Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis bersama Ketua Panitia Harsiarnas 2017 Ubaidillah usai beraudiensi dengan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, di Bengkulu (15/11)


Bengkulu (Antara) - Provinsi Bengkulu akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Hari Penyiaran Nasional pada 1 April 2017 yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). "Kami memilih Bengkulu sebagai tuan rumah untuk mengenalkan daerah ini ke dunia luas," kata Ketua KPI, Yuliandre Darwis di Bengkulu, Selasa.

Ia mengatakan selama ini kegiatan nasional bahkan internasional cenderung digelar di kota-kota besar sehingga daerah kecil termasuk Bengkulu yang punya potensi kearifan lokal dan pariwisata, kurang dikenal masyarakat.

Peringatan Hari Penyiaran dan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI se-Indonesia tersebut direncanakan dibuka oleh Presiden Joko Widodo. "Semangatnya adalah satu yakni membawa pesan baik dari Indonesia ke dunia luas melalui media penyiaran," ucapnya.

Kegiatan yang direncanakan diikuti sebanyak 340 peserta dari KPI pusat dan daerah itu juga akan dihadiri para pemilik jaringan televisi dan radio nasional.  Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Bengkulu, kata dia, dapat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengenalkan potensi daerah untuk diangkat ke dunia luar.

Lebih jauh Yuliandre mengatakan penyelenggaraan Hari Penyiaran Nasional di Bengkulu juga dapat mengangkat dan mengenalkan potensi wisata Bengkulu guna mendukung tahun kunjungan wisata ke Bengkulu pada 2020 atau "Visit Bengkulu 2020".

Komisioner KPI yang juga Ketua Panitia Hari Penyiaran Nasional, Ubaidillah mengatakan momentum penting tersebut dapat dijadikan untuk mengangkat kearifan lokal Bengkulu. "Dewasa ini `framing`media lebih dominan berbau negatif baik tentang politik maupun isu SARA sehingga kita lupa menggali konten kearifan lokal," kata dia.

Peringatan Hari Penyiaran Nasional menurut Ubaidilah menjadi pengingat tentang fungsi media penyiaran untuk memberikan tayangan yang bermanfaat bagi masyarakat.  Kegiatan tahunan itu menurutnya hampir sama dengan penyelenggaraan Hari Pers Nasional (HPN) yang digelar untuk mengingatkan kembali tentang fungsi media bagi masyarakat.

Ketua KPI Daerah Bengkulu, Ratimnuh mengatakan siap menyukseskan Hari Penyiaran Nasional dan Rakornas KPI pada 2017 yang digelar di Kota Bengkulu. "Kami sudah bertemu Gubernur Bengkulu dan menyusun silabus acara untuk menyukseskan Hari Penyiaran Nasional 2017," katanya.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) bahas tindak lanjut dari kerjasama kedua lembaga dalam pengembangan siaran di wilayah perbatasan, Senin, 14 November 2016 di kantor BNPP. Pengembangan siaran nasional ataupun siaran lokal di wilayah perbatasan bagian dari penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio mengatakan, kelanjutan kerjasama antara KPI dan BNPP adalah mendorong adanya partisipasi dari semua stakeholder terkait penyairan dalam hal ini lembaga penyiaran untuk mau menanamkan modalnya bersiaran di wilayah perbatasan yang masyarakatnya lebih sering menonton atau mendengar siaran dari negara tetangga.

“MoU yang sudah ditandatangani tempo lalu harus diaktualisasikan. Persoalan siaran perbatasan ini harus diprioritaskan karena ini bagian dari penguatan,” kata Agung yang diamini Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran yang ikut hadir, Hardly Stefano.

