- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 6338
Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, usai bertemu dengan Menteri Wishnu Utama.
Jakarta - Kita sadar, industri penyiaran merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi kreatif. Pemerintah Indonesia pun menyadari fokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat, dan kreatifitas sebagai kekayaan intelektual adalah harapan bagi ekonomi negeri ini untuk bangkit bersaing dan meraih keunggulan dalam ekonomi global.
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis berpandangan bahwa industri perfilman dinilai memiliki peran strategis sebagai sarana promosi mendongkrak sektor industri kreatif dan pariwisata Indonesia. Meski begitu, efek pengganda dari film itu belum banyak dimanfaatkan oleh sineas maupun pelaku bisnis perfilman di Indonesia.
“Indonesia semestinya dapat mencontoh Korea Selatan. Kemajuan industri kreatif dan pariwisata di sana tidak lepas dari promosi yang disisipkan melalui film,” ujar Yuliandre saat menyambangi kantor Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Jakarta (8/11/2019).
Namun, lanjut pria yang akrab disapa Andre ini, pertumbuhan dan potensi tersebut semestinya disertai dengan tayangan televisi yang berkualitas. Mayoritas program televisi mengejar rating tinggi, sehingga tak lagi memperhatikan kualitas program yang ditayangkan. Industri ini kekurangan rumah produksi dan SDM yang bisa merancang program-program berkualitas.
“Intinya anak muda Indonesia dituntut dapat melahirkan sesuatu yang kreatif. Dunia film contohnya, bisa mempromosikan potensi wisata Indonesia,” tuturnya.
Andre berpendapat, Indonesia yang memiliki aneka ragam tipografi dengan 18.000 pulau yang tersebar tentu memiliki potensi yang kaya untuk dijadikan lokasi film-film dunia. Sayangnya, belum ada dokumentasi yang lengkap secara visual mengenai daerah itu. Belum lagi kekayaan budaya dan sebagian besar penduduk setempat yang harus kooperatif saat pembuatan film. Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pembuatan film karya anak bangsa.
“Indonesia telah memiliki kru film Indonesia yang berdaya saing. Hanya saja di Indonesia dan hampir seluruh di negara di Asia memiliki budaya pembuatan film yang berbeda dengan industri film luar negeri,” kata Andre. *