Akademisi sekaligus pemerhati program infotainmen, Mulharnetti Syas.

 

Jakarta – Indeks kualitas Program Siaran Infotainmen selama 3 (tiga) periode Survei Indeks Kualitas Program Televisi yang dilakukan KPI nilainya masih terpuruk di bawah standar kualitas yang ditetapkan yaitu di bawah skor 3.00. Bahkan pada survei indeks periode pertama 2018 ini nilainya hanya 2.35, terendah diantara periode survei sebelumnya.

Akademisi sekaligus pemerhati program infotainmen, Mulharnetti Syas, menyatakan sangat kecewa dan marah dengan perolehan skor rendah tersebut. Menurutnya, program ini tidak perlu dimasukan lagi sebagai salah satu kategori yang diperlombakan dalam Anugerah KPI.

“Saya miris dan sangat sedih karena infotainmen selalu yang terbawah. Ini ada apa. Pada penelitian saya  di 2010, saya sudah menyarankan televisi untuk memperhatikan beberapa poin yang terkait dengan konten dan isi dari etika jurnalistik dan P3SPS,” kata Dosen ilmu Komunikasi IISIP (Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) Jakarta saat memberi pemaparan dalam Ekspose Hasil Survei Indeks KPI di Hotel Arya Duta, Rabu (25/7/2018).

Netti memberi catatan, pelanggaran yang sering dilakukan infotainmen adalah privasi, hak pribadi dari narasumber. Perselingkuhan, perceraian dan konflik dalam keluarga masih menghiasi konten program infotainmen sampai sekarang.

“Saya menyarankan agar KPI sering mengundang televisi yang mempunyai program infotaimen. Maaf Jangan diundang pemrednya. Tapi undang produser dan eksekutif produser ke bawah, yang terlibat langsung mulai dari liputan, mengedit hingga tayang. Mereka yang tahu di lapangan ajak bicara dari hati ke hati. Jika tidak mampu menaikan indeks, KPI bisa memberi sanksi dan itu kewenangan KPI,” kata Netti .

Selain itu, KPI perlu juga mangajak bicara inhouse produksi serta rumah produksi agar tahu apa maunya. Kalau memang karena itu menyebabkan rating tinggi dan share juga tinggi  apalagi yang membuat supaya dapat ditonton tetapi berkualitas. 

“KPI juga punya sekolah P3SPS dan sejauhmana ini apakah diikuti pekerja infotaimen. Hal ini perlu supaya mereka tunduk dan patuh dengan P3 dan SPS KPI,” kata Netti.

Netti menegaskan, jika industri televisi tidak ada niat untuk meningkat indeks kualitas program ini, KPI harus melakukan evaluasi izin bagi lembaga penyiaran televisi pada saat perpanjangan izin. 

Menurut catatan dari Hasil Survei Indeks Kualitas KPI 2018 tahap pertama, berdasarkan indikator kualitas program acara infotainmen, mulai dari Januari hingga Maret 2018, indikator “menghormati kehidupan pribadi” dinilai sangat tidak berkualitas dengan indeks hanya 2.01. ***    

 

KH. Dr. Anwar Abbas, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, di acara Ekspose Survei Indeks Kualitas Program TV di Hotel Arya Duta, Rabu (25/7/2018). 

 

Jakarta - Diantara sebab-sebab diturunkannya syariat, maqoshid syariah, menurut Imam Al Ghazali adalah untuk menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan dan menjaga harta. Dengan demikian, mafhum mukhalafah dari hal tersebut yang menyangkut pada dunia penyiaran adalah konten siaran tidak boleh merusak jiwa, merusak akal, merusak keturunan, merusak harta dan juga merusak agama. Hal tersebut disampaikan KH. Dr. Anwar Abbas, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat menyampaikan pidato kunci dalam Ekspose Hasil Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), 25/7.