Agung bercerita, ketika survey ke wilayah perbatasan di Kalimantan Utara, didapat kalau siaran dari lembaga penyiaran lokal maupun nasional tidak ada sama sekali. Justru yang melimpah siaran dari negara Malaysia. Bahkan, tiang-tiang pemancar lembaga penyiaran mereka berada di garis batas kedua negara. “Memang tidak ada batasan siaran antar negara. Tapi, harusnya kita juga melakukan upaya serupa untuk mengimbangi luberan siaran tersebut,” tegasnya.

Memang di beberapa wilayah perbatasan ada dua atau tiga lembaga penyiaran bersiaran tapi itu lebih karena faktor idealisme. Faktor-faktor seperti sedikitnya jumlah penduduk atau income per kapita yang minim menyebabkan lembaga penyiaran swasta terutama TV enggan bersiaran di wilayah tersebut. “Kalau ada yang bersiaran, biaya yang dikeluarkan mereka cukup tinggi hampir 2 milyar dalam satu bulannya untuk televisi,” jelasnya.

Terkait persoalan itu, perlu dibuat langkah strategis dan efisien seperti membangun satu tiang pemancar untuk semua lembaga penyiaran dan pembangunannya bisa difasilitasi oleh pemerintah atau bekerjasama dengan swasta. Kemudian, memanfaatkan sumber daya yang ada seperti menggunakan tenaga tentara penjaga perbatasan sebagai penyiaran cabutan untuk bersiaran. “Banyak lagi langkah dan cara untuk melakukan efisiensi biaya,” kata Agung di depan Sekretaris Utama BNPP, Hadi Prabowo.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Hardly Stefano menilai kerjasama KPI dan BNPP dapat mendorong perkembangan di wilayah perbatasan terutama kehadiran siaran nasional atau setempat. Hadirnya siaran dari negeri sendiri menjadi daya tangkal adanya gerusan-gerusan nasionalisme akibat siaran luar. “Kita harus bersama-sama melakukan upaya penangkalan tersebut,” kata Hardly.

Sekretaris Utama BNPP Hadi Prabowo mengatakan, pihaknya menyambut baik langkah KPI untuk terus mengoptimalkan kerjasama dengan pihaknya dalam penguatan wilayah perbatasan melalui siaran. Kerjasama kedua lembaga akan memberikan dorongan pada pihak-pihak terkait dan juga swasta untuk peduli terhadap wilayah perbatasan melalui pembangunan infrastruktur penyiaran yang diharapkan.

Hadi menjelaskan cara pandang penguatan terhadap daerah perbatasan tidak bisa lagi menggunakan cara pandang lama yakni kekuatan militer. Saat ini, penguatan di bidang ekonomi, sosial dan bidang-bidang lainnya merupakan langkah yang efektif dan pas menjaga wilayah perbatasan NKRI. “Wilayah di perbatasan itu harus berkembang dan itu menjadi pokok perhatian pemerintah saat ini,” kata Hadi.

Hadi menambahkan, kerjasama BNPP dengan KPI harus dikonkritkan karena tujuannya selaras dalam mengedepankan dan memperkuat wilayah perbatasan. “Saya sangat mengapresiasi langkah KPI dalam mewujudkan tindaklanjut dari MoU tersebut,” paparnya. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengapresiasi peningkatan indeks kualitas program siaran televisi periode ke-3 yang dilaksanakan oleh KPI Pusat bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia dan 12 (dua belas) Perguruan Tinggi di 12 (dua belas) kota besar di Indonesia. Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis berharap, hasil survey ini dapat dijadikan acuan oleh para pemangku kepentingan, khususnya pengiklan, dalam menempatkan iklan-iklan di program televisi untuk produk-produknya.

Penempatan iklan tersebut sebenarnya menunjukkan seberapa besar keberpihakan para produsen, terhadap peningkatan kualitas dunia penyiaran secara khusus, dan perkembangan moral dan etika masyarakat secara umum. Bagaimanapun juga, ujar Yuliandre, eksistensi sebuah program siaran memiliki ketergantungan yang cukup besar pada pengiklan. Untuk itulah, KPI mengharapkan program-program berkualitas baik seperti dalam hasil survey ini, dapat didukung keberlangsungannya di tengah masyarakat.  “KPI punya beberapa indikator program berkualitas”, ujar Yuliandre. Selain Survey Indeks Kualitas Program Siaran, KPI juga punya Anugerah KPI yang memilih program-program siaran terbaik.

