Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan menyiapkan rapor lembaga penyiaran terkait pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) dan kepatuhan dalam pemenuhan sepuluh persen program lokal bagi stasiun televisi yang bersiaran jaringan. Rapor ini akan menjadi dasar pertimbangan untuk perpanjangan izin penyelenggaran penyiaran (IPP) bagi 10 (sepuluh) lembaga penyiaran existing yang akan memperpanjang izin tahun 2016 mendatang. Hal tersebut terungkap dalam pertemuan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, dan KPI Pusat di kantor KPI Pusat, (5/5).

Dalam pertemuan tersebut, Rudiantara didampingi Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kalamullah Ramli. Sedangkan jajaran komisioner KPI Pusat yang hadir adalah Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, Koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran Azimah Subagijo, Komisioner bidang kelembagaan Fajar Arifianto, Koordinator bidang pengawasan isi siaran Agatha Lily, komisioner bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran Amiruddin dan komisioner bidang  pengawasan isi siaran Rahmat Arifin. 

Tentang rapor tersebut, Rudi mengatakan bahwa KPI dan Kominfo akan memberikan rapor yang berupa rekam jejak dari lembaga penyiaran sepanjang siarannya selama ini, khususnya tentang pelanggaran  muatan isi siaran terhadap P3 & SPS. “Dari rapor itu, lembaga penyiaran dapat melakukan perbaikan performa siarannya, sebelum mengajukan perpanjangan izin di tahun 2016 mendatang,” ujar Rudi. 

KPI Pusat menyambut baik usulan dari Menkominfo ini, dan akan segera membentuk tim untuk melakukan evaluasi tersebut. Judhariksawan mengatakan, dalam melakukan evaluasi ini KPI dan Kominfo akan bersinergi agar perpanjangan izin yang dilakukan lembaga penyiaran, selaras dengan tujuan terselenggaranya penyiaran dalam Undang-Undang. 

Sementara itu terkait evaluasi kepatuhan lembaga penyiaran dalam pemenuhan sepuluh persen siaran lokal, menurut Azimah Subagijo, adalah amanat dari Rakornas KPI 2015. “KPI akan merekomendasikan pada Kemenkominfo untuk mencabut izin jaringan di wilayah yang tidak memenuh kewajiban sepuluh persen siaran lokal tersebut,” ujar Azimah. 

Terkait sistem stasiun jaringan ini, Kalamullah Ramli juga mengakui ada laporan dari masyarakat bahwa stasiun televisi di daerah banyak yang berupa stasiun relay, bukan stasiun produksi. “Sehingga ekonomi lokal di masyarakat tidak tumbuh seperti yang diharapkan regulasi tentang sistem siaran jaringan,” ujar Kalamullah. 

Judha menghargai kehadiran Menkominfo ke kantor KPI. Bagaimanapun juga, KPI dan Kominfo ibarat dua sisi mata uang, ujar Judha. “Konten tidak mungkin tanpa izin, dan izin tidak mungkin ada tanpa konten,” tegasnya. Karenanya Judha yakin, penataan dunia penyiaran ke depan akan lebih baik dengan adanya sinergi yang kuat antara KPI dan Kominfo.  

Jakarta - Industri penyiaran saat ini, memposisikan publik atau audiennya hanya sebagai konsumen, bukan sebagai warga negara. Logika konsumen berarti apa yang mereka mau, bukan apa yang dibutuhkan.

Hal itu dikemukanan Arief Suditomo dalam paparan materi pembuka Sekolah P3SPS Angkatan I yang berlangsung di Ruang Rapat KPI, Selasa, 5 Mei 2015. Arief yang juga Anggota Komisi I DPR RI itu mengingatkan, penyiaran memiliki peran menumbuhkan kesadaran warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"P3SPS inilah sebagai perangkat dan akselerator dalam melakukan pembangunan penyiaran kita. Namun, hal ini tidak mudah," kata Arief.     

Arief yang juga mantan presenter televisi ini mengakui, bahwa dalam industri penyiaran, tidak semua level tahu dan paham P3SPS. Pedoman dan peraturan penyiaran itu menurutnya hanya familiar di kalangan Pimpinan Redaksi dan kalangan Produser.

Melalui Sekolah P3SPS yang digagas KPI, menurut Arief akan membuat banyak pihak yang paham dan mengerti peraturan penyiaran itu sendiri. Menurut Arief, semakin banyak yang paham, baik dalam internal Lembaga Penyiaran atau masyarakat umum, secara tidak langsung akan memperbaiki penyiaran di Indonesia. 

"P3SPS adalah bagian dari kesimbangan dan batasan kita di dunia penyiaran yang akan menghindarkan kita dari kesalahan lama yang kerap berulang dan teknis, karena apa yang diatur P3SPS adalah perkara-perkara yang bersifat teknis," ujar Arief.

Sebagai informasi, Sekolah P3SPS Angkatan I diikuti oleh 30 peserta dari berbagai Lembaga Penyiaran dan masyarakat umum. Acara berlangsung selama tiga hari ke depan dengan materi mencakup seluruh elemen dalam P3SPS dan peraturan penyiaran lainnya.

