Jakarta
- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Dewan Pers dan aliansi jurnalis lainnya memberikan pernyataan sikap bersama terkait dengan kebijakan majelis hakim yang melarang siaran langsung (live broadcast) sidang kasus korupsi e-KTP. Komisioner KPI Pusat Agung Suprio menyatakan imbauan itu bertujuan agar dapat membuka mata majelis hakim.

"Ini bukan era Orde Baru. Kami harap imbauan ini bisa membuka mata majelis hakim. Dalam konteks ini, masyarakat membutuhkan informasi dari pemberitaan, bukan dari media sosial," kata Agung seusai acara yang berlangsung di gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).

Agung menyatakan, oleh karena itu, dia berharap pada persidangan berikutnya majelis hakim akan sudah membuka kembali persidangan. Pembukaan sidang tersebut meliputi pembacaan dakwaan, eksepsi, replik, duplik, putusan sela, tuntutan, pleidoi, dan vonis.

"Saya sebagai KPI berharap pada sidang kedua nanti majelis hakim akan membuka secara live persidangan ini," katanya.

Agung juga menyebut sidang korupsi kasus e-KTP ini berbeda dengan kasus penodaan agama. Dalam kasus penodaan agama, menurut Agung, memang ada potensi pelanggaran P3SPS (pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran).

"Kasus ini adalah kasus korupsi yang berbeda dengan kasus penodaan agama. Dalam penodaan agama ini berpotensi terjadi pelanggaran terhadap P3SPS karena ada unsur SARA di sana yang bisa memicu konflik di masyarakat. Sementara melihat kasus korupsi ini tidak berpotensi melanggar P3SPS. Oleh karena itu, memang sebaiknya persidangan ini disiarkan secara live," tuturnya.

Lebih lanjut, Agung menjelaskan isu yang tersebar di media sosial mengenai kasus ini sudah bergerak secara liar dan sulit dikendalikan. Menurut Agung, hal itu bisa mengakibatkan krisis terhadap siapa saja.

"Ini bisa mengakibatkan krisis ke siapa pun, sudah banyak tersebar di media sosial menyebabkan dia, satu orang ini, misalnya seperti bersalah. Begitu juga menimpa pemerintah, ada kesalahan legitimasi. Oleh karena itu, persidangan ini jadi penting agar mempunyai dominasi terhadap pemberitaan yang sesuai fakta, bukan media sosial saja," tegasnya.

Agung mengatakan siap mendukung usaha Dewan Pers mengajukan gugatan jika pernyataan sikap hari ini tidak ditanggapi secara serius oleh majelis hakim. Akan tetapi Agung tidak menjelaskan secara rinci soal rencana gugatan tersebut dan mengaku akan menunggu sikap majelis hakim terlebih dahulu.

"Yang jelas, kehadiran kami di sini ini sudah membentuk aliansi. Tema besarnya, kebebasan pers dan hak masyarakat memperoleh informasi. Kami juga mendukung usaha Dewan Pers yang akan ajukan gugatan bersama aliansi jurnalis, kami waktunya belum tahu kapan, kita lihat saja perkembangan dan sikap dari majelis hakim nanti bagaimana," tutupnya. Red dari detik.com

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) melayangkan surat teguran untuk program siaran infotainmen “Silet” di RCTI, Selasa, 7 Maret 2017. Berdasarkan pemantauan dan hasil analisis, program yang bersangkutan kedapatan melanggar pada tayangan tanggal 16 Februari 2017 pukul 11.30 WIB.

Menurut penjelasan dalam surat sanksi KPI Pusat ke RCTI dijelaskan bahwa tayangan “Silet” menayangkan perseteruan antara Andi Soraya dengan mantan suaminya, yang di dalamnya terdapat muatan para pihak saling mengumbar aib secara rinci.

KPI Pusat menilai muatan permasalahan kehidupan pribadi tersebut tidak layak untuk ditayangkan karena dapat memberi pengaruh buruk pada anak-anak dan remaja yang menonton. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan terhadap hak privasi, perlindungan anak dan remaja serta penggolongan program siaran.

Tayangan tersebut telah melanggar Pasal 13, Pasal 14 Ayat (1) dan Pasal 21 Ayat (1) Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 13 Ayat (1), Pasal 14 huruf c, Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a.

