Medan -- Kegiatan Literasi Media yang digagas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bersama Komisi I DPR RI kali ini dilaksanakan di Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU), dengan dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid. Narasumber lainnya yang turut hadir adalah Mazdalifah, Ph.D, selaku pakar literasi media sekaligus Dewan Pembina Ikatan Masyarakat Melek Media (IMMEDIA), sebuah lembaga swadaya masyarakat di Sumatera Utara yang berkonsentrasi pada kegiatan penyadaran masyarakat tentang media, (12/5).

Dalam literasi media tersebut, Meutya menekankan pentingnya keberagaman dalam penyiaran. Baik keberagaman dalam soal konten siaran, maupun keberagaman dalam kepemilikan. “Pada prinsipnya, keberagaman kepemilikan menjadi jaminan bahwa kepemilikan media penyiaran di Indonesia tidak terpusat atau dimonopoli oleh segelintir orang atau kelompok saja”, ujarnya.
 
Dalam acara yang bertajuk “Memilih Siaran yang Berkualitas” ini, Ketua KPID Sumatera Utara, Parulian Tampubolon hadir sebagai moderator. Media sendiri selayaknya harus diperlakukan sebagaimana makanan, sehingga harus ada sikap yang selektif dalam mengonsumsi media. KPI sebagai regulator penyiaran, tentunya memiliki kewajiban untuk mengedukasi masyarakat untuk dapat memilih dan memilah muatan media yang sesuai dengan kebutuhan dan menunjang kesejahteraan.

Kegiatan literasi media sendiri, merupakan sarana KPI dalam melakukan penyadaran di masyarakat tentang dampak dan efek mengonsumsi media.  Meutya menjelaskan bahwa literasi media merupakan upaya mengasah kecerdasan dan daya kritis masyarakat dalam bermedia. “Di sini perlu peran serta masyarakat dalam mengontrol dan mengawasi media melalui KPI yang merupakan perwakilan rakyat di bidang penyiaran,” ujarnya. Meutya berharap masyarakat juga tak segan menyampaikan kritik dan masukan atas konten-konten siaran di televisi dan radio. KPI sendiri, sesuai dengan undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, memiliki kewajiban untuk menindaklanjuti setiap aduan yang masuk dari masyarakat, mengingat posisi lembaga ini yang merupakan perpanjangan tangan masyarakat dalam mengatur segala sesuatu tentang penyiaran.

Pelaksanaan Workshop Area di Kampus Universitas Hasanudin, Makassar.

Makassar - Komisi penyiaran Indonesia (KPI) kembali menggelar Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi untuk tahun yang ke 3. Kegiatan ini melibatkan institusi akademis, dalam hal ini perguruan tinggi, dalam mengukur kualitas siaran televisi yang ada di Indonesia. Pada tahun 2018 ini salah satu kampus yang bekerjasama dengan KPI menjalankan survey adalah Universitas Hasanuddin di kota Makassar.

Sebelum melaksanakan survey, KPI menggelar workshop untuk petugas survey untuk dapat menggali secara dalam tentang pendapat masyarakat atas program siaran televisi. “Penekanan pelaksanaan survey tahun ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang skema kebutuhan masyarakat dalam peta isi siaran”, ujar Ubaidillah, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan. Sedangkan menurut Andi Alimuddin selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas, survey ini dapat mengubah persepsi industri televisi terhadap nilai-nilai informasi yang akan dihadirkan di tengah masyarakat. “Sehingga produk yang ditayangkan televisi lebih memiliki manfaat dalam mencerdaskan masyarakat lewat informasi yang bernilai edukatif”, ujar Andi.

Selain mengambil data dari responden yang merupakan masyarakat umum, pelaksanaan survey juga dilakukan dengan pemberian penilaian kualitatis oleh sejumlah panel ahli yang merupakan menjadi representasi kepakartan dari masing-masing kategori program. Diharapkan dari penilaian panel ahli ini, didapatkan masukan yang obyektif atas program siaran yang ada di televisi yang dikaitkan dengan amanat regulasi tentang tujuan diselenggarakannya penyiaran. 

