Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberi peringatan kepada tiga stasiun televisi yang menayangkan iklan “SidoSusu”. Iklan tersebut dinilai berpotensi melanggar dan tidak pantas tayang karena bertentangan dengan norma kesopanan serta perlindungan terhadap anak dalam P3SPS.

Hal itu ditegaskan KPI Pusat dalam surat peringatan untuk tiga stasiun televisi yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Kamis (17/1/2019) kemarin. Adapun tiga stasiun televisi yang diberi peringatan yakni Indosiar, ANTV dan SCTV.

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini menjelaskan, berdasarkan hasil pengaduan publik, pemantauan dan hasil analisis, pihaknya menemukan potensi pelanggaran pada Iklan “SidoSusu” yang ditayangkan Indosiar pada 4 Januari 2019 mulai pukul 11.57 WIB, ANTV pada 7 Januari 2019 mulai pukul 09.13 WIB, dan SCTV pada 5 Januari 2019 mulai pukul 08.54 WIB.

“Iklan Sido Susu di tiga stasiun televisi itu tidak memperhatikan ketentuan tentang norma kesopanan dan kesusilaan serta perlindungan anak sebagaimana telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran KPI Tahun 2012,” paparnya kepada kpi.go.id.

Program iklan tersebut menampilkan adegan seorang perempuan (Cupi Cupita) menyampaikan informasi komersial dengan menggerak-gerakkan bagian dadanya. Hal itu berpotensi melanggar Pasal 9 dan Pasal 15 Ayat (1) SPS KPI Tahun 2012 tentang kewajiban program siaran memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang dijunjung oleh keberagaman khalayak terkait budaya serta kewajiban program siaran melindungi kepentingan anak. 

“Sebuah Iklan yang baik akan menawarkan kelebihan dari produk yang ditawarkan, dengan tetap memperhatikan etika. Iklan ini cenderung mengeksploitasi perempuan, dengan berfokus pada dada. Ditambah lagi, iklan tersebut tayang di siang hari yang sangat mungkin ditonton anak-anak," jelas Dewi.

Menurut Dewi, peringatan ini merupakan bagian dari pengawasan KPI terhadap pelaksanaan regulasi, sehingga diharapkan lembaga penyiaran selektif dalam memilih dan menayangkan materi iklan dan mendiskusikannya dengan pihak produsen iklan, serta memperhatikan jam tayang. ***

 

Komisioner KPI Pusat Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Agung Suprio memimpin Evaluasi Tahunan TVOne didampingi Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini, (18/1). (Foto: Humas KPI/ Agung R)
 
Jakarta - PT Lativi Media Karya yang dikenal dengan nama udara TV One, menjalani proses evaluasi tahunan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), (18/1). Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Agung Suprio memimpin jalannya evaluasi dengan didampingi Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran, Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini.
 
Proses evaluasi tahunan ini sudah berjalan selama dua kali sejak 2017, yang merupakan amanat dari Komisi I DPR-RI saat proses perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran di tahun 2016. Dalam evaluasi tersebut, Agung menyampaikan, terdapat tiga kriteria penilaian yang digunakan KPI untuk mengukur kinerja penyelenggaraan penyiaran ini. Ketiga hal itu adalah sanksi dan apresiasi sepanjang Oktober 2017-September 2018, serta siaran program lokal sebagai implementasi sistem stasiun jaringan (SSJ).
 
Agung memaparkan, dari hasil penilaian yang dilakukan KPI, TV One mendapatkan sanksi sebanyak dua buah, dan apresiasi juga sebanyak dua buah. Sedangkan untuk siaran program lokal, TV One sudah memenuhi alokasi siaran program lokal pada waktu produktif dan produksi lokal. Dari 29 wilayah layanan yang menerima siaran TV One, sudah ada 10 wilayah layanan yang menggunakan bahasa daerah untuk program lokal.
 
Lebih jauh soal kualitas siaran TV One, Mayong menyampaikan, meskipun hanya mendapat dua buah sanksi, TV One juga menerima 6 buah peringatan yang terkait program berita, iklan rokok, serta iklan Pilkada. Pada kesempatan tersebut, Mayong menegaskan, KPI sangat hati-hati dalam menangani masalah pelanggaran siaran pada program berita. “Ini karena kami harus meninjaunya menggunakan undang-undang dan lembaga negara yang lain, dalam hal ini UU no 40 tahun 1999 tentang Pers dan bekerja sama dengan Dewan Pers,” ujar Mayong. Pada dasarnya kebebasan pers memang tidak dapat dihambat, namun jika menggunakan frekuensi yang merupakan ranah publik, tetap harus menggunakan Undang-Undang Penyiaran dan itu wilayah KPI.
 
