPI. “Berdasarkan pelanggaran di pasal tersebut, kami memberikan sanksi administratif teguran tertulis kedua,” katanya. 

Di dalam surat teguran kedua itu dituliskan, KPI Pusat telah memberikan sanksi administratif teguran tertulis nomor 74/K/KPI/31.2/02/2018 tertanggal 21 Februari 2018 untuk program yang sama. 

“Kami meminta Trans TV melakukan perbaikan segera dan serius. Kami tekankan jadikanlah P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran agar pelanggaran lain tidak terulang kembali dan menjadikan tayangan sebagai ajang penyampaian pesan yang manfaat dan punya nilai,” tandas Ketua KPI Pusat. ***

 

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menjatuhkan sanksi teguran untuk dua program siaran “Ramadhan” Trans TV, Jumat (8/6/2018). Dua program tersebut “Brownis Sahur” dan “Ngabuburit Happy”. Kedua acara ini dinilai melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 serta tak selaras dengan nilai Ramadhan tersebut.

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, hasil pengaduan masyarakat yang diterima KPI Pusat, pemantauan, dan hasil analisis, pihaknya menemukan pelanggaran pada program “Brownis Sahur” yang ditayangkan TRANS TV pada 04 Juni 2018 mulai pukul 02.43 WIB dan “Ngabuburit Happy” yang ditayangkan oleh stasiun TRANS TV pada 03 Juni 2018 mulai pukul 16.29 WIB.

Program “Brownis Sahur” menampilkan adegan seorang pria yang mengoleskan krim dan telor ke wajah temannya. Selain itu, ditemukan pula pelanggaran pada tanggal 30 Mei 2018 pukul 03.06 WIB yang menampilkan seorang pria yang bagian wajah dan tubuhnya ditempeli lakban. Menurut Andre, panggilan akrab Ketua KPI Pusat, pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan tentang norma kesopanan dan kesusilaan serta penggolongan program siaran.

Sementara, program “Ngabuburit Happy” terdapat kata-kata yang cenderung asosiatif yakni “..lah kalau asli kan gue belum genjot dia” dan “..tadi aye pikir dia mau ngomong troya juga gede”. KPI Pusat juga menemukan pelanggaran yang menampilkan rekaman tersembunyi tentang perseteruan pria dan wanita karena cemburu pasangannya berakting dengan pria lain. 

“Selain itu ada tampilan seorang anak yang berperan dan berperilaku layaknya seorang dewasa. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan tentang penghormatan terhadap hak privasi serta perlindungan anak-anak dan remaja,” kata Yuliandre. 

Menurut Ketua KPI Pusat, tampilan adegan dan kata-kata tersebut tidak sejalan dengan semangat Ramadhan. Itu juga tidak memberikan manfaat dan pembelajaran yang baik untuk publik.

“Tayangan menghibur boleh saja, namun isilah dengan hiburan yang memiliki pesan moral, bernilai, penuh edukasi dan manfaat bagi khalayak. Pembelajaran yang baik akan memberi hasil dan dampak yang positif bagi mereka,” jelas Andre.

Jika ditilik dari aturan KPI, tayangan di acara “Brownis Sahur” melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 9 dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 Pasal 9 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a. Sedangkan, tayangan “Ngabuburit Happy” melanggar P3 KPI Pasal 13 dan Pasal 14 serta SPS KPI Pasal 13 Ayat (1) dan Pasal 15 Ayat (1).  

Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat mengingatkan Trans TV gara menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. “Kami harap Trans TV segera melakukan perbaikan dan tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama,” tandasnya. ***

 

 

 

Pertemuan Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, Dewi Setyarini, Mayong Suryo Laksono, Ubaidillah, Nuning Rodiyah dan Hardly Stefano dengan Pimpinan Mahkamah Agung RI di Gedung MA, Jumat (8/6/2018). Foto: Agung Rachmadiyansyah/KPI

 

Jakarta – Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) membuat aturan siaran peradilan. Pengaturan ini untuk memberi ruang dan rasa aman perangkat pengadilan dan sanksi dalam menjalani prosesi peradilan. 

