Anggota KPI Pusat Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran Hardly Stefano Pariela


Jakarta - Terkait screenshot tayangan di salah satu stasiun televisi yang menampilkan seorang perempuan berpakaian renang  yang disamarkan di pinggir kolam, dengan title "PON XIX Jabar", telah menjadi viral di media sosial, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjelaskan bahwa blur (penyamaran gambar)  pada tayangan tersebut dilakukan oleh lembaga penyiaran (LP) itu sendiri, dan bukan atas perintah KPI. Hal tersebut disampaikan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran Hardly Stefano Pariela, (18/9).

Hingga saat itu, KPI sedang melakukan verifikasi, agar mampu memberikan penjelasan kepada publik maupun pengarahan kepada lembaga penyiaran secara komprehensif. Menurut Hardly, verifikasi yang dilakukan antara lain, lokasi pengambilan gambar pada tayangan tersebut, apakah di kolam renang perlombaan atau kolam renang hotel? Serta apa konteks perekaman gambar, apakah dalam rangka lomba atau wawancara, dan sebagainya.

Hardly menilai, jika yang pengambilan gambar dilakukan di kolam renang hotel dan dalam konteks wawancara, maka apa yang dilakukan lembaga penyiaran tersebut kurang etis. Yakni merekam orang berpakaian renang, kemudian melakukan blur. “Bukankah proses pengambilan gambar bisa dilakukan, dengan terlebih dahulu meminta subyek memakai handuk?” tanya Hardly.

Adapun jika terkait perlombaan renang, lembaga penyiaran masih dapat melakukan pengambilan gambar tanpa harus melakukan blur. Namun Hardly mengingatkan, secara teknis pengambilan gambar harus dilakukan dengan baik, sehingga tidak terkesan melakukan eksploitasi tubuh, khususnya perempuan. Misalnya teknik long shoot dengan merekam semua peserta lomba renang, sehingga fokusnya adalah lomba bukan fisik/tubuh peserta lomba.

Hardly mengapresiasi berbagai masukan publik terkait kegiatan penyiaran yang disampaikan pada KPI. Hal tersebut, ujar Hardly, akan menjadi bahan pertimbangan KPI dalam membuat keputusan untuk disampaikan pada lembaga penyiaran, dengan tetap didasarkan pada regulasi yang ada. Karena setiap keputusan KPI akan menjadi yurispudensi bagi LP ke depan, ujarnya.

Prinsipnya KPI tidak ada niatan mengekang semangat pemberitaan maupun kreativitas tayangan. Namun harus dihindari adanya eksploitasi tubuh, khususnya perempuan dalam berbagai tayangan, pungkasnya.

 

Bandung - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) setidaknya mengemban tiga tanggung jawab dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai regulator penyiaran. Ketiga hal itu adalah, tanggung jawab publik, tanggung jawab profesi dan etika bisnis penyiaran.  Hal tersebut disampaikan Muhammad Riyanto, Ketua KPI Pusat periode 2010-2013, dalam acara bimbingan teknis (bimtek) KPI dalam rangka penyamaan pandangan pengaturan konten siaran berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Perilaku Siaran (P3 & SPS), (18/9).

Merujuk dari tanggung jawab terhadap publik ini pula, Riyanto menyatakan pentingnya gerakan literasi media kembali digiatkan oleh KPI kepada masyarakat. Dalam Bimtek tersebut, Riyanto memaparkan pengalamannya selama berada di KPI, baik di KPID ataupun KPI Pusat. Diantaranya tentang penanganan masalah  eksistensi kelembagaan KPID di tiap-tiap provinsi. Menurut RIyanto, pada awal pembentukan KPI, lembaga ini membutuhkan banyak dukungan regulasi, dukungan anggaran dan juga kemauaun politik (political will) yang baik dari Kepala Daerah.

Selain itu disampaikan juga oleh Riyanto beberapa regulasi penyiaran baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri sebagai turunan dari Undang-Undang Penyiaran, yang sempat tidak terimplementasikan beberapa waktu yang lalu, diantaranya tentang sistem siaran berjaringan.

