Bone – Puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam organisasi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Awak Media mengikuti seminar yang diselenggarakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Literasi Media, di Hotel Helios, Jalan Langsat, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Senin (14/5/2018) kemarin.

Kegiatan yang bertema “Memilih Siaran Yang Berkualitas” ini dihadiri langsung oleh komsioner KPI Pusat Ubaidillah, Anggota DPR RI Komisi I Andi Rio Idris Padjalangi dan komisioner KPID Sulawesi Selatan.

Dalam sambutannya Andi Rio Idris Padjalangi mengatakan bahwa dirinya berharap melalui kegiatan seperti ini bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat agar mampu memahami mana siaran yang berkualitas dan kemuidan kedepannya bisa kembali digelar di Kabupaten Bone.“Semoga kegiatan seperti ini bisa kembali digelar dibone,” ujar Andi Rio Idris Padjalangi dihadapan para peserta.

Sementara itu Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah menyampaikan bahwa anak-anak sangatlah rentan terhadap dampak media dikarenakan daya kritis mereka belum terbentuk. Selain itu, jam komsumsi media cukup tinggi, isi media banyak yang tidak aman serta peran orang tua dan sekolah yang belum optimal.

“Melalui kegiatan ini saya ingin mengekspose hasil survei pada tahun 2017 bahwa kita melibatkan 12 kota dan 12 provinsi dalam mengevaluasi setiap penyiaran media elektronik. Nah, saya berharap kepada masyarakat, apabila ada siaran menampilkan konten-konten yang dianggap tidak sesuai bisa dilaporkan ke KPID atau KPI Pusat dan bisa juga melalui website kami,” ujarnya. (Bonepos)

Medan -- Kegiatan Literasi Media yang digagas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bersama Komisi I DPR RI kali ini dilaksanakan di Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU), dengan dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid. Narasumber lainnya yang turut hadir adalah Mazdalifah, Ph.D, selaku pakar literasi media sekaligus Dewan Pembina Ikatan Masyarakat Melek Media (IMMEDIA), sebuah lembaga swadaya masyarakat di Sumatera Utara yang berkonsentrasi pada kegiatan penyadaran masyarakat tentang media, (12/5).

Dalam literasi media tersebut, Meutya menekankan pentingnya keberagaman dalam penyiaran. Baik keberagaman dalam soal konten siaran, maupun keberagaman dalam kepemilikan. “Pada prinsipnya, keberagaman kepemilikan menjadi jaminan bahwa kepemilikan media penyiaran di Indonesia tidak terpusat atau dimonopoli oleh segelintir orang atau kelompok saja”, ujarnya.
 
Dalam acara yang bertajuk “Memilih Siaran yang Berkualitas” ini, Ketua KPID Sumatera Utara, Parulian Tampubolon hadir sebagai moderator. Media sendiri selayaknya harus diperlakukan sebagaimana makanan, sehingga harus ada sikap yang selektif dalam mengonsumsi media. KPI sebagai regulator penyiaran, tentunya memiliki kewajiban untuk mengedukasi masyarakat untuk dapat memilih dan memilah muatan media yang sesuai dengan kebutuhan dan menunjang kesejahteraan.

Kegiatan literasi media sendiri, merupakan sarana KPI dalam melakukan penyadaran di masyarakat tentang dampak dan efek mengonsumsi media.  Meutya menjelaskan bahwa literasi media merupakan upaya mengasah kecerdasan dan daya kritis masyarakat dalam bermedia. “Di sini perlu peran serta masyarakat dalam mengontrol dan mengawasi media melalui KPI yang merupakan perwakilan rakyat di bidang penyiaran,” ujarnya. Meutya berharap masyarakat juga tak segan menyampaikan kritik dan masukan atas konten-konten siaran di televisi dan radio. KPI sendiri, sesuai dengan undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, memiliki kewajiban untuk menindaklanjuti setiap aduan yang masuk dari masyarakat, mengingat posisi lembaga ini yang merupakan perpanjangan tangan masyarakat dalam mengatur segala sesuatu tentang penyiaran.

Jakarta - Menyikapi peristiwa pengeboman di Gereja yang terjadi di Surabaya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau pada lembaga penyiaran untuk tetap menaati Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI 2012.