Menurut Anwar, saat ini peranan televisi di tengah kehidupan masyarakat masih sangatlah besar. Hasil penelitian menunjukkan konsumsi televisi pada anak-anak di Indonesia yang berusia 6-12 tahun mencapai 3-4 jam per hari. Hal ini menunjukkan tingginya konsumsi tersebut. Bahkan dalam peribahasa Belanda, televisi disebut sebagai “istri kedua” ujarnya.

Untuk itulah Anwar mengingatkan tentang amanah kepemimpinan yang disebutkan oleh Rasulullah, Muhammad SAW. “Setiap kalian adalah pemimpinan dan kalian akan dimintai pertannggungjawaban atas kepemimpinan kalian”, kutip Anwar atas hadits Rasulullah tersebut.

Beranjak dari pesan agama tersebut, Anwar mengingatkan pada seluruh pemangku kepentingan penyiaran untuk menjadikan hasil dari survey yang dilakukan oleh KPI ini sebagai acuan. “Pertimbangkanlah idealisme dan etika dalam penempatan iklan, bukan sekedar pragmatism dan keuntungan materi semata”, pesannya. Dengan begitu pemasang iklan hanya akan menempatkan produknya di program-program siaran yang baik dan memberikan pencerahan bagi masyarakat. “Itu menjadi sebuah kontribusi dari dunia usaha dalam mendukung konten siaran televisi yang lebih beradab”, tambahnya.

Secara khusus Anwar menyampaikan pula catatan tentang program siaran mistik yang saat ini marak di televisi. Menurutnya, program siaran mistis berpotensi menggiring masyarakat pada kemusyrikan. “Sedangkan semua ulama sepakat bahwa musyrik adalah dosa besar di mata Allah,” tegas Anwar.  DIrinya meminta pengelola program mengikutsertakan tokoh-tokoh agama untuk mengarahkan acara ini menjadi lebih baik.

Anwar juga mengingatkan agar lembaga penyiaran memahami betul dampak buruk yang ditimbulkan di tengah masyarakat akan tayangan tersebut. Hal serupa juga pada acara-acara yang mengandung unsur kekerasan di televisi serta diumbarnya masalah-masalah privat di ruang publik.

Dirinya dapat memahami adanya tuntutan rating yang membuat lembaga penyiaran abai terhadap tanggungjawabnya memberikan pendidikan dan teladan yang baik ke tengah masyarakat. Untuk itu, diriny berharap dalam regulasi penyiaran yang baru, KPI diberikan mandat untuk mengaudit lembaga-lembaga rating atau pemeringkatan, sehingga ke depan dapat berkontribusi dalam menghadirkan konten siaran yang sehat.

Jakarta - Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bekerjasama dengan 12 (dua belas) perguruan tinggi, telah memasuki  tahun ke-empat. Terdapat 8 (delapan) program siaran yang diteliti pada survey kali ini adalah, Program Berita, Infotainment, Anak, Religi, Wisata Budaya, Variety Show, Sinetron, dan Talkshow.

Survey yang dikawal langsung oleh divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KPI Pusat ini, melibatkan 120 orang panel ahli dan 1200 responden di 12 kota besar di Indonesia. Panel ahli yang terdiri atas berbagai tokoh dari berbagai bidang ilmu, memberikan pendapat dan masukan terhadap setiap program siaran yang menjadi contoh untuk dinilai, dalam sebuah forum diskusi tertutup. Sedangkan 1200 responden yang disurvey, merupakan masyarakat umum dengan berbagai latar belakang sosial, yang dimintakan pendapat singkat berdasarkan panduan survey yang dibuat.

Hasil survey periode pertama (Januari-Maret) tahun 2018, menunjukkan bahwa secara umum kualitas program siaran di televisi mendapatkan nilai 2,84, yang berarti masih di bawah nilai standar yang ditetapkan oleh KPI, yakni sebesar 3. Dari hasil survey ini pula diketahui bahwa empat program siaran, yakni Sinetron, Veriey Show, Infotainment dan Berita, masih mendapatkan nilai di bawah 3. Bahkan, untuk program infotainment, sinetron dan variety show, hanya mampu mencapai nilai berkisar 2,3-2,5.