Terkait agenda prioritas KPI ke depan pada penyiaran politik dalam rangka mengawal pemilihan umum kepala daerah dan pemilihan umum legislatif, Wakil Ketua KPI Pusat periode 2013-2016 Idy Muzayyad turut menyampaikan materi tentang Dinamika dan Implementasi Penyiaran Politik dalam Kacamata P3 & SPS. Idy memaparkan langkah yang sudah ditempuh KPI dalam momentum Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden tahun 2014 lalu. Dirinya juga menyampaikan saran-saran untuk perbaikan gugus tugas pengawasan penyiaran politik yang bekerjasama dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Bimtek yang ditujukan pada anggota KPI periode 2016-2019 ini dilengkapi dengan kehadiran Dadang Rahmat Hidayat. Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran ini memiliki pengalaman di KPID Jawa Barat selama dua periode dan anggota KPI Pusat selama selama satu periode (2010-2013). Pada kesempatan tersebut Dadang menjelaskan kasus-kasus besar yang dihadapi KPI. Salah satunya adalah kasus tayangan Silet yang mendapatkan sanksi penghentian sementara oleh KPI Pusat, namun ternyata dibawa ke pengadilan oleh pihak lembaga penyiaran. “Pada akhirnya, meski KPI sempat kalah di pengadilan, namun  pada tingkat kasasi kasus ini dimenangkan oleh KPI”, ujarnya. Kasus lain yang ikut menyeret KPI adalah soal pembelian Indosiar oleh EMTEK group. Dadang juga memaparkan tantangan-tantangan yang kerap kali dihadapi anggota KPI baik dalam penjatuhan sanksi ataupun pelayanan pemberian izin penyelenggaran penyiaran. Pembekalan dalam Bimtek ini ditutup dengan pemberian materi dari lembaga rating, Nielsen Indonesia.

Seluruh anggota KPI Pusat hadir dalam bimtek yang dilakukan pertama kali sejak terpilih pada akhir Juli lalu. Diharapkan dengan pembekalan ini, diperoleh kesamaan pandangan pada anggota KPI Pusat dalam menerjemahkan setiap regulasi penyiaran, khususnya P3 & SPS.  

Jakarta – Semangat yang tidak boleh hilang dalam jiwa kita adalah semangat membangun dan cinta terhadap bangsa. Semangat ini pula yang saat ini sedang digaungkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dalam mengelola penyiaran tanah air agar mutu dan kualitas siaran nasional  sesuai dengan harapan dalam UU Penyiaran No.32 tahun 2002.

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, membangun cinta tanah air harus dimulai dari semua aspek temasuk penyiaran. Adanya rasa cinta tanah air secara otomatis membuat semua tindakan diupayakan paling baik. Dampak ini tentunya akan menciptakan suatu tata kelola yang baik terhadap kualitas konten. “Ini juga akan menciptakan industri yang kuat dalam penyiaran Indonesia,” katanya disela-sela pertemuan dan silaturahmi dengan CEO dan Pimpinan MNC Media Grup di kantor MNC Media Grup, Kebun Sirih, Selasa, 13 September 2016.

Meskipun demikian, lanjut Yuliandre, membentuk rasa cinta tanah air harus dibangun sama-sama. KPI tidak bisa melakukan hal itu sendiri tapi juga harus didukung oleh lembaga penyiaran yang memiliki peran besar membentuk rasa cinta dan juga nasionalisme melalui isi siaran. “Besar harapan saya isi siaran kita berkontribusi mengembangkan dan menjaga rasa cinta tanah air dan rasa nasionalisme,” pungkasnya yang disaksikan CEO MNC Media Hary Tanoesoedibjo.

Terkait hal itu, Ketua KPI Pusat periode 2016-2019 mendorong MNC Media menjadi role model dari semangat membangun rasa cinta tanah air dan nasionalisme melalui isi siaran. “Ide –ide kreatif mengenai tema kebangsaan dan nasionalisme akan banyak bermunculan. Hal ini akan mewujudkan isi siaran yang bermutu, berkualitas dan edukatif,” katanya.