Secara khusus KPI juga melihat pilihan TV One yang mengambil posisi berbeda dengan kebanyakan televisi lain adalah pilihan cerdas. Namun Mayong mengingatkan agar TV One lebih cermat dalam memilih bahan siaran yang menjadi rujukan. “Tak sedikit berita di TV One yang sumbernya dari media sosial namun berujung pada potensi pelanggaran,” ujarnya. Catatan lain yang disampaikan Mayong adalah tentang kecakapan host atau pembawa acara dalam menangani krisis saat siaran live. Mayong memberikan contoh pada salah satu episode di Indonesia Lawyers Club (ILC) yang berujung pada pengaduan dari kelompok masyarakat penyandang disabilitas ke KPI, yang keberatan dengan penyampaian nara sumber ILC.

 
Menanggapi evaluasi dari KPI ini, Wakil Pemimpin Redaksi TV One Totok Suryanto mengaku bahwa sebagai TV berita, TV One butuh banyak ruang-ruang dialog yang berkesinambungan dengan berbagai pihak, termasuk regulator penyiaran. Di tahun politik ini, TV One meningkatkan pengawasan terhadap pembawa acara beserta crew siaran untuk mencegah risiko  terjadinya kesalahan, terutama pada siaran langsung.
 
Tentang posisi TV One sendiri, Totok menjelaskan bahwa hal itu sudah ditegaskan sejak awal. “TV One tidak oposisi tapi tidak juga dalam posisi.” Namun TV One berusaha tetap berdiri di atas prinsip-prinsip jurnalistik. Termasuk juga berusaha tetap adil dalam setiap pemberitaan ataupun sekadar dalam pemilihan diksi naskah berita.
 
Selain mendapatkan sanksi atas program siaran berita, TV One juga mendapat apresiasi atas program siaran talkshow dan religi. Anugerah KPI 2017 memberikan penghargaan pada ILC episode “Saatnya Damai Bersenandung” dan Anugerah Syiar Ramadhan 2018 pada program “Damai Indonesiaku Spesial Ramadhan”.

Kegiatan Evaluasi Tahunan Lembaga Penyiaran Berjaringan yang menghadirkan Indosiar sebagai peserta evaluasi di Kantor KPI Pusat, Kamis (17/1/2019).

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berharap Indosiar memberi perhatian besar terhadap isu anak dalam bentuk penambahan program acara anak. Program anak yang edukatif dan menarik di TV dinilai dapat mengalihkan perhatian mereka dari ketergantungan akan gadget.

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, disela-sela kegiatan Evaluasi Tahunan Lembaga Penyiaran Berjaringan yang menghadirkan Indosiar sebagai peserta evaluasi di Kantor KPI Pusat, Kamis (17/1/2019).

Menurut Dewi, berkembangannya teknologi yang cepat menyebabkan anak jadi mudah mengakses gawai. “Televisi harus jadi tontonan altenatif bagi anak-anak. TV harus jadi sumber tontonan bagi mereka dan Indosiar kalau bisa menambah program anaknya,” pintanya.

Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, menilai apa yang disajikan Indosiar melalui salah satu program acaranya perwujudan untuk menjaga integrasi bangsa. Namun, dia berharap ada program acara dengan konteks kelokalan untuk menambah dan menjaga aspek integrasi tersebut. “Merangkai Indonesia bisa juga melalui pelaksanaan siaran berjaringan dengan penggunaan bahasa lokal sebagai penutup atau pengantar acara,” katanya. 

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, meminta tayangan iklan layanan masyarakat ditambah isu soal siaran sehat. Selain itu, dia berharap program yang menghibur jangan sampai terkontaminasi dengan  isu politik. “Kami harap Indosiar juga memberi durasi dan hak yang sama jika memberi ruang pada calon dalam Pemilu ini,” katanya.

