Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) memutuskan menjatuhkan sanksi teguran untuk program siaran “Insert Pagi” Trans TV, Selasa, 7 Maret 2017. Teguran tersebut diberikan lantaran program yang bersangkutan yang ditayangkan Trans TV pada tanggal 10 Februari 2017 pukul 06.38 WIB kedapatan melakukan pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI.

Berdasarkan surat sanksi KPI Pusat, program tersebut menayangkan liputan wawancara Andi Soraya terkait harta gono gini dan aib dari mantan suaminya. KPI Pusat menilai muatan permasalahan kehidupan pribadi tersebut tidak layak untuk ditayangkan karena dapat memberi pengaruh buruk pada anak-anak dan remaja yang menonton. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan terhadap hak privasi, perlindungan anak dan remaja serta penggolongan program siaran.

Adapun pasal P3 dan SPS yang dilanggar yakni Pasal 14 Ayat (1) dan Pasal 21 Ayat (1) Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) serta Pasal 13 Ayat (1), Pasal 14 huruf c, Pasal 15 Ayat (1) serta Pasal 37 Ayat (4) huruf a Standar Program Siaran (SPS).

Dalam surat itu, KPI Pusat meminta Trans TV untuk menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. KPI Pusat berharap tidak terjadi lagi pelanggaran. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) melayangkan surat teguran untuk program infotainmen “Halo Selebriti” di SCTV, Selasa, 7 Maret 2017. Program tersebut kedapatan melakukan pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI tahun 2012. Adapun tayangan “Halo Selebriti” yang melanggar tertanggal 16 Februari 2017 pukul 09.50 WIB.

Pelanggaran tersebut yakni ditampilkannya adegan perseteruan antara Andi Soraya dengan mantan suaminya (Rudi Sutopo). Dalam tayangan tersebut kedua pihak saling mengungkapkan aib secara terperinci. KPI Pusat menilai muatan konflik pribadi tersebut tidak dapat ditayangkan. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan perlindungan anak dan remaja serta penghormatan terhadap hak privasi.

Pasal P3 dan SPS yang dilanggar yakni Pasal 13, Pasal 14 Ayat (1) dan Pasal 21 Ayat (1) Pedomana Perilaku Penyiaran (P3) serta Pasal 13 Ayat (1), Pasal 14 huruf c Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a Standar Program Siaran (SPS).

Dalam kesempatan itu, KPI Pusat meminta SCTV untuk menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan dalam penayangan sebuah program siaran. Upaya ini dalam rangka meminimalisir adanya pelanggaran atau kesalahan terhadap P3 dan SPS KPI. ***


Jakarta
- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Dewan Pers dan aliansi jurnalis lainnya memberikan pernyataan sikap bersama terkait dengan kebijakan majelis hakim yang melarang siaran langsung (live broadcast) sidang kasus korupsi e-KTP. Komisioner KPI Pusat Agung Suprio menyatakan imbauan itu bertujuan agar dapat membuka mata majelis hakim.

"Ini bukan era Orde Baru. Kami harap imbauan ini bisa membuka mata majelis hakim. Dalam konteks ini, masyarakat membutuhkan informasi dari pemberitaan, bukan dari media sosial," kata Agung seusai acara yang berlangsung di gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).

Agung menyatakan, oleh karena itu, dia berharap pada persidangan berikutnya majelis hakim akan sudah membuka kembali persidangan. Pembukaan sidang tersebut meliputi pembacaan dakwaan, eksepsi, replik, duplik, putusan sela, tuntutan, pleidoi, dan vonis.

"Saya sebagai KPI berharap pada sidang kedua nanti majelis hakim akan membuka secara live persidangan ini," katanya.

Agung juga menyebut sidang korupsi kasus e-KTP ini berbeda dengan kasus penodaan agama. Dalam kasus penodaan agama, menurut Agung, memang ada potensi pelanggaran P3SPS (pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran).

"Kasus ini adalah kasus korupsi yang berbeda dengan kasus penodaan agama. Dalam penodaan agama ini berpotensi terjadi pelanggaran terhadap P3SPS karena ada unsur SARA di sana yang bisa memicu konflik di masyarakat. Sementara melihat kasus korupsi ini tidak berpotensi melanggar P3SPS. Oleh karena itu, memang sebaiknya persidangan ini disiarkan secara live," tuturnya.

