Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Ubaidillah dan Kepala Subdirektorat Organisasi Internasional Negara Berkembang Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang Kementerian Luar Negeri, Roy Rolliansyah Soemirat dalam Rapat Koordinasi di Kantor Kementerian Luar Negeri

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengharapkan seluruh negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) ikut menjadi anggota Organization of Islamic Cooperation Broadcasting Regulathory and Authorities Forum (IBRAF). Hal tersebut disampaikan Ubaidillah, Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan dalam rapat koordinasi di Kementerian Luar Negeri untuk persiapan pertemuan 40th Session of Islamic Commission for Economic, Cultural and Sosial Affairs (ICECS) Organisasi Kerjasama Islam, (20/4).

Dalam kesempatan tersebut Ubaidillah menyampaikan deklarasi yang dihasilkan dalam pertemuan tahunan IBRAF ke-lima di Bandung (22-24/2), tentang  Peran Media dalam Mempromosikan Toleransi dan Pemberantasan Terorisme dan Islamophobia.  Menurut Ubaidillah, keikutsertaan negara-negara anggota OKI dalam IBRAF menjadi sangat penting untuk mendukung hilangnya islamophobia melalui medium penyiaran. “Negara-negara Islam harus ikut berperan aktif memunculkan wajah Islam yang ramah dan penuh kedamaian, sebagai bentuk perlawanan terhadap Islamophobia”, ujar Ubaidillah. Indonesia sendiri, dalam pertemuan tahunan tersebut, kembali terpilih menjadi Presiden IBRAF hingga tahun 2018 mendatang.

Terkait pertemuan ICECS mendatang di Jeddah, Ubaidillah menitipkan agenda literasi media sebagai bentuk penguatan masyarakat sipil terhadap paparan media dan dampak negatif yang dimunculkan. Selama ini KPI sebagai regulator penyiaran memang telah memberikan pengawasan dan pembinaan pada lembaga penyiaran, baik itu televisi maupun radio. Namun penguatan masyarakat dalam menerima segala muatan dari media perlu dilakukan dengan melakukan edukasi literasi media. Hal tersebut bahkan harus dilakukan melalui pranata masyarakat terkecil, yakni keluarga.

Sebagai contoh di beberapa negara anggota IBRAF, seperti Turki dan Maroko, program literasi media telah disinergikan antara regulator media dengan kementerian pendidikan dan yang terkait. Hal tersebut menjadi sebuah usaha menghadirkan masyarakat yang kokoh dan dapat melakuan swafilter terhadap segala muatan dan konten media, agar sesuai dengan kebutuhan dan hak asasinya. 

Dalam rapat yang dipimpin oleh Kepala Subdirektorat Organisasi Internasional Negara Berkembang Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang Kementerian Luar Negeri, Roy Rolliansyah Soemirat, juga menghadirkan utusan dari perwakilan kementerian dan lembaga terkait. Roy mengapresiasi kinerja KPI dalam perhelatan pertemuan tahunan IBRAF di Bandung. “Posisi Indonesia sebagai Presiden IBRAF sangatlah strategis, dan harus terefleksikan secara tepat”, ujarnya. Selain itu, Roy juga berharap, KPI dapat terlibat dalam isu-isu yang ada dalam berbagai forum di OKI. Dia menilai ada banyak isu strategis dan implementatif di OKI yang sebenarnya dapat ditindaklanjuti lebih konkrit, ketimbang isu politik tingkat tinggi sepertinya sulit diukur setiap capaiannya.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kembali menggelar Survey Kepemirsaan bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) dan 12 (dua belas) perguruan tinggi di 12 (dua belas) ibukota provinsi di Indonesia. Mengawali kegiatan tersebut, KPI menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan Universitas Sumatera Utara (Medan), Universitas Andalas (Padang), Universitas Padjajaran (Bandung), Universitas Islam Negeri (Jakarta), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (Yogyakarta), Universitas Airlangga (Surabaya), Universitas Tanjung Pura (Pontianak), Universitas Lambung Mangkurat (Banjarmasin), Universitas Hasanuddin (Makassar), Universitas Udayana (Denpasar), dan Universitas Kristen Indonesia Maluku (Ambon).

