Jakarta - Pelaksanaan Forum Penyiaran Internasional 2017 di Bandung tinggal hitungan hari. Forum organisasi penyiaran negara-negara yang berada di bawah naungan Organisasi Konferensi Islam (OKI), yaitu OIC Broadcasting Regulathory Authority Forum (IBRAF), akan berlangsug pada 22 - 24 Februari 2017.

Ketua KPI Pusat yang juga Presiden IBRAF mengatakan, forum ini akan banyak membahas persoalan konvergensi media dan teknologi siaran. Menurutnya, sebagian besar negara yang akan hadir di forum ini akan mengupas konsep dan pelaksanaan alih teknologi serta konvergensi media di dunia.

Selain membahas isu konvergensi, forum penyiaran internasional ini akan mengumandangkan pentingnya nilai-nilai perdamaian dalam harmoni dalam penyiaran. “Kami ingin forum ini mampu mengangkat dan menyebarkan semangat perdamaian dan kesejukan,” kata Andre, panggilan akrab Ketua KPI Pusat.

Terkait persiapan penyelenggaraan forum, Andre menyatakan sudah hampir 100 persen tuntas. Bahkan, lebih dari 40 negara sudah menyatakan hadir dalam forum yang rencananya akan di buka Presiden RI Joko Widodo.

"Semoga saja pertemuan nanti bisa membuat yang baik dari Bandung untuk Indonesia dan dunia. Semangat Konferensi Asia Afrika akan kita wujudkan dalam forum ini," papar Andre. ***

Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, mengapresiasi kebijakan lembaga penyiaran untuk menghormati aturan masa tenang dan siaran quick count Pilada Serentak 2017. Hasil dari pemantauan KPI Pusat menilai tidak ada pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran terhadap aturan di masa tenang dan siaran quick count Pilkada Serentak 2017, Rabu kemarin.

“Kami sangat menghargai langkah lembaga penyiaran dalam menghormati aturan siaran di masa tenang dan juga aturan siaran quick count. Menurut aturan, siaran quick count baru bisa disiarkan setelah pukul 13.00 dan kami pantau siaran semua televisi sudah sesuai dengan aturan,” kata Yuliandre di kantor KPI Pusat.

Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat mengharapkan semua media penyiaran untuk tetap menjaga suasana kondusif  usai melalui siarannya meskipun penyelenggaraan Pilkada Serentak 2017 sudah dilaksanakan.

Selama berlangsungnya masa tenang dan penyelenggaraan Pilkada Serentak, KPI Pusat mengintensifkan pemantauannya terhadap siaran televisi dan sebagian radio. KPI bersama-sama KPU dan Bawaslu tergabung dalam gugus tugas Pemilukada 2017. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau lembaga penyiaran untuk menjaga independensi dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 15 Februari 2017. Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengingatkan tentang Surat Pernyataan Komitmen Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Televisi kepada KPI dan Menteri Komunikasi dan Informatika ketika proses perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), Oktober 2016 lalu. “Lembaga penyiaran telah menyatakan sanggup untuk menjaga independensi dan keberimbangan terkait dengan penyelenggaran Pemilihan Umum, khususnya pemilihan pimpinan kepala daerah,” ujar Yuliandre.

 

KPI berkepentingan mengingatkan seluruh lembaga penyiaran, baik 10 televisi swasta yang menandatangani komitmen ataupun lembaga penyiaran lainnya. Dalam pilkada serentak yang digelar di 101 daerah di 7 provinsi, 18 kota dan 76 kabupaten besok, lembaga penyiaran diharapkan memegang teguh prinsip-prinsip jurnalistik dan menaati Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS).

 

KPI mengimbau seluruh Lembaga penyiaran untuk menjaga independensi dan keberimbangan program isi siaran dengan tidak dipengaruh oleh pihak manapun termaksud pemodal atau pemilik Lembaga Penyiaran dalam proses penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Yuliandre menegaskan, kepatuhan terhadap regulasi ini, akan menjadi kontribusi besar dunia penyiaran dalam mengawal proses demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia.  

 

Jakarta - Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilkada) serentak harus dimanfaatkan oleh lembaga penyiaran untuk pemenuhan kewajiban penyiaran konten lokal sebanyak 10% (sepuluh persen) sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menilai bahwa hegemoni siaran Jakarta yang terlalu tinggi, menyebabkan informasi tentang pelaksanaan Pemilukada di 100 wilayah lain di Indonesia, menjadi tidak optimal. Komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Agung Suprio menyampaikan hal tersebut dalam talkshow Pilkada Serentak yang disiarkan di TVRI Nasional, (15/2).