 

Bandung -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bekerjasama dengan Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung melaksanakan Fokus Grup Diskusi (FGD) Tim Panel Ahli Survei Indeks Kualitas Program Siaran TV 2018 Periode 1, Rabu (9/5/2018). FGD yang melibatkan 10 orang panel ahli ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Survei Indeks Kualitas Program Siaran TV di Kota Bandung.

FGD yang dihadiri Komisioner KPI Pusat Prof. H. Obsatar Sinaga, Anggota Komisi I DPR RI Junico Siahaan, Dekan Fikom Unpad Dadang Rahmat Hidayat, Ketua KPID Jawa Barat Dedeh, membahas delapan kategori program survei dan indikatornya.

Saat menyampaikan pandanganya, Anggota DPR RI Nico Siahaan, menyampaikan harapan supaya lembaga penyiaran lebih memberikan tayangan yang mendidik dan bermanfaat. “Hasilnya dari kegiatan ini akan saya sampaikan ke Komisi I DPR RI,” katanya. 

Sementara itu, Komisioner KPI Obsatar Sinaga menyatakan siaran berita tidak lepas dari sensasional dan ini sudah jadi tren di masyarakat. Menurutnya, berita yang ditampilkan akan memberikan efek balik kepada masyarakat.

Hal yang sama juga disampaikan Dadang Rahmat Hidayat. Menurutnya, publik harus menjadi perhatian karena mereka adalah pihak yang dirugikan. “Apa yang disampaikan lembaga penyiaran menjadi akan kebiasaan di masyarakat,” katanya. ***

 

Jakarta - Menyikapi peristiwa pengeboman di Gereja yang terjadi di Surabaya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau pada lembaga penyiaran untuk tetap menaati Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI 2012.

Peraturan KPI nomor 2 tahun 2012 tentang SPS, mengatur secara rinci bahwa lembaga penyiaran yang menayangkan program siaran jurnalistik senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik, termasuk di dalamnya aturan tentang muatan kekerasan dan kejahatan, peliputan terorisme, serta peliputan bencana. Secara umum, lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan korban bencana dalam kondisi-kondisi tertentu seperti manusia dengan kondisi yang mengenaskan akibat dari peristiwa kekerasan.

KPI juga mengingatkan lembaga penyiaran, baik televisi dan radio, untuk mengutip informasi dari narasumber yang terpercaya dan institusi yang berwenang, sebagai bentuk pemenuhan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi secara lengkap dan benar.

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, lembaga penyiaran punya kewajiban menyiarkan berita yang akurat di tengah masyarakat, dengan tetap menjunjung kode etik jurnalistik dan regulasi penyiaran yang ada. “Jangan sampai masyarakat menerima teror berulang, karena munculnya informasi dan berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya”, ujar Yuliandre.

Selain itu, KPI mengingatkan pula pada pengelola televisi dan radio, bahwasanya penyiaran memiliki fungsi perekat sosial. “Karenanya dalam kondisi saat ini, televisi dan radio harus menjalankan fungsinya sebagai perekat sosial di masyarakat, untuk menjaga situasi lebih kondusif”, pungkas Yuliandre.

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Biem Triani Benyamin saat berkunjung ke kantor KPID DKI Jakarta, Rabu (9/5/2018).

 

Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Biem Triani Benyamin menyatakan pesimis Revisi Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran akan disahkan DPR RI dalam waktu dekat.  “Saya pesimis tahun 2019 undang-undang tersebut akan disahkan. Karena masih ada perbedaan pendapat yang belum dapat disatukan,  terutama menyangkut apakah memakai single mux atau multi mux dalam pengelolaan frekuensi,” ujar Biem.

Biem menyampaikan perkembangan pembahasan yang saat ini belum tuntas di DPR. Hal itu disampaikan dalam kesempatan penyerapan aspirasi dalam masa reses DPR RI di kantor Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (9/5/2018). Dalam kunjungan kerja, Putra Seniman Betawi Benyamin Suaeb tersebut diterima Ketua KPID DKI Jakarta Kawiyan dan seluruh komisoner.

Ditambahkan Biem, tahun 2019 yang merupakan tahun politik juga tidak memungkinkan dilakukan pengesahan Undang-Undang Penyiaran. Namun ia berjanji akan  mendesak Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah terutama terkait aturan memperkuat Kelembagaan dan penganggaran KPID. 

