Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini, saat menerima kunjungan Mahasiswa Universitas 11 Maret Surakarta di Kantor KPI Pusat, Selasa (17/10/2017).

 

Jakarta – Kebanyakan orangtua berpikir semua film kartun itu aman ditonton anak. Sehingga, para orangtua itu membiarkan anak-anak mereka bebas menonton film kartun tanpa bimbingan. Padahal, tidak semua film kartun itu diperuntukan untuk anak.

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini mengatakan, peran lembaga penyiaran dan orangtua menentukan anak menyaksikan film kartun yang memang sesuai atau tepat untuk mereka. Misalnya orangtua, mereka harus tahu dan menyeleksi film kartun yang cocok, aman dan tidak berdampak buruk untuk anaknya.

“Bisa kita katakan jika tidak semua film kartun itu dapat ditonton dan aman untuk anak. Karena banyak film kartun yang mengandung unsur kekerasaan dan pornografi,” kata Dewi saat menerima kunjungan dari mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Negeri 11 Maret Surakarta, di Kantor KPI Pusat, Selasa (17/10/2017).

Selain orangtua, lanjut Dewi, lembaga penyiaran turut menentukan kenyamanan dan keamanan anak menonton. Dan, peran yang dipegang lembaga penyiaran ini menjadi awal apakah film tersebut nantinya berdampak baik atau sebaliknya.

Jika secara isi film kartun tersebut aman, mengandung pesan moral, mendidik dan tidak terdapat unsur kekerasan dan pornografi, berarti film kartun tersebut diklasifikasikan aman untuk anak dan segala umur. Apabila film kartun itu mengandung unsur kekerasan atau unsur negatif yang tidak cocok ditonton anak, lembaga penyiaran harus jeli bagaimana menempatkan film tersebut di jam tayang dewasa.



“Kita ada aturan soal klasifikasi tayangan dan jam-jam yang tepat sesuai dengan kategori umur penontonnya. Jika film kartun tersebut aman dan memang secara klasifikasi memang untuk anak dapat ditayangkan pada jam pagi. Sedangkan film kartun yang secara klasifikasi masuk golongan remaja bisa ditayangkan di atas pukul 18.00,” jelas Dewi.

Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono mengatakan, orangtua tidak serta merta bertanggungjawab sepenuhnya atas tontonan anaknya meskipun tayangan tersebut diklasifikasi RBO (Remaja Bimbingan Orangtua). Karenanya, Mayong setuju dengan pernyataan Dewi bahwa lembaga penyiaran juga ikut menentukan apakah tontonan tersebut dapat aman ditonton anak atau remaja.

Menurut Mayong, saat ini diperlukan kreativitas dan inovasi dari semua pihak termasuk lembaga penyiaran dalam membuat program dengan presfektif anak. Cara ini diharapkan dapat menumbuhkan dan mengangkat kualitas tayangan anak di layar kaca. ***

Jakarta - Polemik atas dibolehkannya iklan rokok dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran terus mengemuka. Namun, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Hardly Stefano optimistis peniadaan iklan rokok dari ranah penyiaran bisa diwujudkan. Dia berkaca dari regulasi yang diterapkan kepada produk minuman beralkohol. "Minuman alkohol tetap dijual, tapi tidak diiklankan," ujar Hardly kepada HARIAN NASIONAL, (17/10).

Dia menjelaskan, KPI berkomitmen melindungi generasi muda dari informasi negatif. Salah satunya menyangkut informasi komersial dalam bentuk iklan rokok. Oleh karena itu, KPI juga mendorong kelompok masyarakat menyampaikan aspirasinya kepada DPR sebagai pembuat undang-undang.

Hardly mengatakan, langkah antisipasi juga dilakukan dengan tetap memberikan porsi kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membuat iklan layanan masyarakat mengenai bahaya rokok. Menurut dia, penayangan akan dilakukan pada saat anak dan remaja belum tidur.

Sebelumnya, ujar Hardly, penayangan iklan layanan masyarakat bahaya rokok bersamaan dengan iklan rokok. Dia percaya perubahan ini mungkin belum memuaskan sejumlah pihak. "KPI akan menggunakan kebijakan pengaturan yang sudah ada selama ini. Kami juga memperhatikan masukan dari masyarakat," katanya.
Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes Eni Gustina mengatakan, penolakan iklan rokok sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

"Kemenkes sudah membuktikan rokok berbahaya. Sejumlah penelitian menunjukkan rokok dapat menyebabkan menurunnya kesehatan dan tingginya angka penyakit kanker," kata Eni. Dia menjelaskan, Kemenkes sudah berupaya mempromosikan bahayanya rokok lewat iklan layanan masyarakat. Namun, langkah ini dianggap kurang efektif. Upaya terkini, Eni berujar, Kemenkes turut berusaha mengedukasi anak-anak sejak tingkat PAUD dan TK. "Selain anggaran cukup besar, iklan kami tetap kalah dibandingkan iklan rokok yang banyak," katanya.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati menilai, selain menyoal larangan iklan dalam ranah penyiaran, penjualan rokok seharusnya juga diatur. Menurut dia, sejumlah negara memberlakukan aturan pembeli wajib menunjukkan Kartu Tanda Penduduk. Rita berpendapat, penjualan rokok selama ini terbilang bebas. "Semua pihak harus bekerja sama untuk mengedukasi terkait penjualan rokok," katanya. (Harian Nasional)

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) melayangkan surat peringatan untuk RCTI lantaran program siaran “Risalah Hidup: Ketika Harga Diri Hancur di Tangan Suami” tidak memperhatikan ketentuan tentang perlindungan anak-anak dan remaja serta penggolongan program siaran.