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis menjelaskan, hasil olah data dari Litbang KPI menunjukkan, ke-delapan program siaran yang disurvey memiliki catatan kritisnya masing-masing. “Program berita memiliki catatan serius pada masalah faktualitas, keadilan dan tidak berpihak”, ujar Yuliandre. Hal ini ditunjukkan dari penilaian panel ahli pada indikator-indikator tersebut mendapatkan nilai indeks terendah.  

KPI menilai hal ini menjadi catatan yang cukup serius mengingat negeri ini akan menghadapi momentum politik, Pemilihan Umum Legislatif yang berbarengan dengan Pemilihan Presiden. “Jika dilihat lebih rinci pada hasil survey, dapat diketahui pula stasiun televisi mana saja yang mendapatkan nilai paling rendah untuk tiga indikator penting tersebut”, ujarnya.

Catatan serupa juga muncul pada program siaran Talkshow. Program yang mendapatkan indeks 3,01 ini ternyata  dinilai belum mengutamakan kepentingan masyarakat umum. Bahkan beberapa program talkshow di televisi dinilai masih menyajikan dialog-dialog yang cenderung memihak kepentingan politik pemilik televisi.

Untuk program anak, meskipun mendapatkan nilai indeks 3,09,  muatan kekerasan yang muncul pada program ini harus mendapatkan perhatian. Selain itu, tambah Yuliandre, sekalipun program anak di layar kaca kita sudah berkualitas, hal tersebut tidak menghilangkan kewajiban orang tua untuk melakukan pendampingan bagi anak-anaknya menonton televisi. “Jangan lupa, para ahli kesehatan anak juga telah menetapkan batas maksimal menonton televisi untuk anak-anak adalah dua jam dalam sehari”, tegasnya. Hal ini tentu saja untuk menghindari efek-efek negatif yang dapat ditimbulkan oleh televisi atas tumbuh kembang anak-anak Indonesia.

Program wisata budaya kerap kali mendapatkan nilai indeks tertinggi, dalam beberapa kali survey. Namun tim Litbang KPI melihat adanya kecenderungan penurunan nilai indeks dari tiap kali survey. Beberapa catatan yang dihimpun dari penilaian panel ahli, tampaknya harus sangat diperhatikan betul oleh pengelola program ini. Diantaranya adalah kehadiran presenter program wisata budaya yang dinilai kurang menggunakan cara yang tepat dalam mengangkat tradisi budaya serhingga dapat menimbulkan pemahaman yang salah pada budaya yang diangkat. Selain itu, masih terdapat penampilan presenter yang dianggap menonjolkan gaya hidup yang tidak sesuai dengan norma kesopanan di masyarakat, misalkan baju yang terbuka, atau anggota tubuh yang bertato. “KPI berharap, produser program wisata budaya dapat mengarahkan lebih detil bagaimana presenter bersikap dalam menghormati nilai-nilai kesukuan, agama, ras dan atas golongan”, ujar Yuliandre.  

Program siaran ini banyak mendapatkan perhatian dari panel ahli, karena memuat spirit mengangkat budaya lokal yang menjadi kekayaan khazanah budaya Indonesia. Catatan yang diberikan atas program ini tentunya diharapkan agar program siaran wisata budaya dapat memberikan informasi yang akurat dan sesuai dengan kearifan lokal dari masyarakat daerah. “Penghormatan terhadap kultur lokal pun harus muncul di televisi sebagai bagian edukasi pada masyarakat bagaimana menyikapi kebhinekaan bangsa ini”, papar Yuliandre.  

