Gubernur Provinsi Lampung, Muhammad Ridho Ficardo, saat menjadi narasumber Rapim KPI 2017 di Depok, Rabu (15/11/2017).

 

Depok – Langkah bijak yang dilakukan Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo terhadap KPID Lampung dinilai dapat menjadi tolak ukur Gubernur lain dalam menyikapi persoalan kelembagaan dan anggaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). Salah satu penyebabnya adalah keinginan untuk melindungi dan memberi kenyamanan masyarakatnya dari informasi yang tidak pantas.

Menurut Ridho, kebijakan penguatan bidang penyiaran di Provinsi Lampung dilakukan dengan menguatkan kelembagaan KPID. Pemerintah Provinsi meningkatkan status KPID Lampung menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) agar anggarannya melalui APBD.

"UPTD ini dipimpin pejabat eselon III. Tapingan lihat eselonnya, tapi anggaran yang dialokasikan. Urusan anggaran itu bukan persoalan struktural, tapi kebijakan," kata Gubernur Ridho, saat menjadi narasumber dalam Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Hotel Santika, Depok, Jawa Barat, Rabu (15/11/2017).

Ridho menambahkan, pembangunan penyiaran merupakan salah satu kebijakan strategisnya. "Jadi, walaupun UPTD, tapi jika kebutuhannya besar, anggarannya akan juga besar. Kalau memang kebutuhannya Rp20 miliar, ya dianggarkan segitu. Sebaliknya, meski eselon II tapi kalau kebutuhannya Rp3 miliar ya cukup segitu," kata Ridho penuh semangat.

Sementara itu, Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, kehadiran Gubernur Lampung pada Rapim KPI diharpakan menjadi inspirasi dan contoh bagi provinsi lain dalam membangun penyiaran.

"Banyak daerah yang setengah hati membantu KPID. Dananya dalam bentuk hibah dan tentu tidak bisa setiap tahun, sehingga banyak KPID mati suri. Kami berharap semangat dan kebijakan Pak Gubernur Ridho dapat menular ke provinsi lain," kata Andre, panggilan akrabnya. ***

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat memberikan sambutan di Rapim KPI 2017 di Depok.

 

Depok – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI Pusat), Yuliandre Darwis, meminta lembaga penyiaran bersikap netral dalam penyelenggaran Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) Serentak) 2018. Hal itu ditegaskannya saat memberi sambutan pembukaan Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2017 di Hotel Santika Depok, kota Depok, Jawa Barat, Rabu (15/11/2017).

Menurut Yuliandre, saat ini siaran politik mulai banyak beredar di media penyiaran. Seharusnya media penyiaran tidak terseret arus politik dan tetap memiliki posisi netral bagi masyarakat. “Tidak hanya penyelenggaran Pilkada 2018, kami juga meminta media bersikap netral pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden pada 2019 akan datang. Dunia penyiaran memiliki tantangan besar dalam menyikapi momen ini,” katanya di depan peserta yang sebagian besar Ketua KPI dan Kepala Dinas Infokom.

Siaran-siaran politik yang tayang di media penyiaran, lanjut Ketua KPI Pusat, tetap harus mengedepankan etika dan norma-norma yang berlaku. Pembelaan media yang terlalu jauh terhadap suatu golongan tertentu dapat menghilangkan kepercayaan publik yang plural dan majemuk.

“Prinsip-prinsip independensi, netralitas, bersikap adil, proporsional, dan seimbang harus dikedepankan Lembaga Penyiaran dalam kerja-kerja jurnalisme profesional yang diatur dalam UU dan norma-norma yang berlaku,” tandasnya. ***

Direktur Penyiaran Kominfo, Geryantika.

 

Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengingatkan lembaga penyiaran yang belum memutakhirkan data lembaganya untuk segera update (pembaruan) hingga batas 4 Desember 2017 mendatang. Jika hingga batas waktu tersebut Kominfo belum memperoleh data teranyar lembaga penyiaran yang bersangkutan, izin siarannya akan dihentikan. 