Peraturan KPI nomor 2 tahun 2012 tentang SPS, mengatur secara rinci bahwa lembaga penyiaran yang menayangkan program siaran jurnalistik senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik, termasuk di dalamnya aturan tentang muatan kekerasan dan kejahatan, peliputan terorisme, serta peliputan bencana. Secara umum, lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan korban bencana dalam kondisi-kondisi tertentu seperti manusia dengan kondisi yang mengenaskan akibat dari peristiwa kekerasan.

KPI juga mengingatkan lembaga penyiaran, baik televisi dan radio, untuk mengutip informasi dari narasumber yang terpercaya dan institusi yang berwenang, sebagai bentuk pemenuhan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi secara lengkap dan benar.

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, lembaga penyiaran punya kewajiban menyiarkan berita yang akurat di tengah masyarakat, dengan tetap menjunjung kode etik jurnalistik dan regulasi penyiaran yang ada. “Jangan sampai masyarakat menerima teror berulang, karena munculnya informasi dan berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya”, ujar Yuliandre.

Selain itu, KPI mengingatkan pula pada pengelola televisi dan radio, bahwasanya penyiaran memiliki fungsi perekat sosial. “Karenanya dalam kondisi saat ini, televisi dan radio harus menjalankan fungsinya sebagai perekat sosial di masyarakat, untuk menjaga situasi lebih kondusif”, pungkas Yuliandre.

Pelaksanaan Workshop Area di Kampus Universitas Hasanudin, Makassar.

Makassar - Komisi penyiaran Indonesia (KPI) kembali menggelar Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi untuk tahun yang ke 3. Kegiatan ini melibatkan institusi akademis, dalam hal ini perguruan tinggi, dalam mengukur kualitas siaran televisi yang ada di Indonesia. Pada tahun 2018 ini salah satu kampus yang bekerjasama dengan KPI menjalankan survey adalah Universitas Hasanuddin di kota Makassar.

Sebelum melaksanakan survey, KPI menggelar workshop untuk petugas survey untuk dapat menggali secara dalam tentang pendapat masyarakat atas program siaran televisi. “Penekanan pelaksanaan survey tahun ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang skema kebutuhan masyarakat dalam peta isi siaran”, ujar Ubaidillah, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan. Sedangkan menurut Andi Alimuddin selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas, survey ini dapat mengubah persepsi industri televisi terhadap nilai-nilai informasi yang akan dihadirkan di tengah masyarakat. “Sehingga produk yang ditayangkan televisi lebih memiliki manfaat dalam mencerdaskan masyarakat lewat informasi yang bernilai edukatif”, ujar Andi.

Selain mengambil data dari responden yang merupakan masyarakat umum, pelaksanaan survey juga dilakukan dengan pemberian penilaian kualitatis oleh sejumlah panel ahli yang merupakan menjadi representasi kepakartan dari masing-masing kategori program. Diharapkan dari penilaian panel ahli ini, didapatkan masukan yang obyektif atas program siaran yang ada di televisi yang dikaitkan dengan amanat regulasi tentang tujuan diselenggarakannya penyiaran. 

 

Bandung -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bekerjasama dengan Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung melaksanakan Fokus Grup Diskusi (FGD) Tim Panel Ahli Survei Indeks Kualitas Program Siaran TV 2018 Periode 1, Rabu (9/5/2018). FGD yang melibatkan 10 orang panel ahli ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Survei Indeks Kualitas Program Siaran TV di Kota Bandung.

FGD yang dihadiri Komisioner KPI Pusat Prof. H. Obsatar Sinaga, Anggota Komisi I DPR RI Junico Siahaan, Dekan Fikom Unpad Dadang Rahmat Hidayat, Ketua KPID Jawa Barat Dedeh, membahas delapan kategori program survei dan indikatornya.

Saat menyampaikan pandanganya, Anggota DPR RI Nico Siahaan, menyampaikan harapan supaya lembaga penyiaran lebih memberikan tayangan yang mendidik dan bermanfaat. “Hasilnya dari kegiatan ini akan saya sampaikan ke Komisi I DPR RI,” katanya. 

Sementara itu, Komisioner KPI Obsatar Sinaga menyatakan siaran berita tidak lepas dari sensasional dan ini sudah jadi tren di masyarakat. Menurutnya, berita yang ditampilkan akan memberikan efek balik kepada masyarakat.

Hal yang sama juga disampaikan Dadang Rahmat Hidayat. Menurutnya, publik harus menjadi perhatian karena mereka adalah pihak yang dirugikan. “Apa yang disampaikan lembaga penyiaran menjadi akan kebiasaan di masyarakat,” katanya. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.