Dalam kesempatan itu, KPI Pusat meminta RCTI untuk menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. ***

Jakarta – Pengurus baru Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) untuk masa jabatan 2017-2020 melakukan kunjungan kerja ke KPI Pusat, Rabu, 8 Maret 2017. Kunjungan kerja ini dalam rangka silaturahmi dan membahas masalah kesekretariatan KPID usai dikeluarkannya Peratuan Pemerintah No.18 tahun 2016 tentang SOTK.

Di awal pertemuan, Ketua KPID Jateng, Budi Setyo Purnomo menyampaikan, terbitnya PP No.18 tahun 2016 telah meninggalkan banyak masalah di lingkungan kesekretariatan KPID, salah satunya KPID Jawa Tengah. Setelah KPID berada di bawah dinas Kominfo mulai terjadi ketersendatan operasional dan kegiatan KPID. Padahal, sebelum menjadi UPT masalah tersebut hampir tidak terjadi.

Menurut Budi, keberadaan KPID di bawah Kominfo sering kali dikesankan seperti lembaga yang tidak memiliki kepentingan apa-apa dan tidak melakukan pekerjaan apa-apa. Padahal, KPID merupakan gerbang awal dalam pengawasan isi siaran, pembentukan karakter bangsa dan juga proses perizinan penyiaran di daerah.

“Kami berharap agar KPID bisa duduk semeja dengan kominfo sehingga nanti akan menelurkan sebuah keputusan yang dapat diikuti oleh seluruh KPID, agar eksistensi KPID pun diakui keberadaan dan fungsinya,” kata Budi kepada Komisioner KPI Pusat yang hadir dipertemuan itu.

Dalam kondisi seperti ini, lanjut Budi, yang terpilih untuk kali keduanya menjadi Ketua KPID Jateng, diperlukan adanya percepatan dalam melakukan dan menghasilkan revisi UU Penyiaran yang saat ini masih dibahas DPR RI.

Menanggapi pernyataan Ketua KPID Jateng, Wakil Ketua KPI Pusat, S. Rahmat Arifin meminta kepada semua KPID untuk menyampaikan data mengenai dinamika dan anggaran kesekretariatan seluruh KPID seluruh Indonesia ke KPI Pusat. Menurut Rahmat, pihaknya akan membuat matrik peta persoalan KPID di Indonesia setelah terbitnya PP No.18 tahun 2016 tersebut.

“Hasil matrik ini akan dikirimkan dan dibicarakan dalam pertemuan dengan Kemendagri, Kominfo dan lembaga terkait lainnya. Kita berharap agar solusinya lebih bisa serempak dan komprehensif. Kami pun sedang menunggu respon dari para petinggi di Depdagri terkait dengan hal ini,” jelas Rahmat.

Persoalan kesekretariatan, lanjut Rahmat, akan menjadi pokok bahasan utama dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI yang akan mengundang berbagai pimpinan kementerian dan instansi terkait. Rakornas KPI 2017 akan berlangsung di Bengkulu, akhir bulan Maret ini.

Pertemuan KPI Pusat dan KPID yang berlangsung dinamis tersebut dihadiri seluruh Komisioner KPID Jateng. Adapun Komisioner KPI Pusat yang hadir antara lain, Nuning Rodiyah, Ubaidillah, Dewi Setyarini, Agung Suprio, Hardly Stefano, dan Mayong Suryo Laksono. ***

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan mengeluarkan sanksi teguran kedua untuk program siaran “Big Movie: Mr. Nice Guy” di Global TV, Selasa, 7 Maret 2017. Teguran kedua ini diberikan lantaran program yang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI tahun 2012.

Menurut penjelasan dalam surat sanksi yang disampaikan KPI Pusat ke Global TV, program siaran “Big Movies: Mr. Nice Guy” yang ditayangkan GLOBAL TV pada tanggal 11 Februari 2017 pukul 20.34 WIB menayangkan muatan-muatan kekerasan dan perkelahian yang cukup intensif dan eksplisit.

KPI Pusat menilai muatan kekerasan tersebut tidak dapat ditayangkan. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan perlindungan remaja dan penggolongan program siaran.