Gorontalo - Dalam peraturan perundang-undangan tentang penyiaran, lembaga penyiaran wajib untuk menyiarkan program lokal sebanyak 10 persen dari total durasi siaran. Jika hal itu tidak dilakukan, maka masyarakat dapat mengadukannya kepada Komisi Penyiaran. Hal itu disampaikan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Judhariksawan, dalam pembukaan Gorontalo Broadcasting Expo (GBX) 2015.  Kegiatan yang dilaksanakan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo mengambil tema "Local Content on Digital Age". Acara ini juga menjadi ajang sosialisasi program lokal dari lembaga penyiaran, kepada masyarakat di Gorontalo.

Expo lembaga Penyiaran yang pertama kali dilakukan didaerah ini, dibuka oleh Wakil Gubernur Gorontalo, Dr. H. Idris Rahim, MM. " Bagi kami, pemerintah daerah, siaran lokal haruslah menjadi prioritas bagi orang-orang lokal. Desentralisasi penyiaran, sebagai amanah undang-undang 32 tentang penyiaran, sangatlah jelas, bahwa informasi lokal menjadi sangat penting untuk diperhatikan, oleh lembaga penyiaran serta kita semua,” ujar Idris.

Sementara itu, Rektor Universitas Gorontalo, Prof. Dr. Syamsu Q. Badu, menyambut baik pelaksanaan GBX 2015 di Universitas yang dipimpinnya. "Kampus kami selalu terbuka untuk program kemitraan sebagai bentuk tridharma perguruan tinggi. Saya mengapresiasi apa yang dilakukan Fakultas Ilmu Sosial. Bahwa sistem penyiaran di Indonesia, perlu dikenal bukan hanya dilayar kaca, akan tetapi bertatapan langsung dengan mahasiswa. Ini adalah sesuatu yang baru dan pertama kali di Gorontalo. Saya bangga itu dimulai dari Universitas Negeri Gorontalo"

Dalam welcome speech-nya, KPID Gorontalo yang diwakili Mohamad Reza, mengakui bahwa GBX 2015 adalah merupakan duplikasi Indonesia Broadcasting Expo (IBX) dalam skala yang lebih lokal. "GBX ini idenya dari IBX di Bandung. Kami kemudian berpikir, akan lebih baik jika ini dilakukan dalam skala lokal, apalagi saat ini KPI sedang melaksanakan penegakan konten lokal 10 persen"

"Karena komitmen siaran lokal itulah, kami mengajak kampus untuk membantu mensosialisasikan ke seluruh komponen masyarakat bahwa siaran lokal wajib masuk ruang publik kita di Gorontalo. KPID tidak boleh sendirian, harus ada dukungan semua pihak agar siaran lokal bisa menjadi kewajiban yang dijalankan dengan benar,” ujar Reza.

Gorontalo Broadcasting Expo dilaksanakan selama 3 sejak 28 - 30 April 2015. diikuti oleh 11 lembaga penyiaran masing-masing, MNc TV, RCTI, Global TV, iNews TV, SCTV, Kompas TV, ANTV, TransTV, GPTV, Jambura TV dan Anugrah TV. Expo ini juga diikuti oleh Pemerintah daerah Pohuwato, Bonebolango dan PIAD provinsi Gorontalo.

 

Pendaftaran Sekolah P3SPS Periode 21 - 29 April 2015 telah ditutup. KPI Pusat menerima 61 berkas pendaftar yang berasal dari lembaga penyiaran (televisi dan radio), mahasiswa dan masyarakat umum. Hanya 30 peserta yang akan mengikuti Sekolah P3SPS Angkatan I yang diselenggarakan pada 5 - 7 Mei 2015 di Kantor KPI Pusat. Bagi pendaftar yang namanya belum masuk Sekolah P3SPS Angkatan I, otomatis akan dimasukkan angkatan II yang diadakan pada bulan berikutnya. Berikut ini adalah nama peserta Sekolah P3SPS Angkatan I:

No Nama Peserta Perwakilan
1 Subastian Febri Kristanto Metro TV
2 Muh. Budiawan Nasution Metro TV
3 Rizki Akbar RTV
4 Hengki Dwi Prasetya RTV
5 Roynal Loamena Global TV
6 Taufik Arifin Global TV
7 Tendy Septiagara Trans7
8 Handoko Trans7
9 Eliza Astia Amanda Indosiar
10 Marius Lastyono Indosiar
11 Nur Hasan Radio Suara Muslim Surabaya
12 Elsana Dharmastuti Radio Suara Muslim Surabaya
13 Imam Malik Trans TV
14 Ade S. Dirian Trans TV
15 Tri Djoko Pariworo SCTV
16 Eka Eviantara SCTV
17 Suryadi RCTI
18 Aji Herlambang I-News
19 Robhi Mulyadi I-News
20 Romi Kurniawan RCTI
21 Moh. Rifqi Abd. Gofur GPTV
22 H. S. Ade Udiani Umum
23 Muh. Raihan Febriansyah Umum
24 Isna Wahyuningsih Umum
25 Yenny Yudica Umum
26 Turyanto TV One
27 Tengku Okky ANTV
28 Sonny Hassan ANTV
29 Anna Ariestania Kompas TV
30 Pinasthika Dipta Hapsari NET.TV

