Jerman - German Broadcast Technology Institute atau IRT melakukan proyek penelitian untuk memperluas standar jaringan seluler baru yaitu 5G yang sesuai untuk transmisi saluran TV berskala besar.

Model siaran 5G FeMBMS (Further evolved Multimedia Broadcast Multicast Service), merupakan pengembangan lebih lanjut dari eMBMS dan akan digunakan pada proyek 5G-Today, proyek ini akan di uji coba pada wilayah Bavarian Oberland.

Proyek ini bekerjasama dengan perusahaan teknologi Kathrein and Rohde & Schwarz. Sedangkan mitra untuk operator jaringan seluler adalah Telefónica Deutschland. Pada sektor penyiar publik mereka akan bekerjasama dengan Bavaria Bayerischer Rundfunk (BR) yang akan mengoperasikan jaringan siaran 5G-FeMBMS di lokasi pemancarnya.

Dengan diperkenalkannya teknologi 5G diharapkan smartphone dapat digunakan sebagai perangkat penerimaan jaringan TV potensial yang dapat menangkap siaran secara live dan akan mempermudah akses menuju layanan media lainnya melalui jaringan 5G.

"Bersama dengan EBU, BBC, RAI dan SWR serta mitra industri, kami telah menetapkan persyaratan penyiaran untuk 5G dan berhasil melakukan standarisasi. Kami senang bahwa saat ini kami dapat menerapkan dan mengevaluasi hasil uji coba proyek 5G-Today," kata Jochen Mezger, Kepala Departemen Teknologi Jaringan di IRT.

Proyek penelitian yang memakan waktu 28 bulan ini menggabungkan distribusi sinyal TV melalui pemancar utama BR Wendelstein dengan lokasi pemancar di wilayah Munich. Transmisi pertama dijadwalkan akan dimulai pada akhir 2018.

Profesor Birgit Spanner-Ulmer, Direktur Produksi dan Teknologi BR, menjelaskan perkembangan 5G akan menciptakan transmisi saluran TV yang luas dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. “Kami menyambut baik kesempatan dalam proyek 5G-Today untuk menguji jaringan masa depan dengan menggunakan infrastruktur siaran yang ada saat ini," katanya. Red dari https://www.broadbandtvnews.com/2018/01/23/germany-evaluates-tv-broadcasting-via-5g/

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis Memimpin Pertemuan Tahunan ke-6 IBRAF bersama Sekretaris Permanen IBRAF Hamit Ersoy dan Presiden
Haute Autorité de l'Audiovisuel et la Communication (HAAC) Adam Boni Tessi, (20/2).

Cotonou - Pertemuan Tahunan ke-6 OIC-Broadcasting Regulatory and Authority Forum (IBRAF) di Cotonou, Benin, ditutup dengan disepakatinya Cotonou Declaration on Al Quds, (20/2). Deklarasi tersebut hadir dengan pertimbangan penolakan terhadap penetapan Yerussalem sebagai ibukota Israel. Penolakan ini dilandasi alasan kemanusiaan dalam sejarah berdirinya negara Palestina, dan demi menjaga keberadaan historis dan kesakralan Al Quds dan Haram Al-Sharif sebagai pusat tiga agama besar di dunia.


Sebagai organisasi yang berada di bawah  Organisasi Kerjasama Islam (OKI), IBRAF berkomitmen kuat mendukung prinsip dan tujuan yang tercantum dalam Piagam OKI tentang Al Quds.  Karenanya, dalam naskah deklarasi juga menekankan pentingnya pelestarian kesucian dan status sejarah Al Quds dan Haram al-Sharif untuk dunia Islam, serta mempertahankan sifat multi-agama Al Quds. Untuk itulah, IBRAF menilai penting adanya kerjasama dan koordinasi dalam membela Palestina dan Al Quds melalui bidang media audio visual.


Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis yang hadir dalam pertemuan tersebut menjelaskan, deklarasi Cotonou menyepakati agar otoritas pengawas penyiaran di seluruh negara anggota IBRAF memastikan lembaga penyiaran di bawah kewenangannya untuk menggunakan bahasa audio visual yang peka dan penuh pertimbangan dalam pembuatan program tentang Al Quds.  Deklarasi ini juga, tambah Yuliandre, mendorong lembaga penyiaran untuk menyediakan ruang di media untuk menggarisbawahi pentingnya perlindungan karakter multi-budaya dan multi-agama di Al Quds untuk  membangun perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut secara khusus dan di dunia secara keseluruhan.