“KPID ini sangat penting fungsinya terutama dalam pemantauan siaran dan proses perizinan Lembaga Penyiaran, sehingga sebelum disahkannya Undang-Undang yang baru perlu ada solusi yang menjebatani aturan agar KPID tetap bisa berfungsi. Kalau tidak nanti akan mengganggu kinerja KPID di seluruh Indonesia. Kami akan bawa persoalan ini ke Rapat Kerja dengan Kementerian,” jelasnya.  

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah.

Merespon pernyataan Biem, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, mengatakan hal itu selaras dengan keinginan lembaganya yang tertuang dalam Rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2018 Se-Indonesia di Palu, awal April lalu. Dalam rekomendasi itu, KPI mendesak Presiden untuk segera mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang penganggaran dan kelembagaan KPID. 

“KPI juga meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengeluarkan Peraturan Mendagri (Permendagri) tentang Pedoman Penyusunan APBD KPI Daerah se-Indonesia melalui hibah berkelanjutan,” kata Ubaid saat dihubungi kpi.go.id.

Ubaid menjelaskan, pihaknya telah bersurat kepada Gubernur se-Indonesia untuk memfasilitasi KPI Daerah dengan anggaran dan SDM Aparatur Sipil Negara (ASN) non struktural minimal berjumlah 6 (enam) orang terdiri dari: 1 (satu) orang fasilitasi fungsi penyusunan program dan rencana kerja serta pelaporan, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan keuangan dan aset, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan fungsi bidang Isi Siaran, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan fungsi bidang PS2P, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan fungsi bidang kelembagaan, 1 (satu) orang SDM koordinator/penanggungjawab. 

“Kami pun mendesak Pemerintah, dalam hal ini DPR dan Presiden, untuk segera mengesahkan revisi Undang-Undang Penyiaran di tahun 2018. KPI Pusat juga melakukan pemetaan terhadap kelembagaan KPI Daerah terkait persoalan KPID,” jelas Ubaid.

Problematika KPID DKI Jakarta

Sementara itu, Ketua KPID DKI Jakarta, Kawiyan, saat menerima kunjungan Biem menyatakan hal yang sama soal pentingnya penguatan Kelembagaan KPID mutlak dilakukan dengan mendesak segera disahkannya RUU Penyiaran. 

“Persoalan single atau multi mux sepenuhnya kami serahkan kepada DPR RI dan Pemerintah untuk memutuskannya bijaksana. Karena Frekuensi merupakan milik public maka aturan siapa yang mengelolanya juga harus mencerminkan kepentingan publik,” ungkap Kawiyan.

Ditambahkan Kawiyan bahwa yang tak kalah penting dalam revisi UU Penyiaran tersebut adalah persoalan penguatan kelembagaan KPID. Saat ini banyak KPID di daerah yang anggarannya dihentikan menyusul adanya Surat Edaran dari Menteri Dalam Negeri No. 903/2930/SJ tentang Kelembagaan dan Penganggaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). 

Tertundanya pengesahan Undang-Undang Penyiaran dan adanya Surat Edaran Mendagri membuat banyak Gubernur yang menjadi kebingungan dalam penganggaran KPID. Bahkan, ada Gubernur yang sama sekali tidak mau mengalokasikan anggarannya untuk KPID sehingga aktivitas KPID yang sangat penting dalam mengawasi konten siaran sangat terganggu. 

“Bahlan dengan adanya polemik ini, kami di KPID DKI Jakarta dalam waktu 2 bulan terakhir ini anggarannya dibekukan oleh Dinas Kominfotik DKI Jakarta yang menjadikan terhentinya operasional dan tidak dibayarkannya honor honorarium komisioner dan tenaga ahli kami selama dua bulan,” papar Kawiyan.

Biem menyatakan akan membantu mencarikan jalan keluar persoalan yang dihadapi oleh KPID. Ditegaskannya pula bahwa sebelum adanya aturan yang baru keluar Daerah harus tetap mensuport aktivitas KPID.

“Itulah yang saya tidak setuju. Mestinya, meskipun Undang-Undang Penyiaran belum disahkan, anggaran untuk KPID tidak boleh dihentikan, apakah itu dari APBN atau dari APBD,” tegas Biem. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.