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis menyatakan bahwa Survey ini dilakukan untuk mendorong terjadinya perubahan kualitas program siaran televisi ke arah yang lebih baik, agar selaras dengan amanat Undang-Undang Penyiaran. “Tentunya, kita berharap program televisi ke depan memberikan manfaat yang optimal bagi kepentingan publik”, ujar Yuliandre. Pada tahun 2017 ini, Survey dilakukan sebanyak 2 kali di 12 kota di Indonesia.

Pelibatan perguruan tinggi ternama yang sebagian besar adalah perguruan tinggi negeri, diharapkan dapat menjaga menjaga independensi dari hasil survey sehingga mampu memotret dengan utuh, persepsi masyarakat tentang kualitas program siaran televisi saat ini. Yuliandre menjelaskan, pada tahun 2018 direncanakan terjadi perluasan wilayah survey dari 12 kota menjadi 20 kota, yang juga nantinya melibatkan 20 perguruan tinggi pula.

KPI memberikan apresiasi yang sangat tinggi atas keterlibatan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang selama ini telah memberikan kontribusi dalam penilaian kualitas program siaran televisi. Memasuki tahun ketiga pelaksanaan survey indeks kualitas program siaran televisi ini, KPI selalu mengikutsertakan kalangan akademisi, mulai dari diskusi terbatas penentuan format survey, penyusunan indikator hingga pelaksanaan survey mendatang di 12 kota besar di Indonesia. 

Sebagai lembaga negara independen yang lahir dari undang-undang penyiaran, KPI juga berkepentingan untuk memastikan penyiaran diselenggarakan sejalan dengan regulasi. KPI melihat hasil survey ini dapat mengurangi kesenjangan antara kebijakan televisi dalam menayangkan program siaran, harapan masyarakat tentang tayangan televisi yang berkualitas, serta arah  bagi terselenggaranya penyiaran sesuai regulasi.

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) memutuskan memberi sanksi administratif pada program siaran “Morning Zone” yang tayang di Radio Trax FM. Hal itu ditegaskan KPI Pusat dalam surat sanksi tertanggal (11/4/17).

Sanksi teguran ini diberikan lantaran program siaran “Morning Zone” yang disiarkan stasiun 101.4 Trax FM Jakarta pada tanggal 27 Maret 2017 pukul 09.43 WIB kedapatan melanggar aturan P3 dan SPs KPI.

Program tersebut beberapa kali secara eksplisit menyiarkan muatan kata-kata kasar yakni “bego” dan “tolol”. KPI Pusat menilai muatan tersebut tidak pantas untuk disiarkan karena bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat dan dapat ditiru oleh khalayak yang mendengarkan. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas norma kesopanan serta perlindungan anak-anak dan remaja.

Dalam surat sanksi KPI Pusat dijelaskan, tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9 dan Pasal 14 Ayat (2) serta Standar Program Siaran Pasal 9 Ayat (2) dan Pasal 15 Ayat (1).

Diakhir surat, KPI Pusat meminta Trax FM untuk menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penyiaran sebuah program. ***

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano.

 

Jakarta – Konten media penyiaran dapat mempengaruhi penontonnya baik itu secara tindakan maupun karakter. Besarnya pengaruh isi siaran itu mestinya dimanfaatkan untuk membentuk karakter yang positif salah satunya membentuk karakter kebangsaan.

Pembentukan karakter kebangsaan melalui siaran,baik siaran TV ataupun Radio, dapat pula dimanfaatkan untuk menyukseskan Gerakan Nasional Revolusi Mental yang dicanangkan Pemerintah Pusat pada 2016 lalu lewat Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016.

Keterlibatan media penyiaran untuk menyukseskan Gerakan Nasional Revolusi Mental menjadi topik bahasan dalam rapat yang diadakan Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Selasa (18/4/17).

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, hadir mewakili KPI Pusat pada rapat tersebut mengatakan, keterlibatan media penyiaran khususnya televisi sangat diperlukan dan memang tepat karena pengaruh dan jangkauannya yang luas terhadap masyarakat. Nilai-nilai pembentukan karakter kebangsaan dan revolusi mental itu dapat disisipkan dalam konten program, baik itu pemberitaan maupun yang bukan program berita.