Lebih lanjut, Agung menjelaskan isu yang tersebar di media sosial mengenai kasus ini sudah bergerak secara liar dan sulit dikendalikan. Menurut Agung, hal itu bisa mengakibatkan krisis terhadap siapa saja.

"Ini bisa mengakibatkan krisis ke siapa pun, sudah banyak tersebar di media sosial menyebabkan dia, satu orang ini, misalnya seperti bersalah. Begitu juga menimpa pemerintah, ada kesalahan legitimasi. Oleh karena itu, persidangan ini jadi penting agar mempunyai dominasi terhadap pemberitaan yang sesuai fakta, bukan media sosial saja," tegasnya.

Agung mengatakan siap mendukung usaha Dewan Pers mengajukan gugatan jika pernyataan sikap hari ini tidak ditanggapi secara serius oleh majelis hakim. Akan tetapi Agung tidak menjelaskan secara rinci soal rencana gugatan tersebut dan mengaku akan menunggu sikap majelis hakim terlebih dahulu.

"Yang jelas, kehadiran kami di sini ini sudah membentuk aliansi. Tema besarnya, kebebasan pers dan hak masyarakat memperoleh informasi. Kami juga mendukung usaha Dewan Pers yang akan ajukan gugatan bersama aliansi jurnalis, kami waktunya belum tahu kapan, kita lihat saja perkembangan dan sikap dari majelis hakim nanti bagaimana," tutupnya. Red dari detik.com

Jakarta - Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Agung Suprio mengatakan banyaknya isu yang berkembang di media sosial terkait kasus dugaan korupsi e-KTP bergulir secara liar.

Ia menjelaskan, banyak nama tokoh penting negara disebut dalam proyek yang menelan dana fantastis tersebut, hal itu tentu saja bisa saja menimbulkan krisis kepercayaan terhadap siapapun.

"Isu-isu di media sosial sebelum persidangan ini (digelar) kan bergerak secara liar, dan ini bisa mengakibatkan krisis(kepercayaan) pada siapapun," ujar Agung, saat ditemui di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).

Ia pun menyebutkan dampak negatif perkembangan berita yang beredar secara liar.

Menurutnya, informasi apapun yang ada di media sosial tentunya mudah dalam mempengaruhi masyarakat.
"(Misal) kelompok yang umpamanya tidak bersalah, lalu kemudian ada media sosial (yang bisa) mengakibatkan dia seperti bersalah, begitu juga (misalnya) menimpa pemerintah," katanya.

Agung pun menambahkan, proses terhadap kasus dugaan korupsi tersebut yang kini telah memasuki agenda persidangan seharusnya bisa disiarkan secara langsung oleh media.

Hal tersebut untuk mengembalikan kekuatan media dalam membuktikan kebenaran berdasarkan fakta yang ada.
"Oleh karena itu, persidangan ini menjadi penting agar penyiaran mainstream kembali mempunyai dominasi terhadap pemberitaan yang sesuai dengan fakta," ujarnya. Red dari tribunnews.com

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) melayangkan surat teguran untuk program siaran infotainmen “Silet” di RCTI, Selasa, 7 Maret 2017. Berdasarkan pemantauan dan hasil analisis, program yang bersangkutan kedapatan melanggar pada tayangan tanggal 16 Februari 2017 pukul 11.30 WIB.

Menurut penjelasan dalam surat sanksi KPI Pusat ke RCTI dijelaskan bahwa tayangan “Silet” menayangkan perseteruan antara Andi Soraya dengan mantan suaminya, yang di dalamnya terdapat muatan para pihak saling mengumbar aib secara rinci.

KPI Pusat menilai muatan permasalahan kehidupan pribadi tersebut tidak layak untuk ditayangkan karena dapat memberi pengaruh buruk pada anak-anak dan remaja yang menonton. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan terhadap hak privasi, perlindungan anak dan remaja serta penggolongan program siaran.

Tayangan tersebut telah melanggar Pasal 13, Pasal 14 Ayat (1) dan Pasal 21 Ayat (1) Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 13 Ayat (1), Pasal 14 huruf c, Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a.

Dalam kesempatan itu, KPI Pusat meminta RCTI untuk menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.