Secara umum, nilai indeks kualitas program siaran periode ke-3 ini mencapai angka 3,56, sedangkan pada survey kedua sebesar 3.40. Meskipun demikian, angka ini masih belum mencapai standar KPI yakni sebesar 4,00. Yuliandre juga menyoroti kenaikan nilai indeks untuk program infotainment dan sinetron. Selama ini dua program tersebut mendapatkan nilai yang tidak memuaskan, namun pada periode ini keduanya mencapai nilai indeks 3.

Selain itu, selama tiga kali pelaksanaan survey,  terdapat konsistensi pada program wisata budaya yang mencapai nilai 4.  Bahkan pada survey ke-3, program tersebut mendapatkan nilai 4,31. Penilaian tertinggi responden terhadap program wisata budaya didapat dari indikator informatif, edukatif dan penghargaan terhadap keberagaman budaya.  Karenanya Yuliandre berharap, lembaga penyiaran memberikan proporsi lebih baik atas kehadiran program wisata budaya di layar kaca. “Baik dari segi kuantitas tayangan, ataupun penempatan program pada waktu yang produktif”, ujarnya.

Lebih jauh lagi, Yuliandre pun berharap, program-program lain seperti infotainment dan sinetron dapat mengadopsi keberagaman budaya dan adat istiadat yang ada di Indonesia. “Kebhinekaan negeri ini seharusnya dapat tergambarkan, tidak saja lewat program wisata budaya, tapi juga lewat program lainnya seperti sinetron dan infotainment yang masih memiliki magnitude besar. Sehingga wajah televisi kita tidak selalu berorientasi pada Jakarta (Jakarta Oriented)”, tukasnya.

Pada survey ini dilakukan juga pemeringkatan menonton pada bulan Agustus 2016 terhadap tayangan yang dipilih berdasarkan 4 jenis program siaran (berita, infotainment, religi dan anak). Hasil survei memperlihatkan 5 program berita yang paling banyak ditonton: Kabar Petang (TV One), Redaksi Sore (Trans 7), Seputar Indonesia Siang (RCTI), Fokus Sore (Indosiar), dan CNN Indonesia Good Morning (Trans TV).  Sedangkan tiga program infotainment paling banyak ditonton: Silet (RCTI), Insert Pagi (Trans TV), dan Hot Kiss (Indosiar). Untuk program religi yang paling banyak ditonton: Kata Ustad Solmed (SCTV), Rindu Suara Adzan (Global TV), dan Poros Sorga (Trans 7). Adapun pada program anak-anak yang paling banyak ditonton responden: Si Bolang (Trans 7), Adit Sopo Jarwo (MNC TV), dan Hafiz Indonesia (RCTI). Selain memberikan pemeringkatan, program yang sama juga diberikan penilaian oleh panel ahli. Ada yang hasilnya sejalan dengan  nilai pemeringkatan, namun ada juga penilaian panel ahli yang bertolak belakang.

Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi ini dilakukan KPI bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) serta 12 (dua belas) perguruan tinggi di 12 (dua belas) provinsi. Adapun perguruan tinggi tersebut adalah, Universitas Sumatera Utara (Medan), Universitas Andalas (Padang), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (Jakarta), Universitas Padjajaran (Bandung), Universitas Airlangga (Surabaya), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (Yogyakarta), Universitas Udayana (Denpasar), Universitas Tanjung Pura (Pontianak), Universitas Lambung Mangkurat (Banjarmasin), Universitas Hasanuddin (Makassar), dan Universitas Kristen Indonesia Maluku (Ambon).