Hal itu dijelaskan dalam surat peringatan KPI Pusat kepada RCTI yang ditandatangani Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, Senin (9/10/2017).

Berdasarkan penjelasan di surat peringatan itu, program siaran yang ditayangkan pada 26 September 2017 mulai pukul 13.41 WIB menampilkan cerita konflik dewasa, seperti masalah rumah tangga dan perselingkuhan. KPI Pusat menilai muatan konflik demikian tidak sesuai dengan program siaran berklasifikasi R (Remaja).

Rahmat mengatakan, berdasarkan Pasal 37 Ayat (1) dan (2) SPS (Standar Program Siaran), program siaran dengan klasifikasi R seharusnya mengandung muatan, gaya penceritaan dan tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja, serta berisikan nilai-nilai pendidikan, ilmu pengetahuan, sosial budaya, budi pekerti, dan lain-lain.

Menurut Rahmat, peringatan ini merupakan bagian dari pengawasan KPI Pusat terhadap pelaksanaan peraturan serta P3 dan SPS oleh lembaga penyiaran, sebagaimana diamanatkan dalam UU Penyiaran.

“Kami berharap ke depan, RCTI diharapkan senantiasa menjadikan P3 dan SPS KPI sebagai pedoman dalam penayangan program siaran,” katanya. ***

 

Jakarta – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), Dewi Setyarini menegaskan, perlindungan terhadap anak merupakan target utama KPI dalam pengawasan isi siaran di lembaga penyiaran termasuk di dalamnya perlindungan untuk mendapatkan siaran atau informasi kesehatan yang benar.

Menurut Dewi, siaran kesehatan, baik itu yang berupa siaran iklan atau program acara, harus berisikan informasi yang benar, dapat dipertanggungjawabkan dan transparan jika target marketnya anak atau bayi.

“Anak-anak jadi yang paling di kedepankan dalam semua kepentingan. Karena itu, di dalam aturan P3 dan SPS KPI tahun 2012 terdapat banyak pasal untuk melindungi kepentingan anak,” kata Dewi didampingi Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat menerima kunjungan pengurus Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia atau YAICI di Kantor KPI Pusat, Selasa (17/10/2017).



Sebelumnya, di awal pertemuan, perwakilan dari YAICI menyampaikan maksud tujuan mereka melakukan audiensi dengan KPI Pusat yakni soal pemenuhan hak kesehatan anak dalam informasi yang tepat dalam rangka untuk memperingati Hari Kesehatan Nasional tahun 2017 yang jatuh pada 12 November 2017 nanti.    

Arif, salah satu perwakilan YAICI mengatakan, pihaknya memiliki kepentingan dalam perlindungan terhadap anak khususnya informasi mengenai pangan yang tidak benar. “Karena itu, pertemuan dan kesepakatan dengan KPI sangat penting untuk perlindungan anak di layar kaca. Kita ingin melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai informasi pangan yang sehat pada saat Hari Kesehatan Nasional nanti,” katanya.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, yang ikut dalam pertemuan tersebut mengatakan, pihaknya akan melakukan tindakan koordinatif dengan pihak terkait seperti BPOM dan Kementerian Kesehatan jika ditemukan adanya informasi atau iklan soal pangan yang tidak jelas atau sumir. “Kami ada kerjasama dengan instansi tersebut terkait siaran atau iklan pangan dan obat,” katanya. ***

Jakarta – Sekolah P3 dan SPS KPI Angkatan XXIII yang berlangsung tiga hari sejak Selasa (10/12/2017), resmi ditutup hari ini, Kamis (12/10/2017). Penutupan dipimpin langsung Komisioner KPI Pusat sekaligus Kepala Sekolah P3SPS KPI, Mayong Suryo Laksono.

Mayong yang didampingi Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, mengharapkan peserta Sekolah P3SPS dapat menyerap semua ilmu yang diperoleh dari kegiatan sekolah yang diadakan rutin setiap bulan oleh KPI. Selain itu, ilmu tersebut dapat berguna dan diimplementasikan di lembaga penyiaran tempat para peserta bekerja.

“Para peserta yang lulus diharapkan menjadi agen-agen KPI yang memberi pencerahan, masukan dan pengetahuan soal aturan penyiaran khususnya P3 dan SPS KPI di lembaga penyiaran tempat kalian bekerja,” kata Mayong.

Dalam kesempatan itu, Mayong dan Dewi Setyarini menyerahkan secara langsung ijazah kelulusan kepada para 35 peserta Sekolah P3SPS Angkatan XXIII. Adapun untuk peserta terbaik Sekolah P3SPS Angkatan XXIII diraih oleh M. Dikfa Nurhadi dari NET TV. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.