Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta Perkumpulan Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI) untuk tetap eksis menjalankan sistem stasiun jaringan di tengah makin banyaknya anak jaringan yang tutup. Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, saat menerima kunjungan Pimpinan ATVJI di Kantor KPI Pusat, Jumat (10/5/2019) pekan lalu.

Rahmat mengungkapkan, saat ini keberadaan anak jaringan dari pelaksanaan sistem stasiun jaringan atau SSJ mulai banyak yang gulung tikar karena beban ongkos operasionalnya selangit. “Kami harap anak jaringan di bawah ATVJI bisa konsisten menjalankannya,” papar yang dalam kesempatan itu didampingi Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, dan Mayong Suryo Laksono.

Menurut Rahmat, keberadaan anak jaringan sangat vital untuk menjaga pilar-pilar kebhinekaan di negara ini. Pasalnya, anak jaringan banyak menyiarkan konten-konten lokal yang merefresentasikan keberagaman Indonesia. “Kami meminta hal ini juga dipertahankan,” katanya.

Hal lain yang jadi perhatian Rahmat dan disampaikan ke ATVJI soal independensi lembaga penyiaran. Menurut dia, media harus mampu menjaga hal ini agar berita yang disampaikan ke publik akurat, berimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. 

“Dalam situasi seperti sekarang ini, media harus menjadi pendingin dan penyejuk dengan tetap menghadirkan akurasi. Televisi-televisi baru harus juga menjaga situasi ini,” pinta Rahmat yang diamini Komisioner KPI Pusat lainnya.

Ketua Umum ATVJI Agung Darmajaya, mengapresiasi apa yang diharapkan KPI untuk mengembangkan penyiaran di Indonesia. Dia menyatakan, Anggota ATVJI yang berjumlah 160 akan komit dan terus mendukung KPI dan kelembagaannya. “Tapi kami juga berharap agar KPI melibatkan kami setiap kegiatan penyiaran,” katanya.

Sekjen ATVJI, Wijaya menambahkan, ATVJI akan menjadikan KPI sebagai mitra penting agar konsolidasi terjakin dengan baik. Karenanya, yang penting dilakukan ke depan adalah jalinan komunikasi yang baik. ***

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran yang menayangkan iklan komersil “HAGO” untuk segera menghentikan siaran iklan itu mulai Selasa ini. Iklan tersebut dinilai tidak sesuai dengan adab dan kesopanan yang berlaku di masyarakat . Demikian ditegaskan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, usai rapat penjatuhan sanksi di KPI Pusat, Selasa (14/5/2019).

Menurut Nuning, iklan tersebut telah melanggar Standar Program Siaran (SPS) KPI Pasal 58 ayat 4 Huruf h yang di dalamnya menyatakan bahwa program siaran iklan dilarang menayangkan hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama. 

“Dalam iklan tersebut ditampilkan adegan guru di sebuah lembaga pendidikan yang memperlakukan murid yang terlambat masuk kelas  secara spesial, hal tersebut dikarenakan murid menang dalam permainan game dengan guru,” kata Nuning menjelaskan bentuk pelanggaran dalam iklan tersebut.

Selain meminta berhenti, lanjut Nuning, KPI juga memberikan sanksi teguran tertulis ke Lembaga penyiaran yang menayangkan Iklan HAGO.  Lembaga penyiaran yang mendapatkan sanksi teguran antara lain MNC TV, RCTI, Net TV, SCTV, Trans TV dan Trans 7.

Nuning juga menegaskan setiap iklan meskipun sudah memenuhi syarat admistratif tayang iklan berupa surat tanda lulus sensor (STLS), secara substansi iklan harus menghormati etika yang berlaku di masyarakat. “Apalagi setting cerita iklan terebut ada di Lembaga Pendidikan,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Nuning meminta seluruh lembaga penyiaran untuk segera melakukan evaluasi internal atas program siaran iklan yang ditayangkan dengan senantiasa menyampaikan pesan positif pada setiap tayangan yang ditampilkan dan tetap mengacu pada P3 dan SPS. ***

 

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan memberi sanksi Teguran Tertulis kepada program siaran “Comedy Traveler” di Trans TV. Program acara ini kedapatan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI karena menampilkan adegan seorang pria dan wanita berciuman.

Demikian dituliskan dalam Surat Teguran yang telah dilayangkan pada Kamis (25/4/2019) lalu.

Berdasarkan pengaduan masyarakat, pemantauan, dan hasil analisis, KPI menemukan pelanggaran pada program siaran “Comedy Traveler” tanggal 21 April 2019 pukul 14.58 WIB.

Menurut Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Mayong Suryo Laksono, jenis pelanggaran itu dikategorikan sebagai pelanggaran atas kewajiban program siaran memperhatikan dan melindungi kepentingan anak dan remaja, larangan program siaran menampilkan adegan ciuman bibir,  serta penggolongan program siaran.

“Kami memutuskan tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 21 Ayat 1, serta Standar Program Siaran Pasal 15 Ayat (1), Pasal 18 huruf g, dan Pasal 37 Ayat 4 huruf f. Berdasarkan pelanggaran tersebut, kami memberikan sanksi administratif Teguran Tertulis untuk Trans TV,” tegas Mayong, Jumat (10/5/2019).

Dalam surat itu, KPI meminta Trans TV menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. “Kami minta Trans TV segera melakukan perbaikan agar kesalahan tidak terulang,” papar Mayong. ***

Jakarta – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menanyakan perbedaan antara berita hoax dan yang bukan di lembaga penyiaran. Pertanyaan itu disampaikan pada saat kunjungan kerja ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Jumat (10/5/2019).  Dalam kesempatan itu, DPR Aceh menanyakan penyebab KPI tidak mengawasi media sosial. 