 

Depok - Keberadaan Dewan Rating yang diinisiasi oleh negara mendesak untuk direalisasikan guna mengatur keberadaan lembaga pemeringkatan televisi agar lebih transparan dan akuntabel. Di beberapa negara, kehadiran Dewan Rating ini juga dikuatkan lewat regulasi yang mewajibkan lembaga pemeringkatan atau lembaga rating membuka diri terhadap audit rating. Hal tersebut mengemuka dalam Diskusi “Dewan Rating: Solusi Akuntabilitas Industri Penyiaran?” yang diselenggarakan di auditorium gedung Ilmu Komunikasi FISIP UI, (11/11).

Dalam kesempatan tersebut, Koordinator bidang pengawasan isi siaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Hardly Stefano menyetujui usulan dibentuknya Dewan Rating yang dilakukan oleh negara. Dirinya mengusulkan agar peran-peran yang diberikan pada Dewan Rating tersebut dilekatkan pada KPI. Untuk itu, selagi undang-undang penyiaran masih dalam pembahasan di Komisi I DPR, sebaiknya usulan keberadaan Dewan Rating ini segera disampaikan sebagai salah satu solusi atas permasalahan kualitas penyiaran saat ini.

Eriyanto, dari Aliansi Jurnalis Independen yang menjadi tim penulis buku Mendorong Akuntabilitas Rating Media Penyiaran menyampaikan bahwa ide tentang Dewan Rating in isudah muncul sejak 10 tahun lalu. “Sebenarnya Dewan Rating ini tanggung jawab industri, tapi tidak juga terwujud”, ujarnya. Sepertinya televisi-televisi yang ada sudah senang dengan kondisi yang sekarang, karenanya kita tidak bisa tunggu inisiatif datang dari industri, harus didorong keberadaannya lewat Undang-Undang Penyiaran, tambah Eryanto.

Dirinya memberikan contoh pelaksanaan Dewan Rating yang menurutnya baik di India. Salah satunya, Dewan Rating di negara tersebut menetapkan syarat pengukuran selera masyarakat, diantaranya harus mengikutsertakan sampel-sampel dari pedesaan, sehingga hasil rating juga mencerminkan keberagaman masyarakat.  Sedangkan untuk Indonesia, hingga saat ini bentuk regulasi dan standarisasi rating masih diserahkan sepenuhnya kepada lembaga rating satu-satunya, yakni Nielsen.

Berbagai kritik disampaikan pula pada diskusi tersebut kepada penyelenggara rating saat ini, Nielsen. Andini Wijendaru, Associate Director Media Nielsen Company Indonesia, memberikan penjelasan bagaimana selama ini rating diselenggarakan. Termasuk tentang syarat-syarat responden, dan pemetaan sebaran kota-kota rating yang sudah dijangkau Nielsen. Andini menjelaskan pula tentang beberapa jenis survey yang telah dilakukan oleh lembaganya terkait televisi, dan hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda. Andini juga menekankan bahwa survey yang dilakukan Nielsen adalah menghitung secara kuantitas, bukan kualitas.

Dukungan atas hadirnya Dewan Rating disampaikan pula oleh Wishnutama, CEO Net Mediatama. Wishnu menjelaskan pengalaman di industri penyiaran dan perjuangan yang dilakukan untuk konsisten menghadirkan program siaran berkualitas. Ia menyadari program-program di stasiun televisinya kerap kali kalah bersaing di pasar, karena mendapatkan angka rating minimal. Karenanya pada kesempatan itu, Wishnu juga meminta didoakan agar pihaknya dapat teguh memegang idealisme untuk kualitas program siaran televisi.  “Jika isi televisi kualitasnya jelek, maka masyarakat yang memiliki uang akan lebih memilih program televisi yang merupakan produk-produk luar negeri”, tegas Wishnu.