Ada sekitar 500 lembaga penyiaran yang belum melakukan pembaruan data lembaganya. Data lembaga penyiaran seperti alamat lembaga penyiaran dan nomor telepon sudah tidak sesuai atau tidak bisa dihubungi.

“Kami sudah memberikan surat edaran yang ditembuskan ke KPI dan KPID dan batas waktunya hingga 4  Desember mendatang. List lembaga penyiaran yang belum update ada di website Kominfo,” kata Direktur Penyiaran Kominfo, Geryantika, saat menjadi narasumber acara focus grup diskusi bertajuk “Implementasi Permenkominfo No.18 tahun 2016 dalam Menghadapi Peluang Usaha Penyelenggaraan Penyiaran” di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017).

Gery juga menyampaikan masih banyak lembaga penyiaran yang belum membayar izin siaran radio (ISR) dan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Lembaga penyiaran yang belum membayar sudah diberi peringatan Kominfo dan sudah dilaporkan ke Kementerian Keuangan untuk penagihan.

“Jika lembaga penyiaran tidak membayar ISR, sanksi paling keras adalah izinnya dicabut. Meskipun izin penyiaran dicabut lembaga penyiaran tersebut tetap masih berhutang ke Negara dan akan terus ditagih,” kata Gery di depan peserta FGD yang sebagian besar KPID.

Menurut Gery, Kominfo sudah memberi batas waktu untuk pembayaran ISR. ISR Sayangnya, belum semua lembaga penyiaran yang menunggak ISR membayarnya. Kondisi ini mengarahkan masuk ke peluang usaha. ***

Prof. H. Obsatar Sinaga, menyampaikan laporan kegiatan RAPIM 2017 di Depok (15/11).

Depok - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyelenggarakan Rapat Pimpinan (RAPIM) KPI 2017 sebagai langkah konsolidasi lembaga ini menghadapi dinamika penyiaran terbaru, termasuk status kelembagaan KPI Daerah dan ancaman radikalisasi melalui medium penyiaran. RAPIM yang diikuti oleh seluruh Ketua KPI Daerah se-Indonesia ini, diselenggarakan pada 14-16 November 2017 dengan mengusung tema : Penanggulangan Radikalisme dalam Media Penyiaran (Cerdas Bermedia Untuk Penyiaran Indonesia).

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis menjelaskan, bahwa penyebaran ideologi-ideologi yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara merebak begitu luas melalui media penyiaran. Hal ini tentunya memiliki dampak yang signifikan dalam tatanan kehidupan di masyarakat. Padahal salah satu tujuan diselenggarakannya penyiaran dalam Undang-Undang adalah untuk memperkukuh integrasi nasional. Karenanya, tambah Yuliandre, lembaga penyiaran khususnya televisi harus dapat membendung nilai-nilai dan ideologi yang dapat membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hadirnya muatan-muatan siaran yang tidak sehat tersebut, merupakan implikasi dari tidak diberikannya secara utuh kewenangan KPI dalam mengatur seluruh masalah penyiaran. Ditambah lagi dengan status eksistensi kelembagaan KPID yang saat ini telah mengalami perubahan signifikan dalam tata kelola pemerintahan daerah. Yuliandre berharap, dalam RAPIM yang akan menghadirkan narasumber dari Kementerian Dalam Negeri, Badan Pemeriksa Keuangan, serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dua masalah penting tersebut dapat ditemukan penyelesaian masalahnya.

Khusus tentang eksistensi KPID, RAPIM kali ini juga menghadirkan Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo bersama Komisi I DPR RI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, untuk memberikan masukan tentang pengelolaan penyiaran di daerah agar memiliki kontribusi maksimal, lewat hadirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyiaran.