 

Jakarta - Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi mulai diselenggarakan secara marathon di sembilan perguruan tinggi negeri di sembilan kota. Ke-sembilan tempat itu adalah Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan, Universitas Airlangga di Surabaya, Universitas Islam Negeri (UIN) di Jakarta, Universitas Hasanuddin di Makassar, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga di Yogyakarta, Universitas Udayana di Bali, Universitas Diponegoro di Semarang, Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon di Ambon.  Rektor Universitas Lambung Mangkurat Prof Sutarto Hadi mengatakan, program siaran di televisi kini semakin memprihatinkan karena hanya mengacu pada rating dibanding kualitasnya. Padahal, ujar Sutarto, tidak semua siaran yang banyak penontonnya itu baik bagi masyarkat apalagi perkembangan anak. Hal tersebut disampaikannya dalam pembukaan pelatihan Survey Indeks Kualitas Program Siaran yang dilaksanakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin (23/4).

Secara khusus, Sutarto menyayangkan penyusunan program siaran dari lembaga penyiaran yang hanya didasari pada nilai rating, bukan pada kualitasnya. Untuk itu, dirinya menilai keberadaan survey kepemirsaan yang digagas KPI ini akan memberi penilaian yang berbeda terhadap program siaran yang ditayangkan stasiun televisi. Sutarto berharap, hasil survey kepemirsaan ini dapat dijadikan acuan oleh lembaga penyiaran untuk memperbaiki kualitas siaran yang ada. “Sehingga fungsi pendidikan yang disematkan pada lembaga penyiaran, dapat dirasakan masyarakat,” tambahnya.

Sementara itu dalam pelaksanaan survey di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta (28/4), Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran Rahmat Arifin mengatakan bahwa kementerian Komunikasi dan Informasi telah lama menyampaikan keprihatinannya tentang program-program siaran televisi yang kualitasnya rendah dan tidak mendidik namun ratingnya tinggi. Hal ini menyebabkan acara-acara tersebut mampu bertahan lama karena peminat iklannya tinggi. Setelah dicari tahu, penyebabnya adalah survey yang dilakukan lembaga survey, tidak dilakukan secara representatif dan sesuai dengan keadaan masyarakat yang sesungguhnya. Misalnya, lembaga survey hanya mengambil sampel kelompok masyarakat yang berpendidikan rendah, tidak berkarier dan sebagainya. Namun hasil dari lembaga survey yang sampai saat ini masih dimonopoli oleh satu lembaga inilah yang dijadikan acuan dari seluruh lembaga penyiaran, khususnya televisi.

Dalam kesempatan itu, Wakil Dekan III Fakultas Sosial Humaniora UIN Sunan Kalijaga, Iswandi Syahputra menambahkan, bahwa saat ini masyarakat dihadapkan pada pertelevisian yang  menciptakan kebutuhan palsu, menciptakan rasa lelah atau jenuh informasi, menciptakan kontrol palsu dan menciptakan kecenderungan untuk meyakini realitas bagaimana yang dikonstrukkan oleh media. Iswandi menilai, forum-forum seperti ini dimaksudkan untuk menggugah sikap kritis publik terhadap siaran-siaran televisi yang rendah kualitasnya. Sementara, dimata Iswandi, program televisi dikatakan berkualitas bila mengandung unsur Benar, Baik dan Bermanfaat sesuai kebutuhahan dan kepentingan berdasarkan prinsip kemanusiaan.

Dalam Pelaksanaan survey ini, KPI dan KPI Daerah bekerjasama dengan sembilan perguruan tinggi di sembilan provinsi ini mengikutsertakan jajaran pengurus pusat Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI). KPI berharap, survey kepemirsaan yang digelar ini dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai selera masyarakat Indonesia dan penilaiannya terhadap program-program siaran televisi yang ada saat ini. Salah satunya dengan melibatkan responden survey dari kalangan yang lebih variatif, dan sebaran provinsi yang mengikutsertakan  tiga wilayah di Indonesia, Ambon (Indonesia Timur), Bali dan Banjarmasin (Indonesia Tengah), dan sisanya dari wilayah Indonesia Barat. Selain itu, survey indeks kualitas program siaran televisi ini akan diselenggarakan selama lima kali sepanjang tahun 2015. Ketua KPI Pusat, Judhariksawan berharap, hasil dari survey yang digelar KPI ini dapat memberikan alternatif bagi lembaga penyiaran, serta para pemasang iklan di televisi, mengenai kualitas program-program siaran yang ada sekarang. “KPI berharap para pemasang iklan juga menyadari kontribusinya merawat bangsa ini dengan hanya memasang iklan di program-program yang berkualitas baik. Sehingga program-program dengan kualitas rendah, sebanyak apapun penontonnya, tidak akan bertahan lama di layar kaca,” pungkas Judha.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.