Dengan hadirnya hasil survey ini, KPI berharap masyarakat dapat lebih selektif dalam mengonsumsi informasi atau pun konten siaran di televisi. “Hasil survey ini dapat menjadi panduan bagi publik, tentang tayangan yang mendidik serta informasi bermutu yang dapat menuntun mereka ke arah lebih baik”, ujarnya. Selain itu, Yuliandre berharap, hasil survey juga menjadi panduan bagi lembaga dan instansi dalam penempatan iklan yang dapat mendukung keberlangsungan program-program siaran televisi yang berkualitas di tengah masyarakat.

Secara ideal Yuliandre mengingatkan, bahwa landasan membangun penyiaran berkualitas setidaknya mencakup empat aspek fundamental. Pertama, landasan filosofis. Program siaran harus dapat mencerminkan 5 sila dari pancasila: nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, kerakyatan, dan persatuan Indonesia. Kedua, landasan historis. Program siaran menggambarkan kebhinekaan serta menghormati keragaman. Ketiga, landasan sosiologis. Konten siaran harus menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan dan persaudaraan antar sesama. Keempat, landasan yuridis. Program siaran mematuhi peraturan perundang-undangan. Dirinya meyakini, jika lembaga penyiaran dan masyarakat memahami betul empat aspek fundamental tersebut, program siaran berkualitas akan hadir di tengah masyarakat dan mampu mendorong terwujudnya peradaban penyiaran Indonesia yang lebih bermartabat.

Siaran Pers ini dikeluarkan oleh:

 

Sub Bagian Humas dan Kerjasama KPI Pusat.

Hasil lengkap survey dapat diunduh di: www.kpi.go.id. Atau kirim email permintaan ke: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat membuka pendaftaran bagi lembaga penyiaran untuk mengikuti ajang Anugerah KPI 2018. Pendaftaran peserta ajang tahunan apresiasi KPI untuk lembaga penyiaran dimulai dari 25 Juli hingga 20 Agustus 2018. 

Koordinator Anugerah KPI 2018 sekaligus Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, peserta yang dapat mengikuti ajang ini adalah lembaga penyiaran berjaringan baik televisi maupun radio. “Untuk televisi, hanya induk lembaga penyiaran yang dapat ikut serta. Sedangkan radio, seluruh jaringan lembaga penyiaran yang memiliki induk di Jakarta yang dapat ikut,” jelasnya kepada kpi.go.id.

Ketentuan umum lainnya, tayangan yang dikirimkan ke KPI harus tayangan periode September 2017 hingga Agustus 2018. “Satu peserta hanya boleh menyertakan satu program untuk setiap kategori yang diperlombakan. Nantinya peserta harus mengisi formulir pendaftaran dan menyerahkan lima keping cd tayangan yang diperlombakan. Syarat-syarat lebih jelasnya ada dalam formulir,” jelas Hardly.

Hardly menyampaikan, ada 19 kategori yang diperlombakan dalam Anugerah KPI 2018 ini. Ke 19 kategori itu yakni Program Anak, Program Animasi, Program Drama Seri, Program Film Televisi, Program Talkshow Berita, Program Talkshow Non-Berita, Program Wisata Budaya (Televisi), Program Wisata Budaya (Radio), Program Peduli Perempuan, Program Iklan Layanan Masyarakat (Televisi), Iklan Layanan Masyarakat (Radio), Program Berita/Jurnalistik, Program Peduli Perbatasan dan Daerah Tertinggal (Televisi), Program Peduli Perbatasan dan Daerah Tertinggal (Radio), Program Peduli Disabilitas, Program Dokumenter, Radio Komunitas Terbaik (Program Kategori Khusus), Pemerintah Peduli Penyiaran (Program Kategori Khusus), dan Lifetime Achievement (Program Kategori Khusus).  

Rencananya, penyerahan pemenang Anugerah KPI akan diserahkan pada saat acara puncak Anugerah KPI 2018 pada hari Minggu, 4 November 2018. Acara Anugerah KPI 2018 akan disiarkan secara langsung stasiun televisi RCTI mulai Pukul 12.00 WIB. ***

Formulir Pendafataran Anugerah KPI 2018

Panduan Anugerah KPI 2018

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.