Jakarta - Komisi I DPR RI memberikan kritisi atas evaluasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap 10 (sepuluh) televisi swasta yang mengajukan perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi I DPR RI dengan KPI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa Rekomendasi Kelayakan (RK) yang dikeluarkan KPI tersebut tidak cukup didukung data yang kuat dan konsisten, serta menggunakan penilaian yang belum sepenuhnya obyektif, dan belum secara optimal memperhatikan masukan dari masyarakat.

Beberapa catatan disampaikan Komisi I dalam RDP tersebut, termasuk meminta KPI dan Kemenkominfo menyiapkan sistem evaluasi dan penilaian tahunan yang dilengkapi dokumentasi data yang akurat. Hal ini sebagai langkah yang mengiringi rencana Menteri Kominfo yang akan membuat peraturan tentang evaluasi penyelenggaraan penyiaran secara berkala setiap tahun

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis menghargai masukan yang disampaikan anggota dewan tersebut. Bahkan KPI juga mengapresiasi usulan dibuatnya sistem evaluasi dan penilaian tahunan. Menurutnya, dengan adanya sistem evaluasi dan penilaian ini akan memudahkan KPI, termasuk KPID, dalam mengawasi penyelenggaraan penyiaran oleh para pengelola televisi dan radio.

“Tentu dengan dibangunnya sistem  evaluasi tersebut, akan ada standarisasi evaluasi, tidak saja pada televisi-televisi yang berjaringan tapi juga pada tv lokal dan juga radio”, ujarnya.  Dengan demikian, RK yang dikeluarkan oleh KPI untuk perpanjangan izin, didasari oleh penilaian yang shahih dan dapat dipertanggungjawabkan secara data.

Terkait evaluasi perpanjangan IPP ini, Wakil Ketua Komisi I, Meutiya Hafidz yang memimpin rapat mengatakan dirinya mengapresiasi inisiatif pihak-pihak swasta dalam menjalankan bisnis penyiaran, dan tumbuh menjadi industri yang demikian besar. “Industri penyiaran harus terus jalan,” ujar Meutiya. Namun Komisi I DPR mempunyai tanggung jawab menjaga agar ruang publik ini tidak diperlakuan semena-mena oleh pengelola lembaga penyiaran.

Sementara Menteri Kominfo Rudiantara yang juga hadir dalam RDP memaparkan insiatif melakukan evaluasi tahunan pada seluruh pemegang IPP. PIhaknya tengah menyiapkan payung hukum atas evaluasi tahunan tersebut, yakni berupa peraturan menteri.   “Akan kami keluarkan sesegera mungkin,” ujarnya. Diantara hal yang akan diatur adalah pelaporan penyelenggaraan penyiaran secara regular. “Kita kan selama ini tidak pernah secara berkala meminta laporan tersebut,” ujar Rudi.

Dirinya menilai beberapa masalah yang dihadapi dalam proses perpanjanganJk IPP ini diantaranya karena tidak ada record yang memadai. Ditambah lagi, masa bakti KPI yang hanya 3 (tiga) tahun, tapi harus menilai penyelenggaraan penyiaran selama 10 (sepuluh) tahun, tambah Rudi.

Yuliandre sendiri menyambut baik rencana Kemenkominfo untuk membuat Permen Kominfo. Dirinya optimis, kombinasi antara Permen Kominfo tentang evaluasi berkala dan sistem evaluasi dan penilaian bagi penyelenggaraan penyiaran, akan memaksa pengelola televisi untuk menjadikan televisinya selalu sesuai dengan regulasi yang berlaku tentang konten siaran.


Bekasi - Satu di antara kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), adalah menjaga dan menjadikan penyiaran Indonesia agar cerdas, sehat dan bermanfaat. Hal tersebut sejalan dengan semangat Nawacita pemerintah yakni revolusi mental bangsa. Seluruh capaian revolusi mental tersebut tentunya tidak dapat diukur hanya dengan kasat mata.  Hal itu disampaikan Prof. Obsatar Sinaga, Komisioner KPI Pusat koordinator bidang kelembagaan dalam sambutan pembukaan Rapat Pimpinan KPI tahun 2016, (6/10).

Menurut Obsatar, ketika KPI berhasil menjaga karakter anak bangsa dari tayangan kekerasan, mistik, asusila dan lain-lain, tidak akan ada reward apapun yang diberikan. “Tapi ketika sejumlah tayangan pemerkosaan yang dilakukan anak-anak di bawa usia dewasa dan mereka mengaku akibat menonton tayangan tidak senonoh, maka buru-buru KPI dan KPID lah yang disalahkan”, ujarnya.

Padahal, lanjut Obsatar, secara kelembagaan sedang ada masalah yang cukup serius terkait dengan eksistensi KPI di Daerah.Menurutnya, secara lembaga keberadaan KPI Daerah makin tidak jelas dalam hirarkis pemerintahan daerah. Kondisi diakibatkan hadirnya Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2016 yang menggugurkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 19 tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah. “Padahal dalam Permendagri tersebut, KPID mendapatkan kedudukan yang terhormat dalam struktur pemerintahan daerah”, tegasnya.

Sebagai Ketua Pelaksana Rapim KPI 2016, Obsatar menjelaskan bahwa Rapim kali ini akan meminta Menteri Dalam Negeri membuat regulasi turunan dari peraturan pemerintah tadi, agar dapat menempatkan kelembagaan KPID secara baik. Dirinya meyakini, dengan menempatkan KPID dalam hirarki yang tepat, akan mendukung lembaga ini menjalankan tugas-tugas besarnya secara optimal.