Permintaan tersebut disampaikan jajaran Pimpinan MA di sela-sela pertemuan dengan Komisioner KPI Pusat di Gedung Mahkamah Agung RI, Jakarta, Jumat (8/6/2018). Pertemuan ini untuk memperkuat sinergi KPI dan MA terkait siaran dan peliputan lembaga penyiaran di ruang persidangan. Hadir dalam pertemuan, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, Dewi Setyarini, Mayong Suryo Laksono, Ubaidillah, Nuning Rodiyah dan Hardly Stefano.

Wakil Ketua MA bidang Yudisial, Syarifuddin, mewakili Ketua MA mengatakan, peliputan maupun siaran persidangan di Indonesia begitu terbuka dan dapat disiarkan secara langsung. Hal ini berbeda dengan di proses persidangan di luar negeri.

Menurut Syarifuddin, peliputan siaran “live” persidangan seharusnya tidak diperbolehkan terutama saat penyampaian keterangan para saksi. “Saksi yang akan memberikan keterangan tidak boleh mendengarkan keterangan saksi sebelumnya karena ini akan mempengaruhinya. Hal itu melanggar Undang-undang,” jelasnya.

MA menilai siaran langsung dapat menimbulkan masalah keamanan bagi perangkat peradilan, mulai dari jaksa penuntut hingga majelis hakim. Jalannya persidangan dapat diliput atau tidak, kewenangannya berada di tangan majelis hakim. “Harus ada saling pengertian antara perangkat peradilan dan jurnalis terkait hal ini. Mesti ada cara yang baik untuk melakukan hal ini,” katanya. 

Panitera Muda bidang Khusus MA, Roki Panjaitan mengatakan, pengaturan siaran peradilan dapat menjaga kewibawaan dan martabat lembaga peradilan. “Misalnya terjadi kekacauan dalam persidangan dan itu disiarkan secara langsung, hal ini akan menimbulkan hilangnya martabat pengadilan di mata dunia,” jelasnya.

Roki mengusulkan, sebaiknya lembaga peradilan memiliki perangkat untuk melakukan perekaman dan editing. Rekaman penuh hasil persidangan akan diberikan ke wartawan setelah proses pengebluran wajah saksi atau perangkat peradilan lainnya.

“Kita bisa mengacu pada sidang terbesar abad ini, sidangnya Slobodan Milosovic. Jalannya persidangan tokoh yang bertanggungjawab terhadap pembataian di Bosnia dan Kroasia itu tidak diliput secara terbuka oleh media massa bahkan disiarkan secara langsung. Namun, pengadilan yang melakukan proses hukum Milosevic memberikan catatan lengkap jalannya persidangan kepada wartawan. Hal ini dapat disamakan dengan sidang kasus asusila atau anak,” ungkap Roki. 

Menurut Panitera Muda MA ini, KPI harus mengatur persoalan penyiaran peradilan ini dengan membuat aturan yang baik. “Kita harus menjaga lembaga peradilan kita. Hakim kita harus punya martabat, martabat hakim martabat kita semua,” papar Roki.      

Sementara itu, di awal pertemuan, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan ada tiga hal penting mengapa siaran peradilan harus diatur. Pertama, menjaga kewibawaan peradilan. Kedua, keamanan perangkat peradilan dan saksi. Ketiga, meminimalisir potensi munculnya sel-sel baru terorisme. 

“Kami sudah menyampaikan ini ke lembaga penyiaran dan pada intinya mereka siap diatur. Namun yang jadi soal sekarang ini bagaimana dengan aturan di media sosial. Rekaman dari masyarakat umum di persidangan. Kami harap majelis hakim dapat tegas mengatur hal ini di ruang sidang,” tegas Hardly. ***

 

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan peringatan keras untuk program siaran “Pesbukers Ramadhan” ANTV. Program ini dinilai tidak mengindahkan ketentuan tentang norma kesopanan dan kesusilaan serta semangat bulan Ramadhan. 

Demikian ditegaskan Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, usai menandatangani surat peringatan untuk “Pesbukers Ramadhan” ANTV, Jumat (8/6/2018).

