- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 33849
Jakarta – Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, mengusulkan Undang-undang Penyiaran yang baru mengatur secara tegas pasal soal kepemilikan lembaga penyiaran dan pemanfaatan frekuensi milik publik oleh lembaga penyiaran. Penegasan itu diperlukan untuk menghapus adanya praktek monopoli atau kepemilikan tunggal serta penyalahgunaan frekuensi publik untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Menurut Agung, aturan soal kepemilikan lembaga penyiaran dapat mengadopsi aturan kepemilikan saham dalam regulasi Bank Indonesia (BI). Dalam aturan BI itu dijelaskan kepemilikan Bank umum tidak boleh dikuasai oleh satu orang atau dimonopoli.
“Aturan BI mengenai kepemilikan sangat jelas dan tegas dan itu saya kira bisa diterapkan dalam aturan di UU Penyiaran,” kata Agung di depan peserta fokus grup diskusi (FGD) dengan tema “"Frekuensi Publik dalam Perspektif Fiqh", yang berlangsung di kantor Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Senin (2/10/2017).
UU Penyiaran yang baru harus tegas menjelaskan bahwa frekuensi publik tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Frekuensi ini merupakan sumber daya terbatas dan karena itu harus dimanfaatkan dengan benar dan tepat untuk kepentingan masyarakat.
“Di dalam UU Penyiaran tahun 2002 pengaturan mengenai kepemilikan dan pemanfaatan frekuensi tidak tegas dan itu menjadi kelemahan UU Penyiaran sekarang,” jelas Agung yang diamini Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, yang hadir dalam diskusi tersebut.
Agung juga mengusulkan supaya UU Penyiaran baru dapat memasukan pasal soal sanksi denda terhadap pelanggar aturan P3 dan SPS. “Pasal soal denda akan memberi efek jera bagi lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran karena secara finansial mereka akan mengalami kerugian. Jika ini diterapkan besar kemungkinan kualitas konten di lembaga penyiaran akan membaik,” jelasnya.
Adapun soal pengawasan konten, lanjut Agung, hal itu merupakan kewenangan mutlak yang harus dimiliki KPI dalam UU Penyiaran baru. Karena itu, pengawasan konten ini harus selaras dengan adanya penguatan pada sanksi terhadap pelanggaran, kelembagaan serta anggaran.
Diskusi yang berlangsung dinamis dan hangat di ruang rapat lantai 4 Gedung PB NU itu juga dihadiri Dirjen Dirjen PPI Kemenkominfo, Ahmad M. Ramli, dan Dirjen SDPPI Kemenkominfo, Ismail. ***