Peserta dan narasumber kegiatan literasi media KPI Pusat di Kendari menyampaikan salam literasi. 

Kendari -- Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, mengajak seluruh masyarakat menjadi agen penyiaran dengan mengajarkan orang terdekatnya seperti keluarga dan teman untuk memilih dan menonton tayangan berkualitas. Apabila cara ini dilakukan secara massif, tayangan TV berkualitas akan menjadi keniscayaan. Permintaan itu disampaikannya di depan ratusan peserta Literasi Media KPI Pusat di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis (19/09/2019).

Menurut Nuning, KPI tidak bisa bekerja sendiri dan memerlukan peran aktif seluruh elemen masyarakat untuk menciptakan tayangan yang sehat. “Anak memiliki daya ingat yang kuat dan meniru apa yang dilihatnya. Mereka juga mengikuti perilaku orang tua, karena itu sebagai orang tua kita harus mencontohkan mereka menonton tayangan berkualitas dan mendidik,” jelasnya.

Untuk mewujudkan keinginan itu, KPI memiliki program Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa. Program ini rencananya akan menggandeng sejumlah Kementerian, Lembaga, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kota.

Dalam kesempatan itu, Nuning menceritakan fenomena yang sedang viral terkait sanksi KPI untuk Program Siaran Spongebob Squere Pants The Movie. Sanksi itu membuat banyak masyarakat menghujat lembaga ini. Dia menjelaskan, jika publik melihat secara utuh tayangan tersebut, ditemukan dalam salah satu segment visual adegan kekerasan melempar makanan ke wajah dan adegan memukul kepala, memecah piring ketika akan makan.

Menurut Nuning, adegan itu dikhawatirkan jadi bahan tiruan. KPI menilai adegan telah melanggar aturan dalam P3SPS KPI. Dia menambahkan, yang paling penting diperhatikan dalam program anak harus adanya standar yang lebih dibanding program siaran lainnya. “Dengan selalu mengedepankan prinsip perlindungan terhadap anak, nir kekerasan dan nir eksploitasi,” jelasnya

Selain masalah sanksi, Nuning menceritakan bagaimana kualitas tidak sejalan dengan rating. Bahkan, yang terjadi justru banyak tayangan berkualitas sepi penonton sehingga umur program tersebut tidak panjang. “Jika sebagian besar masyarakat menonton tayangan yang berkualitas, maka secara tidak langsung lembaga penyiaran akan mengubah pandangan dengan mengikuti apa yang menjadi selera masyarakat,” kata Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan ini.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI, Jerry Sambuaga, mengapresiasi kinerja KPI Pusat sebagai regulator penyiaran. Menurutnya, pengawasan terhadap media konvensional yang dilakukan KPI dinilai efektif dan baik. “Seperti adanya jam malam atau dewasa, batasan konten asing, aturan sensor serta sanksi yang akan diberikan berdasarkan P3SPS,” katanya.

Dia juga berpesan pada peserta agar menyaring setiap informasi yang diterima.“Sering kali jari lebih cepat dibandingkan otak kita. Ini akan menyebabkan potensi penyebaran hoax ataupun ujaran kebencian,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Politisi Partai Golkar ini berharap kinerja KPI semakin baik ke depannya. “Seperti yang diketahui baru-baru ini, KPI mengeluarkan sanksi terhadap salah satu promo film Gundala karena adanya umpatan kasar pada salah satu scene. Ke depannya diharapkan akan ada aturan yang lebih mendetail terkait definisi umpatan kasar agar ada persamaan persepsi,” imbuhnya.

Kegiatan yang dimoderatori Komisioner KPID Sultra, Hesdiana, juga menghadirkan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Sultra Prof. Dr. Nasruddin Suyuti. Pada kesempatan itu, Nasruddin, ikut mengapresiasi kinerja KPI Pusat.

“Kita jangan selalu menyalahkan kinerja KPI Pusat, namun lembaga penyiaran juga harus patuh terhadap regulasi penyiaran agar tercipta tayangan yang berkualitas. Selain itu, masyarakat dituntut untuk lebih cerdas dalam mengkonsumsi tayangan TV,” katanya sekaligus menutup acara. Tim liputan Literasi Media Kendari

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis.

Kendari -- Berkembangnya teknologi informasi menuntut setiap individu memiliki kemampuan menyaring setiap informasi. Hal ini untuk mencegah masuknya informasi negatif yang beresiko merusak masa depan generasi bangsa, menimbulkan keresahan sosial, publikasi pornografi maupun radikalisme. Selain itu, menyaring informasi akan menutup ruang bias informasi.

Pendapat tersebut ditegaskan Ketua KPID Sulawesi Tenggara (Sultra), Fendy Abdillah Hairin, di sela-sela memberi sambutan acara Literasi media yang diselenggarakan KPI Pusat di Swiss Belhotel, Kendari (19/09/2019). Kegiatan literasi yang mengusung tema Cerdas Mermedia Menuju Penyiaran Berkualitas dihadiri ratusan peserta dari unsur Guru, Murid Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, yang didaulat menjadi keynote speech, mengapresiasi antusias masyarakat Kendari ikut literasi media. Literasi ini, merupakan upaya mendorong masyarakat untuk bijak mengkonsumsi media.  “Saat ini, TV masih menjadi sarana penyedia informasi utama masyarakat dibanding media baru. Faktor penyebabnya media konvensional hampir tak ditemukan hoax,” jelasnya.