“Saya pikir media tidak akan keberatan membuat konten-konten yang memiliki nilai-nilai kebangsaan dan revolusi mental. Dan, itu menjadi tantangan bagi lembaga penyiaran untuk dapat membuat program yang berkualitas tetapi tetap menguntungkan secara bisnis,” kata Hardly.

Menurut Hardly, upaya pihaknya agar lembaga penyiaran memproduksi konten-konten berkualitas sudah sering dilakukan. Sayangnya, upaya lembaga penyiaran untuk menciptakan tayangan yang berkualitas dan mendidik terkadang terbentur kepentingan pasar. Akibatnya, masih banyak tayangan dihadirkan untuk publik penuh dengan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan pembentukan karakter kebangsaan dan gerakan revolusi mental.

“Kami mengusulkan agar konten dalam sinteron menyelipkan nilai-nilai positif seperti adegan kompetisi yang sehat dan sportif. Seperti misalnya adegan perkelahian bisa diganti dengan kompetisi bela diri yang mengarahkan kepada prestasi dengan sportivitas. Kami rasa solusi yang saya sampaikan selaras dengan tujuan pengembangan karakter kebangsaan dan revolusi mental,” jelas Hardly.



Hal senada juga disampaikan Staf Khusus Wakil Presiden bidang Ekonomi, Wijayanto Samirin. Menurutnya, kondisi pasar dan iklim usaha memiliki pengaruh besar terhadap konten siaran di tanah air. Adanya rating program televisi ikut mempengaruhi bentuk konten tersebut. “Upaya untuk perbaikan kualitas tayangan memang sudah sering didengungkan. Saya yakin KPI dapat mengarahkan kondisi penyiaran sekarang menjadi lebih baik dengan membuat ranking atau indeks program televisi,” katanya.

Sementara itu, Direktur Jendral (Dirjend), Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Rosarita Niken Widiastuti mengatakan, media massa memiliki potensi dalam membangun dan membentuk karakter bangsa. “Media massa dapat menentukan arah karakter dan nilai yang diterima publik, apakah positif atau sebaliknya,” katanya.

Menurut data Kominfo, jumlah lembaga penyiaran televisi yang berizin mencapai 340 dan 1.165 untuk radio. Dari jumlah itu, menurut Niken, seharusnya gerakan revolusi mental dan pembentukan karakter bangsa bisa berhasil. “95% masyarakat kita menonton televise,” katanya.

Dirjen IKP ini berharap lembaga penyiaran dapat memperbaiki kualitas tayangannya. Dirinya sepakat dengan upaya KPI agar dalam setiap program misalnya sinetron, diselipkan nilai-nilai positif yang mengangkat gerakan nasional ini. ***

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) melayangkan surat teguran untuk Program Siaran “Baper” yang tayang di RCTI. Program yang ditayangkan pada 19 Maret 2017 lalu kedapatan melanggar aturan P3 dan SPS. Demikian dijelaskan dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Selasa (11/4/17).

Berdasarkan pantauan KPI Pusat, program tersebut memuat kata-kata candaan yang melecehkan orang dengan kondisi fisik tertentu (bertubuh pendek dan bergigi tonggos), yakni “..emang dia nying-nying?”, “..kalah lu sama obeng tamiya”, “kunci kornet”, “batre jam”, “roda koper”, “gasing”, “kancing jepret”, “cupang aduan” dan “boleh dicabut mpok, bibirnya?”.

Menurut Ketua KPI Pusat, muatan kata-kata demikian tidak pantas untuk ditayangkan karena dapat ditiru oleh khalayak anak-anak dan remaja. “Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan anak-anak dan remaja, perlindungan kepada orang dan masyarakat tertentu serta penggolongan program siaran,” katanya.

Hasil analisa KPI Pusat tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 Ayat (1), Pasal 17 Ayat (1) dan Ayat (2) huruf d serta Pasal 37 Ayat (4) huruf a.

Dalam surat teguran tersebut, KPI Pusat meminta RCTI agar menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.