Yuliandre yang baru saja meletakkan jabatan sebagai Presiden IBRAF menegaskan pula komitmen Indonesia untuk mendukung deklarasi Cotonou. Apalagi pemerintah Indonesia sudah menyatakan sikap yang tegas atas eksistensi Palestina dan Al Quds. “Kami meyakini, dengan memberikan ruang yang adil dan proporsional terhadap masalah Palestina dan Al Quds di media, menjadi salah satu kontribusi dunia penyiaran dalam menjunjung hak asasi manusia serta menjaga keharmonisan antar ummat beragama dan masyarakat dunia”, pungkas Yuliandre.

Pertemuan KPI, Bawaslu, KPU dan Dewan Pers di Bawaslu, Selasa kemarin.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Pers, melakukan pertemuan untuk mempertajam kesepakatan yang sudah ditandatangani beberapa waktu lalu tentang pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye. Pertemuan  yang berlangsung di Kantor Bawaslu RI, Selasa (20/2/2018), menghasilkan empat keputusan penting.

1.    Iklan kampanye di lembaga penyiaran, media massa (cetak dan elektronik) dilarang. Dikarenakan iklan kampanye akan difaslilitasi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
2.    Pemberitaan tentang Sosialisasi dan Kampanye Pemilu 2019 dengan mengedepankan prinsip proporsionalitas dan keberimbangan.
3.    Sosialisasi di internal partai politik diperbolehkan sesuai dengan fungsi partai politik melakukan sosialisasi politik dengan metode: A) Pemasangan bendera partai politik dengan nomor urut partai politik dan, (B) Pertemuan internal dengan pemberitahuan kepada KPU dan Bawaslu setempat.
4.    Kesepakatan bersama ini akan ditindaklanjuti ke dalam surat KPU kepada partai politik.

Komisioner  KPI Pusat, Nuning Rodiyah, hadir dalam pertemuan itu, berharap keputusan yang dihasilkan dari pertemuan tersebut dapat dipatuhi lembaga penyiaran dan peserta  Pemilu 2019. “Jadi iklan kampanye yang tayang di lembaga penyiaran sebelum masa kampanye tidak diperbolehkan,” katanya.

Sementara itu, dikutip dari kompas.com, Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengatakan, saat ini partai politik belum diperbolehkan menayangkan atau memutar mars mereka di media elektronik dan penyiaran (televisi).

Sebab, masa kampanye baru akan dimulai pada 23 September mendatang. Dengan demikian, dari penetapan nomor urut pada Minggu (18/2/2018) lalu hingga masa kampanye dimulai, parpol dilarang menayangkan atau memutar mars parpol untuk publik. "Tidak boleh (mars) diputar. Itu kan ada di poin (kesepakatan) satu," kata Wahyu di Bawaslu RI. ***

 

Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, menyampaikan kinerja Indonesia dalam Pertemuan Tahunan ke-6 IBRAF, (20/2).

 

Cotonou - Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran  Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Mayong Suryo Laksono, melaporkan kegiatan dan pencapaian kerja KPI pasca-Deklarasi Bandung 2017. Antara lain bekerjasama dengan anggota IBRAF dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) umumnya, melalui organisasi Asean atau menitipkan pesan melalui Kementerian Luar Negeri RI, untuk mewujudkan kerjasama dan pertukaran konten siaran yang saling menguntungkan. “Kami juga melakukan literasi media kepada seluas mungkin anggota masyarakat utk menangkal berita bohong dan hoax, khususnya melalui media-media baru dan media sosial selagi itu semua belum diatur, juga oleh KPI,” kata Mayong, pada hari ke-dua pertemuan tahunan OIC Broadcasting Regulatory and Authority Forum (IBRAF), (20/2).