Terkait kualitas program televisi ini, Hardly menilai bahwa fungsi ekonomi di penyiaran memang hadir lebih dominan. Padahal masih ada fungsi hiburan yang sehat, informasi, pendidikan, kebudayaan serta kontrol dan perekat sosial yang harus hadir secara seimbang. Meski demikian terhadap rating ini, Hardly mengakui bahwa rating telah menjadi feedback untuk stasiun televisi atas apa yang sudah disiarkan ke tengah masyarakat. Karenanya, KPI mendorong adanya literasi media agar masyarakat dapat lebih kritis terhadap program di televisi. Tidak hanya itu, KPI juga membuat Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi di 12 (dua belas) kota besar di Indonesia. Sehingga pengelola televisi juga mendapatkan data pembanding tentang persepsi masyarakat terhadap tayangan yang mereka produksi.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tandatangani Memorandum of Understanding ‎(MoU) tentang Gugus Tugas Pengawasan Siaran Pemilukada serentak di lembaga penyiaran 2017 di Hotel Ibis, Jakata Pusat, Jumat, 11 November 2016. Siaran yang diawasi antara lain siaran pemberitaan, iklan peserta dan  segala bentuk penyiaran yang berhubungan dengan Pemilukada.

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis menyampaikan, kesepakatan yang dibuat dalam gugus tugas ini untuk mengetahui dan memberikan kewenangan yang sesuai di setiap lembaga dalam menyikapi adanya pelanggaran dalam Pemilukada. Menurut Andre, untuk menghindarinya adanya konflik yang ditimbulkan akibat pelanggaran siaran seperti iklan calon pasangan.

"Kesepakatan atau gugus tugas ini untuk menjelaskan apa tugas masing-masing lembaga. KPI harus melakukan apa. Begitu pula dengan KPU dan Bawaslu," kata Yuliandre dalam jumpa pers usai penandatanganan MoU bersama KPU dan Bawaslu.

Hal senada juga disampaikan Ketua Bawaslu Muhammad. Menurutnya, pembentukan gugusan tugas antara pihaknya dengan KPU dan KPI dilakukan agar pemantauan jalannya Pilkada Serentak 2017 pada 15 Februari 2017 berlangsung efektif.

"Gugus tugas ini untuk mengawasi dan mengefektifkan penyelenggara pemilu dalam bekerja. Kalau dulu saling menggiring ini wilayah kerjanya KPU, KPI, dan Bawaslu, sekarang dilakukan dengan bersama," jelasnya.
Muhammad menerangkan, ‎UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah mengatur bagaimana pelaksanaan penyelenggara pemilu di Indonesia. Karena itu, seluruh prosedur hukum dalam pesta demokrasi Pilkada Serentak 2017 akan dilakukan ‎sebaik-baiknya.

"Kalau ada dugaan pelanggaran nantinya ‎maka akan direkomendasikan kepada KPI, atau pelanggaran lainnya kepada Bawaslu atau KPU. Sehingga pengawasan dan penindakan dapat dilakukan dengan cepat dan tegas," tandasnya.

Sementara itu, Ketua KPU RI Juri Ardiantoro memandang kerjasama ini merupakan langkah strategis meningkatkan demokrasi penyelenggaraan pemilu. Menyukseskan penyelenggaran pemilu, kata dia, tak hanya cukup dilakukan KPU dan Bawaslu, tapi juga oleh lembaga lain seperti KPI.

"Jangan sampai media jadi sumber kegaduhan dan sumber perpecahan. Sebaliknya kita dorong mendewasakan pemilih agar menggunakan haknya untuk memilih," kata dia.

Pada saat penandatangan MoU ini, turut hadir Wakil Ketua KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin, Komisioner yang juga PIC Pengawasan Pemilukada 2017, Nuning Rodiyah, Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, Ubaidillah dan Komisioner bidang Isi Siaran, Dewi Setyarini. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.