Berdasarkan analisa dan kajian KPI Pusat, tayangan tersebut melanggar Pasal 14 Ayat (1) dan Pasal 21 Ayat (1) Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a.

Dalam surat itu juga disampaikan, menurut catatan KPI Pusat, program siaran “Big Movies” telah menerima Sanksi Administratif Teguran Tertulis Nomor 667/K/KPI/08/16 tertanggal 24 Agustus 2016 atas pelanggaran terhadap ketentuan norma kesopanan dan kesusilaan.

Di surat itu, KPI Pusat mengingatkan bahwa muatan adegan kekerasan dapat berimplikasi pada sanksi administratif penghentian sementara sebagaimana telah diatur dalam SPS Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 23 huruf a.

KPI Pusat berharap Global TV dapat meningkatkan kontrol internal dan senantiasa menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan dalam penayangan sebuah program siaran. ***

Jakarta - Keberadaan sensor internal untuk lembaga penyiaran berlangganan adalah suatu kewajiban yang diamanatkan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2012. Untuk itu, sudah seharusnya para penyelenggara LPB memiliki quality control yang baik dalam penegakan sensor internal di setiap program siaran yang disalurkan dari penyedia konten kepada pelanggan. Hal ini untuk melindungi hak-hak konsumen LPB dalam mendapatkan siaran yang sehat dan bermanfaat bagi masyarakat.

Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Hardly Stefano Pariela mengingatkan kembali kewajiban tersebut pada penyelenggara LPB, dalam acara klarifikasi LPB atas konten saluran asing (FX), (7/3). Menurut Hardly, dalam temuan tim pemantauan di KPI, terdapat pelanggaran P3 & SPS pada program siaran yang disalurkan penyedia konten yang berasal dari luar negeri, FX.

Pada kesempatan tersebut Hardly menjelaskan tentang adanya perbedaan dalam pembatasan adegan seksual dan adegan kekerasan di LPB dan lembaga penyiaran swasta free to air. “Meskipun aturan untuk televisi free to air lebih ketat, bukan berarti aturan di LPB menjadi sangat longgar”, ujar Hardly. P3 & SPS secara tegas melarang adegan kekerasan yang menampilkan secara detil peristiwa kekerasan, menampilkan manusia atau bagian tubuh yang berdarah-darah dan/ atau kondisi mengenaskan akibat peristiwa kekerasan, dan menampilkan peristiwa dan tindakan sadis terhadap manusia, baik itu untuk televisi free to air ataupun yang berlangganan.

Dalam kesempatan tersebut, Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran lainnya, Mayong Suryo Laksono juga meminta pada penyelenggara LPB untuk memahami betul segala hal yang sudah diatur dalam P3 & SPS. Lebih jauh, Mayong juga mempertanyakan mekanisme sensor internal yang wajib dilakukan LPB dalam menyalurkan siaran ke pelanggan. 

Sementara itu, Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Agung Suprio menyampaikan bahwa dalam proses pengajuan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), lembaga penyiaran telah menandatangani surat pernyataan mematuhi P3 & SPS. “Tentunya LPB juga paham, bahwa sensor internal dan juga kunci parental menjadi sebuah kewajiban dalam memberikan pelayanan bagi para konsumen, dan menjadi mandatory dalam Undang-Undang”, ujarnya.

Para penyelenggara LPB yang datang dalam klarifikasi tersebut memberikan laporan yang tidak seragam. Ada LPB yang sudah menerapkan sensor internal, namun ada juga yang belum. Diakui mereka, ada beberapa kendala yang ditemui dalam menerapkan sensor internal tersebut, diantaranya teknologi penyiaran yang digunakan. Untuk LPB yang sudah menggunakan perangkat digital, sensor internal dapat dilakukan dengan mudah. Sedangkan untuk yang masih menggunakan teknologi analog, hal tersebut belum mampu dilakukan. Dengan ditemukannya adegan kekerasan sadis dalam program siaran di saluran FX, penyelenggara LPB diminta melakukan pengecekan kembali pada sistem sensor internal yang berjalan selama ini, sebelum ada tindakan lebih lanjut dari KPI atas pelanggaran tersebut.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.