Persoalan aturan dan undang-undang yang mendukung, lanjut Mayong, KPI juga mendesak semua pihak agar segera diselesaikan mengingat pembahasannya yang berlarut-larut, sehingga membuat bangsa kita ketinggalan dalam teknologi informatika dan penyiaran pada khususnya. Menerapkan aturan yang lebih serius dalam media baru maupun informasi melalui Internet juga sejalan dengan seruan Bandung tahun lalu, karena Indonesia serius ingin menghapus Islamofobia dan mengembangkan prinsip-prinsip toleransi dan keberagaman sebagai bangsa seperti ditegakkan oleh para pendiri negara menjelang tahun 1945 saat proklamasi kemerdekaan

Dalam acara tersebut, negara lain yang hadir juga turut menjelaskan tentang teknologi, termasuk pelaksanaan digitalisasi, dan kondisi terkini pada setiap negara. Mayong menekankan pentingnya aturan yang dapat mengakomodasi pelbagai karakter dan hal-hal teknis media, apalagi saat teknologi makin pesat berkembang. “Karena persoalan yang dihadapi kurang lebih mirip, mungkinkah IBRAF merumuskan poin-poin bersama untuk digunakan sebagai bekal untuk mengantisipasi pelbagai kemungkinan, termasuk penyalahgunaan media yang akan membahayakan keberadaan negara,” tambah Mayong.

Hal yang tercuat dalam diskusi yang membahas topik “Changing Technologi and Consistency of Broadcasting Legislation” adalah, tidak ada satu pun negara peserta konferensi yang dapat mengatasi media sosial. Tapi Sekretaris Tetap IBRAF Hamit Ersoy menekankan, media sosial dapat dikendalikan, dan itu sangat mungkin asal negara cukup kukuh dan tegas menegakkan aturan. “Adakah di antara Anda yang bertekad melakukannya? Bagaimana caranya? Kalau ada yang akan melakukannya, beritahu saya,” kata Ersoy yang segera disambut tawa peserta diskusi.

Pertemuan Tahunan ini ditutup dengan disepakatinya Cotonou Declaration on Al Quds dan serah terima jabatan kepresidenan IBRAF dari Yuliandre Darwis, Ketua KPI kepada Adam Boni Tessi, Ketua Haute Autorité de l'Audiovisuel et de la Communication (HAAC) dari Benin.

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, saat memberi presentasi peserta Diklat RRI, Selasa (20/2.2018).

 

Jakarta – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), Dewi Setyarini, berharap Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI) dapat memanfaatkan peran strategisnya sebagai media yang berdiri di tengah-tengah kesimpangsiuran informasi akibat maraknya berita hoax di media sosial.

“RRI harus menjadi garda terdepan dalam menyampaikan informasi yang jauh dari hoax. Posisi itu akan menjadikan RRI sebagai media rujukan bagi mereka yang membutuhkan informasi yang benar, proposional, dan berimbang. Selain juga menjadi tempat bagi masyarakat untuk menyampaikan harapan dan aspirasinya,” kata Dewi Setyarini disela-sela dirinya menjadi narasumber pendidikan kilat (Diklat) bagi penyiar RRI Pusat di Kantor RRI Pusat, Jakarta, Selasa (20/2/2018).

Menurut Dewi, RRI harus mengambil peran itu dan menjadi media alternatif bagi masyarakat. Apalagi arah informasi media saat ini sangat dipengaruhi oleh keberpihakan media terhadap kelompok atau golongan tertentu.

“Pada saat keberpihakan media terhadap kepentingan masyarakat menjadi sesuatu yang langka, kami berharap RRI dapat memberikan informasi yang selaras dengan kepentingan publik,” kata Dewi penuh harap.

Untuk dapat mencapai hal itu, lanjut Dewi, RRI harus memiliki SDM (sumber daya manusia) yang mumpuni. Kualitas dan kreatifitas menjadi kunci utamanya. “SDM RRI harus mampu menyajikan yang terbaik, selain membuat program dengan konten yang berkualitas, mereka juga harus mampu mengemasnya dengan menarik. Dengan begitu RRI dapat bersaing dengan radio swasta,” katanya.

Selain itu, sumber daya manusia (SDM) RRI juga harus peka dengan tuntutan perkembangan zaman dan melek teknologi. Kemampuan itu sangat penting agar tidak tergerus oleh arus zaman alias tidak ketinggalan. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.