Tidak meratanya informasi Pemilukada di wilayah di luar Jakarta ini juga diakui oleh Jimly Asshidiqie, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemily (DKPP) yang hadir sebagai narasumber. Dirinya sepakat bahwa lembaga penyiaran harus meningkatkan durasi penyebaran informasi seputar Pemilukada di luar Jakarta.  “Sehingga informasi yang hadir di televisi tidak didominasi Jakarta semata”, ujarnya.

Terkait dengan asumsi penyelenggaraan Pilkada yang terkesan sepi dan kurang meriah, Agung melihat salah satunya disebabkan aturan yang baru menyebutkan pendanaan iklan pasangan calon di Pemilukada ini sepenuhhnya oleh Komisi Pemilihan Umum  Daerah (KPUD) masing-masing. Hal yang berbeda terjadi pada pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden 2014 lalu yang memberi kesempatan masing-masing peserta pemilu untuk beriklan.

Ke depan, Agung menegaskan bahwa infrastruktur penyiaran harus menjadi prioritas untuk dikembangkan, terutama di wilayah-wilayah perbatasan antar negara. Dirinya melihat dengan tersedianya infrastruktur penyiaran tersebut, memudahkan lembaga penyiaran mendirikan stasiun-stasiun produksi untuk melayani kebutuhan informasi masyarakat setempat, dan tidak bergantung pada kiriman informasi dari Jakarta.

Agung juga berharap, momentum peralihan penyiaran analog ke penyiaran digital dapat meningkatkan kontribusi lembaga-lembaga penyiaran lokal serta rumah-rumah produksi lokal untuk menyiarkan informasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat daerah. “Hingga dapat menutup kesenjangan informasi yang terjadi selama ini di masyarakat, termasuk untuk kepentingan pesta demokrasi seperti Pilkada saat ini”, ujarnya.

Sebagai penutup Agung menegaskan bahwa demokrasi saat ini harus mampu memisahkan empat faktor yakni negara, masyarakat sipil, pasar, dan media.  Agung berharap, draft undang-undang penyiaran yang baru yang tengah dirumuskan oleh Komisi I DPR RI, dapat secara tegas mengatur siaran politik sehingga tidak ada lagi siaran-siaran politik di media penyiaran yang berpihak dan kehilangan netralitas dan independensi. 

Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis menilai profesi wartawan atau jurnalis merupakan profesi penuh resiko. Oleh karena itu, profesi jurnalis harus mendapatkan perlindungan hukum demi menjamin keamanan dan kenyamanan mereka dalam menjalankan profesinya. Pandangan tersebut disampaikannya usai diskusi tentang “Kebijakan Redaksi dan Keselamatan Jurnalis” yang diadakan IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) di Dewan Pers, Selasa, 14 Februari 2017.

Menurut Andre, kebebasan menjalankan fungsi pers atau kemerdekaan pers dijamin dalam UU Pers No.40 tahun 1999. Perlindungan itu dijamin sebagai hak asasi warga negara. Beberapa hal yang tidak boleh dilakukan terhadap pers nasional yakni adanya penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Kemerdekaan pers juga menjamin hal jurnalis untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

“Komisi Penyiaran Indonesia sebagai lembaga negara sangat menghormati profesi jurnalis khususnya di industri penyiaran dalam menjalankan tugasnya. Karena itu, kami sangat menentang adanya tindak kekerasan atau intimidasi terhadap jurnalis pada saat menjalankan tugas jurnalis. Jika ada tindakan seperti itu adalah bertentangan dengan hukum yang ada,” jelasnya.

Ketua KPI Pusat ini menilai terjadinya tindak kekerasaan terhadap jurnalis disebabkan beberapa hal seperti persoalan independensi media penyiaran serta validitas informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Namun, apapun tindakan kekerasan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugasnya tidak boleh dibiarkan. Jurnalis juga mempunyai hak untuk mempertanggungjawabkan pemberitaannya di depan hukum karena wartawan mempunyai hak tolak.

“Kami juga mengharapkan kebijakan yang dibuat setiap media khususnya lembaga penyiaran dapat memberikan rasa aman terhadap jurnalisnya. Oleh karena itu, kami sangat menekankan pentingnya independensi dan validitas informasi yang bisa dipertanggungjawabkan,” kata Yuliandre. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.