Program “Pesbukers Ramadhan” yang ditayangkan ANTV pada tanggal 25 Mei 2018 pukul 16.59 WIB, menampilkan adegan seorang pria dan wanita menari yang cenderung mengekspos gerakan pinggul. 

Menurut Yuliandre, adegan tersebut tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan nilai-nilai Ramadhan. 

“Kami menilai hal itu berpotensi melanggar Pasal 9 Ayat 2 SPS KPI Tahun 2012 tentang norma kesopanan dan kesusilaan serta pandangan Majelis Ulama Indonesia tentang program di bulan Ramadhan. Berdasarkan hal itu kami memutuskan untuk memberikan peringatan keras,” jelas Andre, panggilan akrabnya. 

Andre menjelaskan, peringatan ini bagian dari pengawasan KPI Pusat terhadap pelaksanaan peraturan serta P3 dan SPS oleh lembaga penyiaran, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 

“Kami meminta ANTV agar menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan dalam menyiarkan sebuah program siaran dan hal ini menjadi perhatian khusus karena saat ini dalam suasana Ramadhan,” kata Ketua KPI Pusat. *** 

 

 

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, diapit Komisioner KPI Pusat, Obsatar Sinaga dan Menteri Kominfo, Rudiantara, dalam RDP dengan Komisi I DPR RI di Senayan, Selasa (6/5/2018).

 

Jakarta – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia(RI) memberikan apresiasi terhadap kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terutama dalam pengawasan siaran dan kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) 2018 di lembaga penyiaran. Hal itu disampaikan Anggota Komisi I DPR RI, Evita Nursanty, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I dengan Kementerian Komunikasi dan Informatik (Kemenkominfo), KPI Pusat, Komisi Informasi Pusat, dan Dewan Pers, Selasa (5/6/2018).

“Tidak ada kegaduhan politik pada Pemilukada 2018 ini. Kami berharap pengawasan ini terus ditingkatkan hingga Pemilihan Legislatif dan Presiden serta Wakil Presiden pada 2019 nanti. Kalau ada yang kurang baik tolong ditingkatkan,” kata Evita pada Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis dan Komisioner KPI Pusat, Obsatar Sinaga, yang hadir dalam RDP tersebut.

Dalam kesempatan itu, Evita meminta adanya sinergi semua lembaga seperti Kemenkominfo, KPI, KI Pusat, dan Dewan Pers, untuk meningkatkan program literasi media untuk masyarakat. Upaya ini guna meminimalisir dampak negatif informasi di media terutama media sosial. Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berharap media lebih mengedepankan kepentingan nasional saat menyajikan seluruh informasi ke publik.

Pujian yang sama juga disampaikan Anggota Komisi I Supiadin Aries Saputra. Menurut Mayjen (Purn) prestasi yang dicapai KPI dalam pengawasan harus dipertahankan. Peran KPI mengawasi siaran yang tidak mendidik dan negatif harus dikuatkan. “Kami juga minta tolong menyosialisasikan soal terorisme terkait peran masyarakat dalam memberantas hal ini. Terorisme itu musuh bersama kita,” kata Politisi dari Partai Nasdem, disaksikan Menteri Kominfo, Rudiantara, yang hadir di RDP tersebut.

Menanggapi itu, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis menjelaskan, pengawasan siaran Pemilukada 2018 merupakan salah satu program prioritas KPI pada tahun ini. Bahkan, pada 2019 mendatang, KPI akan menjadikan Pileg dan Pilpres 2019 sebagai Program Prioritas Nasional KPI. 

“Kami ingin menjadikan gelaran pesta demokrasi Pemilukada 2018, Pileg dan Pilpres 2019 berjalan sukses dan damai, terutama menjadikan siaran lebih berkualitas, berimbang, berkeadilan dan netral. Karena itu, kami melakukan pengawasan tiada henti,” kata Andre, panggilan akrabnya.

Dalam kesempatan itu, Andre juga menyampaikan realisasi penyerapan anggaran KPI Pusat hingga 31 Mei 2018 mencapai 31%. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.