Meskipun begitu, masyarakat harus cerdas menonton TV agar tidak terpengaruh dampak negatifnya. “Tidak dipungkiri, konten TV saat ini, masih terdapat tayangan yang tidak berkualitas. Namun dengan menjadi penonton cerdas, tentunya akan mampu memilih tayangan yang mengedukasi,” kata Andre, panggilan akrabnya.

Untuk membantu masyarakat memilih tayangan yang berkualitas, KPI memiliki telah melakukan Riset Indeks Kualitas Program SIaran TV Periode Pertama dan hasilnya sudah dipublikasikan. “Diharapkan hasil riset itu dapat menjadi acuan masyarakat memperolah dan mengkonsumsi tayangan yang mendidik serta berkualitas,” tutur Andre.

Sementara itu, Kepala Dinas  Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Sultra, H. Kusnadi, saat membeka acara, mengapresiasi program literasi media yang diselenggarakan KPI Pusat. “Saat ini, Kominfo sedang gencar melakukan literasi media kepada masyarakat, namun lebih concern kepada media baru. Dengan adanya kolaborasi positif antar lembaga ini, diharapkan akan mendorong terciptanya masyarakat yang melek serta cerdas bermedia,” imbuhnya.

Kusnadi menekankan pentingnya sikap bijak dalam menggunakan media bagi masyarakat khususnya warga Sultra. “Faktanya kurang ada ratusan masyarakat Sultra mengakses konten negatif dan itu terekam dalam jejak digital masing-masing individu,” tandasnya. Tim liputan literasi media Kendari

 

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan segera melakukan revisi atas Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) 2012, agar lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh lembaga penyiaran. Selain itu, dalam aturan yang baru, KPI diharapkan membuat aturan yang lebih detil tentang Do and Don’t bagi lembaga penyiaran. Hal tersebut disampaikan pengamat penyiaran Maman Suherman, saat menjadi nara sumber dalam Sekolah P3 & SPS angkatan ke-41, di kantor KPI Pusat (18/9). 

Dalam penilaian Maman, para pekerja penyiaran baik televisi dan radio membutuhkan aturan yang lebih detil dari P3 & SPS yang ada saat ini. Maman juga memberikan contoh tentang regulasi seven dirty words di beberapa negara bagian di Amerika Serikat yang dilarang muncul di televisi. “Ada tujuh kata kotor yang dilarang muncul di televisi,” ujarnya sembari memberikan contoh kata apa saja yang terlarang. Seharusnya, menurut Maman, KPI juga dapat membuat panduan serupa. 

Dalam kesempatan Sekolah P3 & SPS ini, Maman yang juga pernah terlibat dalam pembahasan P3 & SPS 2012 menjelaskan tentang beberapa aturan dalam program non faktual di televisi.  Kepada peserta sekolah yang didominasi perwakilan televisi dan radio ini Maman juga mengingatkan tentang hal-hal teknis yang harus dijaga para pekerja televisi khususnya yang menangani infotainment, sinetron ataupun program non faktual lainnya. 

Secara khusus tentang para pengisi acara atau artis, Maman menjelaskan bahwa tidak ada aturan di P3&SPS yang dapat menghukum artis. “KPI hanya berurusan dengan lembaga penyiaran,”ujarnya. Namun demikian, artis juga harus diingatkan bahwa jika sikapnya tidak dapat diatur, dapat berefek pada keberlangsungan program siaran yang nantinya pun berimplikasi pada eksistensi pengisi acara. Hal ini diakuinya kerap disampaikan kepada para artis komedi, mengingat posisinya sebagai Penasehat Persatuan Artis Komedi Indonesia (PASKI). 

Beberapa conton kasus belakangan diangkat Maman sebagai bahasan untuk menjadi bahan pelajaran. Diantaranya teguran terhadap  muatan kekerasan pada beberapa program siaran termasuk kartun dan promo film. Maman juga menjelaskan bagaimana cara KPI mengakomodir kepentingan publik di berbagai daerah saat ada nilai-nilai tradisi ataupun kepercayaan yang terusik oleh tayangan televisi. 

Secara khusus Maman memberikan peringatan agar televisi berhati-hati dalam mengunggah materi siaran ke ranah internet. “Ada baiknya tayangan yang diunggah ke youtube diberikan watermark,” ujarnya. Hal ini untuk menghindari adanya rekayasa video dari pihak lain yang berpotensi masalah, namun disematkan tanggung jawabnya pada lembaga penyiaran. 