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah menjelaskan, berita hoax di lembaga penyiaran masih jauh lebih sedikit dibanding media sosial dan media online. Hanya beberapa kali KPI menemukan adanya informasi diduga hoax di lembaga penyiaran. Menurutnya, informasi hoax di media penyiaran lebih mudah dikenali dan ada aturan yang mengatur soal itu. 

Saat ini, lanjut Ubaid, yang penting dilakukan adalah bagaimana meliterasi masyarakat agar tak mudah termakan informasi palsu atau bohong. “Berita hoax itu jadi masalah kita semua. Pemerintah sangat concern dalam mengatasi masalah ini karena dampaknya yang luar biasa,” katanya.

Faktor literasi yang minim jadi sorotan Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, karena secara tak langsung ikut memicu penyebaran informasi hoax. Masyarakat harus paham dan tahu bagaimana menyikapi sebuah berita atau informasi yang kebenarannya tak dapat dipertanggungjawabkan. 

KPI tidak dapat melakukan interfensi terhadap media sosial dan media online karena memang kewenangannya tak mencakup sampai ke situ. “Undang-undang Penyiaran hanya memberi kewenangan mengawasi televisi dan radio, sedangkan Undang-undang Penyiaran baru belum juga jadi,” katanya menambahkan.

Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, menjawab pertanyaan soal pendirian lembaga penyiaran televisi dan penguatan siaran di Aceh dengan mengusulkan pembuatan lembaga penyiaran berlangganan (LPB). Menurutnya, usul memperbanyak LPB karena kanal untuk televisi analog sudah tidak di buka. “Pemerintah sudah memoratorium kanal analog sebagai persiapan siaran digital,” katanya.

Hal lain yang dapat dilakukan yakni dengan meningkatkan siaran lokal seperti memperbesar power siaran dan daya jangkau agar wilayah siaran jadi lebih luas. Televisi lokal di Aceh dapat mengadakan kerjasama dengan televisi nasional dengan memperhatikan masalah pembiayaannya seperti apa.

Rahmat mengusulkan DPR Aceh untuk mengajak bicara KPID membicarakan masalah tersebut. Pasalnya, KPID dapat memberi dorongan terkait pembentukan LPB di Aceh supaya masyarakat luas dapat mengakses siaran televisi. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono.

Padang – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mayong Suryo Laksono mengatakan, media televisi dan radio harus menciptakan penyiaran yang sehat pada era digital saat ini.

Menurut Mayong, penyiaran yang sehat merupakan hak masyarakat. Dengan menghadirkan pemberitaan dan informasi yang berimbang, maka akan terciptanya harmonisasi dalam masyarakat.

“Saat ini isi siaran yang beragam semakin banyak. Hanya saja, tidak semua sajian media berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan pengembangan serta perbaikan masyarakat,” ungkapnya, di Padang, Sabtu (11/5/2019).

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tersebut kata Mayong, harus dihadapi KPI dengan cara memastikan manfaat siaran bagi masyarakat. Baik digitalisasi penyiaran, lembaga penyiaran berlangganan serta penyiaran perbatasan.

“Jika selera siaran publik makin baik hal ini akan berimplikasi dengan sajian siaran. Karena masyarakat sebagai penerima suguhan siaran yang merupakan mata rantai yang tidak bisa dipisahkan dan saling mempengaruhi,” paparnya.

Tentunya, kerjasama dari semua pihak baik dari media dan masyarakat menjadi keharusan untuk bersama mengawasi kualitas konten siaran yang sehat bagi masyarakat.

“Mindset masyarakat akan konsumsi siaran sehat perlu terus didorong, karena jangkauan pengawasan kami terbatas. Salah satu caranya dengan memberikan pendidikan kepada lapisan-lapisan masyarakat,” ujarnya.

Selain itu, perkembangan dunia penyiaran juga harus meminimalkan dampak buruk yang didapat masyarakat, baik secara finansial ataupun secara moral atau pemikiran.

Sehingga, dengan kondisi apapun, penyiaran tetap memberikan kontribusi dalam memperkukuh integrasi nasional dan mencerdaskan kehidupan bangsa, ataupun menumbuhkan industri penyiaran Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Penyiaran.

“Semoga hal ini menjadikan penyiaran sehat lahir batin, sehat manajemen serta menghadirkan siaran yang bermanfaat,” harapnya.

Pihaknya menyebutkan jika sudah sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), maka sudah diyakini keabsahan dari informasi yang diberikan tersebut. Hal Ini juga sebagai upaya menangkal berita hoax.

Sementara itu, Bidang Pengawasan Isu Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat, Melani Friati menyebutkan, media televisi dan radio memiliki batasan dalam penyiaran yang didasari Undang Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, kemudian peraturan komisi penyiaran Indonesia tentang pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran.

“Seperti program mistik, horor dan supranatural ataupun promosi LGBT, kekerasan, kata-kata kasar, seksualitas, iklan penyiaran pemberitaan politik. Semua kategori siaran yang ditayangkan tentunya harus sesuai standar program siaran yang telah diatur KPI,” jelas Melani.

Selain itu, pihaknya terus aktif mengadakan literasi kepada media agar melahirkan penyiaran yang sehat dan bermanfaat untuk kepentingan dan kenyamanan publik.

Kegiatan sosialisasi dengan tema “Menciptakan Penyiaran Sehat Di era Digitalisasi Media” menghadirikan peserta dari KPI Pusat, IJTI, LBH dan berbagai kalangan media. Red dari berbagai sumber

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.