Tugas besar KPI dalam menjaga moral bangsa sejatinya sama dengan tugas seorang pemimpin. Wujud hasilnya akan sulit diukur, namun baru dapat dirasakan  oleh generasi sesudahnya.  Apalagi selama ini KPID kerap kali ditanyakan tentang kontribusinya pada pendapatan asli daerah. Padahal keberadaan KPI dan KPID justru untuk mencegah munculnya beban-beban biaya yang jauh lebih besar akibat merosotnya nilai-nilai moral di tengah masyarakat.

Bekasi – Siaran politik Pilkada 2017 menjadi perhatian utama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) KPI 2016 Se-Indonesia di Bekasi, Jawa Barat, 5 sampai 7 Oktober 2016. Hal-hal menyangkut slot iklan setiap pasangan calon, informasi atau berita berbau kampanye hingga keberpihakan media dalam pilkada di bahas dalam talkshow yang menghadirkan Anggota KPU Ferry Kurnia Rizkyansyah dan Anggota Bawaslu Pusat Daniel Zuchron serta di moderatori Tina Talisa.

 

Bekasi - Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2016 yang diselenggarakan pada 5-7 Oktober 2016 membahas penguatan kelembagaan KPI sebagai realisasi dari undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Sebagai sebuah lembaga negara independen, undang-undang penyiaran memandatkan keberadaan KPI dibantu oleh sebuah kesekretariatan baik di tingkat pusat untuk KPI Pusat, dan kesekretariatan di tingkat provinsi untuk KPI Daerah. Sekretariat KPI ini, secara tegas disebutkan bertugas memberikan fasilitasi KPI dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai regulator penyiaran.

Isu penguatan kelembagaan KPI Pusat dan KPI Daerah ini menjadi bahasan utama dalam Rapim KPI 2016, guna mendorong pemerintah menyiapkan regulasi yang mendukung penguatan tersebut. Menurut Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis, KPI berkepentingan untuk menjaga keberadaan sekretariat KPI Daerah dalam bentuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Yuliandre menyampaikan, dalam regulasi terbaru saat ini, keberadaan sekretariat KPI Daerah berpotensi dilebur atau digabung di dalam suatu kedinasan tertentu, yang menimbulkan implikasi signifikan bagi keberlangsungan pelaksanaan fungsi dan tugas KPI di daerah. Padahal, keberadaan KPI sendiri baik di tingkat pusat ataupun daerah, memiliki peran strategis dalam pembangunan jiwa dan mental masyarakat Indonesia.

Masih dalam rangka penguatan kelembagaan KPI, Rapim KPI akan merumuskan rekomendasi usulan lembaga atas revisi undang-undang penyiaran yang masih dibahas di Komisi I DPR RI.  Yuliandre berharap, dalam revisi undang-undang penyiaran dapat menghadirkan KPI sebagai lembaga yang berintegritas dalam mengawasi penyelenggaraan penyiaran.

Hal lain yang juga dibahas dalam Rapim KPI tahun 2016 ini adalah pengawasan penyiaran dalam momentum Pemilihan Kepala Daerah secara langsung di tahun 2017. KPI berharap, sinergi yang baik antara KPI, Komisi Pemilihan Umum (KPI) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dapat menciptakan situasi yang kondusif dalam momen demokrasi tersebut.

Terkait perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) yang tengah ditangani, Yuliandre mengatakan baik KPI dan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai regulator penyiaran, maupun 10 (sepuluh) televisi swasta sebagai penyelenggara penyiaran, telah berkomitmen menjaga frekwensi milik publik ini dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan bangsa.

Rapim KPI 2016 dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Kedua menteri tersebut akan menjadi pembicara dalam Seminar Utama tentang “Penguatan Lembaga dengan Semangat Nawacita melalui Penyiaran”, bersama Wakil Ketua Komisi I DPR RI Meutiya Hafidz.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus menjaga kualitas Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi, agar dapat menjadi rujukan nilai kualitas atas semua program siaran televisi.  Anggota Komisi I DPR RI Arief Suditomo berharap, survey ini dapat membebaskan bangsa ini dari belenggu atas tafsir tunggal terhadap program siaran televisi selama ini. Hal tersebut disampaikan Arief saat memberikan pengantar dalam Ekspose Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi ke-2, oleh KPI Pusat, (4/10).

“Saya berharap survey KPI ini dapat menjadi referensi, tidak saja bagi industri penyiaran, tapi juga bagi dunia pendidikan dan masyarakat secara umum,” ujarnya. Bahkan, tambah Arief, seharusnya standar nilai 4 yang dipatok oleh KPI dijadikan target bagi seluruh pengelola televisi. “Bagaimana program siarannya dapat meraih nilai 4 yang berarti berkualitas baik”, tegas Arief.

Secara khusus Arief berpesan agar KPI menjaga integritasnya dalam pelaksanaan survey ini. “Kalau survey ini dapat menjadi referensi bagi semua stakeholder penyiaran, tentunya akan menjawab banyak permasalahan”, kata Arief. Termasuk juga menjadi bahan rekayasa sosial dan akselerasi pembangunan masyarakat Indonesia, serta sebagai alat menghadapi proxy war saat ini.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.