Dalam kesempatan itu, KPI mendata selama setahun Indosiar hanya mendapatkan satu sanksi berupa teguran. Namun demikian, KPI tetap meminta Indosiar terus mematuhi dan meningkatkan pemahaman tentang aturan P3 dan SPS KPI. 

Sementara Direktur Programing Indosiar, Harsiwi Achmad mengatakan, pihaknya akan terus melakukan peningkatan kualitas. Menurutnya, sanksi yang hanya semata wayang bukan tanpa sengaja, hal itu karena mereka mengikuti dan menjaga aturan. 

“Kami selalu mendengarkan masukan dari KPI. Kami selalu meeting dengan PH untuk mencegah dan menjaga. Meskipun kami melakukan hal itu, penonton kami tidak turun. Kami juga akan jaga suasana pemilu dengan memberi ruang yang sama. Kami juga melakukan pemantauan durasi tayang masing masing calon. Kami akan bikin seimbang betul. Baik itu narasi, gambar maupun lainnya,” kata Siwi, panggilan akrabnya. 

Terkait pelaksanaan SSJ, Indosiar akan bekerjasama dengan PH lokal dan kampus. Menurutnya, kalangan kampus punya jurusan media dan penyiaran yang memproduksi program lokal. “Kita akan jajaki dan sudah ketemuan dengan beberapa universitas. Kita akan berupaya menjaga program kami agar terus berkualitas dan menambah program lokalnya,” kata Harsiwi. *** 

 

Evaluasi Tahunan yang dilakukan KPI kepada METRO TV, di kantor KPI Pusat, (17/1/2019).

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan perlunya PT Media Televisi Indonesia yang menggunakan nama udara METRO TV, untuk mengedepankan independensi dan keberimbangan dalam program siaran. Wakil Ketua KPI Pusat, S Rahmat Arifin mengatakan, Metro TV jauh dari  prinsip independensi dan netralitas. Karenanya Rahmat meminta ada perbaikan mendasar dalam redaksi untuk mengembalikan METRO TV menjalankan tugas jurnalistik dengan jalur yang benar. Hal tersebut disampaikan Rahmat dalam acara Evaluasi Tahunan yang dilakukan KPI kepada METRO TV, di kantor KPI Pusat, (17/1).

Dalam evaluasi ini, KPI menggunakan parameter kepatuhan atas Undang-Undang, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, dan Komitmen Televisi yang dibuat menjelang perpanjangaan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) 2016 lalu. Turunan dari parameter tersebut adalah penilai atas penegakan internal P3SPS, konsistensi format siaran, prinsip independensi netralitas dan keberimbangan, pemenuhan presentase waktu siaran iklan Layanan Masyarakat (ILM), sanksi KPI, apresiasi KPI dan pelaksanaan konten lokal sebagaimana yang diatur dalam konsep sistem siaran berjaringan (SSJ).

Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Agung Suprio memaparkan penilaian KPI atas siaran konten lokal yang ditayangkan METRO TV. Pada bulan Agustus 2018, METRO TV telah memenuhi alokasi konten lokal 10 persen dari total waktu siaran setiap hari, termasuk juga menempatkan konten lokal tersebut pada waktu produktif. Namun demikian, pada METRO TV yang memiliki 29 anak jaringan ini, KPI menemukan banyaknya re-run atau penayangan ulang konten lokal. Bahkan, ujar Agung, program yang re-run ini paling banyak ditemukan di METRO TV dari pada stasiun TV lainnya.

Catatan lain disampaikan oleh Mayong Suryo Laksono, Komisioner KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran. Mayong memaparkan sanksi yang diterima METRO TV sepanjang tahun 2018, serta peringatan dari KPI. Mayong menyinggung pula temuan dari KPI Pusat tentang arah pemberitaan METRO TV yang tidak seimbang, dan kurang memberi ruang pada kelompok oposisi. “Untuk hal ini, akan ada waktunya nanti, KPI mengundang METRO TV untuk mendiskusikan lebih jauh,”ujarnya. Mayong memberikan contoh ketidakberimbangan itu adalah munculnya pidato Ketua Umum Partai Nasdem dalam pemberitaan.