Selain Maman, nara sumber lain yang ikut memberikan materi di Sekolah P3 & SPS hari ini adalah Ketua KPI Pusat Agung Suprio dan Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) KPI Pusat, Aswar Hasan. Sekolah akan berlangsung selama tiga hari sejak 18 September hingga 20 September mendatang. Peserta sekolah terdiri atas pekerja di lembaga penyiaran, mahasiswa, dan kelompok masyarakat yang sebelumnya telah mendaftarkan diri melalui website KPI Pusat www.kpi.go.id.

 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, saat menyampaikan presentasi di Pelatihan Keberagaman Media yang diadakan Kemendikbud dan UNESCO, Rabu (18/9/2019).

Jakarta -- Mewujudkan keberagaman konten atau diversty of konten dalam penyiaran tak hanya soal aturan tapi lebih dari itu, diantaranya komitmen dan pelaksanaan. Pendapat itu disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, disela-sela acara Diskusi dan Pelatihan tentang Keberagaman Media yang diselenggarakan Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan bersama UNESCO di Hotel Century, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

“Persoalan keberagaman konten ini disebutkan dalam Undang-undang Penyiaran tahun 2002. Undang-undang yang lahir hasil dari gerakan reformasi menginginkan adanya keberagaman atau keadilan isi dalam penyiaran terutama untuk porsi konten lokal. Jadi, isi siaran itu tidak hanya datang dari Jakarta saja,” kata Mulyo.

Selain itu, keberagaman konten harus didukung dengan keberagaman kepemilikan atau diversty of ownership. Pasalnya, tanpa ada keberagaman kepemilikan akan mustahil keberagaman isi siaran di penyiaran Indonesia terwujud sepenuhnya. 

“Keberagaman kepemilikan ini sangat mempengaruhi konten. JIka kepemilikan media itu hanya dikuasi segelitir kelompok, isinya akan sama. Seperti yang terjadi sekarang, yang ada lebih banyak keseragaman konten meskipun ini juga dipengaruhi faktor seperti adanya rating dari lembaga survey tertentu,” lanjut Komisioner bidang Isi Siaran ini.

Namun demikian, Mulyo tetap optimis keberagaman konten dapat diimplementasikan dalam penyiaran di tanah air. Salah satu alternatif untuk mewujudkan adanya keberagaman tersebut melalui pelaksanan sistem penyiatran digital. “Di dalam penyiaran digital, banyak kanal yang dapat dimanfaatkan untuk menanyangkan konten dengan tema tertentu seperti budaya misalnya. Sayangnya, untuk merealisasikan ini harus menunggu revisi Undang-undang Penyiaran di DPR,” ungkapnya.

Dia juga menegaskan pihaknya akan tetap mendorong keberagaman konten dalam penyiaran secara berkelanjutan. “Walapun ada yang mengatakan konten lokal ini tidak seksi, tapi kami yakin suatu saat akan menjadi produk yang menguntungkan,” tandasnya. ***

 

Jakarta -  Lembaga penyiaran harus mampu memproduksi siaran berkualitas. Bukan hanya bisa memenuhi kepentingan publik, tapi juga harus bermanfaat. Ungkap Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo saat membuka Sekolah P3SPS di Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Dikatakan Mulyo, untuk menciptakan kualitas siaran yang  bermutu, maka lembaga penyiaran harus memahami ketentuan sebagaimana termuat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.

"Melalui sekolah P3SPS, kita berupaya mengembangkan program literasi media sebagai wadah  untuk meminimalisir pelanggaran terhadap dunia penyiaran," kata Mulyo Hadi Purnomo.

Sekolah P3SPS angkatan ke - 41 berlangsung mulai 18 hingga 21 September 2019 diikuti 35 peserta dari Lembaga Penyiaran, akademisi dan Komisioner KPID. Adapun Komisioner itu berasal dari KPID Sulawesi Barat antara lain Budiman Imran, Ahmad Syafri Syarif dan Sri Ayuningsih. 

"Kami KPID Sulbar menjadi bagian kepesertaan sekolah ini. Kami cukup antusias mengikuti kegiatan ini dan sudah berharap ikut sejak kami dilantik pada 1 Maret 2019. Namun baru kali ini ini tercapai," ungkap Sri Ayuningsih.

Untuk mewujudkan “Siaran Sehat untuk Rakyat”,  awal tahun depan menyongsong Pilkada Serentak, KPID Sulbar akan melaksanakan kegiatan serupa. Kegiatan ini dalam upaya  meningkatkan kualitas pelaku penyiaran, pemerhati penyiaran agar menghasilkan program siaran yang berkualitas, kreatif dan inovatif.

"Keberadaan P3SPS bukanlah untuk menghambat kreatifitas. Standar itu diperlukan demi meminimalisir pelanggaran. Sadar bahwa masih ada kekurangan yang belum diatur dalam P3SPS termasuk tantangan konvergensi media YouTube dan Netflix, tentunya regulasinya harus disempurnakan dengan merevisi UU 32 tahun 2002 tentang Penyiaran," jelas Sri Ayuningsih mengulangi pesan Ketua KPI Pusat Agung Suprio. Red dari Humas KPID Sulbar

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.