KPI berharap, RAPIM kali ini juga dapat memberian masukan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang masih dibahas di DPR-RI. “Diantaranya tentang siaran politik dan digitalisasi penyiaran”, ujar Yuliandre. Selain itu, momentum RAPIM 2017 diharapkan dapat menyatukan pandangan, gagasan dan sikap bersama untuk memperbaiki dan mewujudkan penyiaran nasional sesuai dengan cita-cita serta harapan bersama untuk kepentingan bangsa dan negara.

Narasumber acara YPMA mendengarkan pertanyaan peserta diskusi di Hotel Ibis, beberapa waktu lalu.

 

Jakarta – Hasil kajian Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) merilis mayoritas acara anak di televisi masuk dalam kategori “Tidak Aman”, yakni 59% dari 1.401 acara anak yang mereka analisis. Hasil YPMA itu menegaskan bahwa tayangan anak yang memang aman buat mereka masih kalah banyak. Maka, tak salah jika banyak pihak menginginkan tayangan anak yang aman untuk anak di televisi diperbanyak.

Tidak hanya aman, publik menuntut tayangan anak yang berkualitas dan memberikan manfaat lebih seperti pendidikan, memberikan motivasi, mengembangkan sikap percaya diri anak, dan menanamkan nilai-nilai positif dalam kehidupan.

“Kami meminta tayangan anak berkualitas di televisi diperbanyak,” kata para narasumber yang mengisi acara diskusi bertema “Mencari Acara Televisi Berkualitas untuk Anak” yang diselenggarakan YPMA di Hotel Ibis Menteng, Kamis (9/11/2017), pekan lalu. Narasumber antara lain Peneliti YPMA Nina Mutmainnah, Staf Khusus Menteri PPA Fernandez Hutagalung dan Komisioner KPI Pusat Dewi Setyarini.

Nina Mutmainnah mengatakan program yang “aman” adalah program yang tidak hanya menghibur, namun juga memberikan banyak manfaat bagi pemirsanya. Program ini tidak hanya menarik dari segi cerita namun juga mengandung nilai-nilai positif yang mudah dipahami dan ditiru anak-anak dalam kehidupan nyata.

Seperti acara “Upin-Ipin” atau Handy Manny, dengan latar lingkungan yang heterogen secara etnis  tapi para tokoh di dalam cerita tersebut dapat saling menghormati perbedaan, dapat bekerja sama, dan membantu siapa saja.

“Muatan yang ada di dalam cerita acara itu menyisipkan pesan-pesan positif berupa kurikulum tersembunyi yakni mengandung muatan yang membantu anak untuk mempelajari sesuatu yang sehat bagi tumbuh kembang anak,” kata Nina.

Pandangan serupa juga disampaikan Fernandez Hutagalung mewakili Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Menurutnya, tayangan televisi saat ini belum sepenuhnya ramah terhadap anak. Bahkan, ada kecenderungan acara yang disajikan mengecilkan arti keberadaan mereka.

“Jika tayangan televisi menghargai keberadaan anak, berarti mereka juga menghargai pemirsa lainnya,” kata Fernandez.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, menyatakan KPI akan berusaha mendorong lembaga penyiaran mewujudkan apa yang diinginkan publik. Selain itu, KPI akan selalu menjadikan anak dan remaja sebagai prioritas pertama untuk dilindungi terutama dari penyiaran yang tidak baik.

Menurut Dewi, tayangan anak yang menghibur harus sehat yang mengandung nilai edukasi dan pesan moral yang positif. Apa yang ditampilkan seperti narasi dan visual harus khas anak. “Anak yang dilibatkan sebagai subyek harus dalam konteks kreativitas bukan dieksploitasi,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Nina Mutmainnah meminta pemerintah berperan dalam mengembangkan tayangan anak yang berkualitas. “Harus ada kebijakan khusus untuk tayangan anak. Kami berharap pemerintah dan regulator bisa mewujudkan hal ini,” pintanya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.