Senada dengan Mayong, terkait ketidakberimbangan disampaikan pula oleh Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran lainnya, Nuning Rodiyah. Menjelang Pemilihan Umum, ada banyak pengaduan dari masyarakat bahwa tone METRO TV sedikit miring. Selain itu, data dari KPI sendiri juga menunjukkan ketidakadilan dan ketidakberimbangan tersebut. Nuning menegaskan bahwa METRO TV harus memberikan kesempatan yang sama dalam pemberitaan dan program lainnya untuk semua kontestan politik. “Jangan sampai juga, durasi yang sama tapi tone redaksi berbeda!” ujar Nuning.

Menanggapi berbagai catatan dari KPI ini, Budiyanto (Sekjen Redaksi METRO TV) menjelaskan beberapa hal terkait sanksi yang didapat selama 2018. Dirinya menyadai bahwa sanksi yang didapat METRO TV lantaran kesalahan yang bersifat sangat esensial. Sedangkan terkait pemberitaan politik, Budiyanto akan menyampaikan masukan ini pada level pimpinan. Mengenai konten lokal, menurut Bambang Isdiyanto selaku Manager Transmisi METRO TV, pihaknya berusaha sebaik mungkin agar di tiap daerah mendapatkan berita yang fresh. Dirinya mengakui kalau untuk feature masih ada konten lokal yang bersifat re-run. “Kami akan minta studio di setiap daerah untuk meningkatkan produksi,”ujar Bambang.

Secara umum, catatan KPI yang kemudian menjadi risalah rapat dari Evaluasi Tahunan METRO TV yakni perlunya METRO TV meningkatkan pemahaman terhadap P3SPS untuk meningkatkan kualitas siaran. METRO TV juga diminta memenuhi alokasi konten lokal sebanyak 10 persen serta peningkatan kualitas siaran lokal. Risalah rapat ditutup dengan komitmen METRO TV dalam mengedepankan independensi dan keberimbangan dalam setiap program siaran.

Komisioner KPI Pusat pada kegiatan evaluasi tahunan yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Kamis (17/1/2019).

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta SCTV meningkatkan alokasi program siaran lokal hingga 10 persen. Hasil penilaian dan pengamatan KPI selama setahun terhadap SCTV, antara Oktober 2017 hingga September 2018, alokasi untuk konten lokal belum memenuhi angka 10 persen.

Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, mengatakan penilaian berdasarkan pengamatan aplikasi pelaksanaan siaran berjaringan. “Kami berharap ke depan SCTV terus meningkatkannya, tidak hanya pada durasi tayangnya tapi juga alokasi untuk jam penayangan supaya lebih banyak di waktu utama atau prime time,” pintanya di sela-sela kegiatan evaluasi tahunan yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Kamis (17/1/2019) pagi.

Dia juga meminta SCTV meningkatkan kualitas isi program siaran lokal. “Kami berharap SCTV memperhatikan dan memperbanyak penggunaan bahasa lokal atau bahasa daerah dalam program lokalnya. Hal ini sejalan dengan usaha kita menjaga bahasa lokal atau daerah agar tidah punah. Sudah ada 15 bahasa daerah yang hilang,” kata Agung.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, meminta SCTV memperhatikan porsi tayangan anak. Menurutnya, porsi tayangan anak di SCTV belum banyak karena tidak ada programnya yang masuk dalam Apresiasi Program Ramah Anak (APRA).

“Kami berharap pada 2019, tidak ada lagi tayangan yang memunculkan identitas anak dalam program khususnya kasus kekerasan seksual. Tidak ada lagi eksploitasi seksual seperti ciuman bibir. Karena adegan ini tidak boleh ada di layar kaca,” katanya.

Selain memberi masukan, KPI mengapresiasi tayangan berita SCTV. Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, menilai tayangan berita SCTV tetap independen dan netral. “Kami minta SCTV mempertahankan komitmen penggunaan bahasa dan diharapkan terus meningkatkannya,” katanya. 

Deputi Direktur Program SCTV, Davis Suharto mengatakan, pihaknya akan mengupayakan peningkatan program acara anak meskipun tidak mudah. 

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, meminta adanya iklan layanan masyarakat soal siaran sehat. Menurutnya, publik perlu mengetahui edukasi penyiaran seperti jam tayang untuk anak. “Buatlah PSA yang mencerahkan masyarakat. Jika sering disampaikan, pastinya masyarakat jadi lebih tahu dan cerdas bermedia,” tandasnya. *** 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.