Sementara itu, CEO MNC Grup Hary Tanoesoedibyo mengatakan industri lokal harus didorong tidak hanya menjadi tuan rumah di negeri sendiri tapi juga bisa menjadi pemain global.
Dia berharap KPI bisa mendorong industri media dalam negeri. “Kita ingin menumbuhkan industri media yang solid, bagaimana pelaku-pelaku lokal bisa menjadi global,” katanya.

Menurut HT, dengan bertumbuhnya industri dalam negeri hal ini berdampak langsung terhadap ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat bangsa dan negara.

Pada saat menyampaikan sambutan di depan Komisioner KPI Pusat periode 2016-2019 yang hadir, HT bercerita sepak terjang dirinya menekuni dunia media sejak 17 tahun silam.

Dalam pertemuan tersebut, hadir pula Wakil Ketua KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin, Komisioner KPI Pusat Hardly Stefano, Nuning Rodiyah, Agung Suprio, Ubaidillah, dan Mayong Suryo Laksono. ***

Jakarta - Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) memasuki angkatan XIII. Pendaftaran peserta telah ditutup pada 7 September 2016. Program bimbingan teknis penyiaran yang melatih soft skill tentang dunia penyiaran ini akan digelar pada 20 - 22 September 2016. Pesertanya adalah praktisi lembaga penyiaran, mahasiswa hingga masyarakat umum. 

Pelaksanaan program yang bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam menjamin profesionalitas di bidang penyiaran ini tidak memungut biaya apapun. Penyelenggaraannya ditanggung oleh APBN. Berikut adalah nama peserta Sekolah P3SPS angkatan XIII: 

 

NO

NAMA

INSTANSI

1

Ihsan Abdul Salam

ANTV

2

Dwi Setyo Afrizani

ANTV

3

Masud Ridwan

Trans 7

4

Wulantika Rahmi

Trans 7

5

Zainal Abidin

MNC TV

6

Hery Wibowo

MNC TV

7

Willy Daniel Tumbel

RCTI

8

Pratiwi Wulan

RCTI

9

Iman Eka Setya

TVRI

10

Qisty Daneswara W.

TVRI

11

Frendy Gultom

TVRI

12

Hafizhan Shidqi Harahap

Brava Radio

13

Kevin Loe

Cosmopolitan FM

14

Reza

Mahasiswa

15

Leli Desianti

Tim Kajian

16

Ivan A. Soedibyo

Radio MSK

17

Dicky Gustiandi

Mahasiswa

18

Karomi Hasan Pahmi

Mahasiswa

19

Hidayatul Fadjri

SCTV

20

Vivid Asifang

SCTV

21

Adityo Wicaksono

Indosiar

22

Riswan Prawira Putra

Indosiar

23

Thomas Joko Santoso

Kompas TV

24

Maulana Yusuf

Kompas TV

25

Sulistiyono

KPID DKI JAKARTA

26

Abdul Fikih

KPID DKI JAKARTA

27

Tito Hadiyan

RTV

28

Asrina Tiurna Nababan

RTV

29

Ayu Putri Widiastuti

TV One

30

Herdianto Yuhib

TV One

31

Tri Mulyo

Metro TV

Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis mengajak kalangan mahasiswa memiliki pandangan sama terhadap cita-cita bangsa yakni maju dan sejahtera. Pandangan selaras tersebut dapat diwujudkan melalui tanggungjawab mereka mengembangkan penyelenggaraan penyiaran Indonesia lebih baik, berkualitas dan edukatif.

“Publik dalam hal mahasiswa memiliki peran terhadap pengembangan bangsa karena di dalam UU Penyiaran dituliskan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional,” kata Yuliandre Darwis saat memberi kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Kampus Universita Muhammadiyah Jakarta (UMJ), dengan tema Peran KPI dalam Peningkatan Kualitas Isi Siaran di Indonesia, Jumat, 9 September 2016.

Menurut Yuliandre membahas masalah bangsa tidak bisa dipikirkan sendiri tapi harus sama-sama karena arahnya tidak boleh berbeda frekuensi. Kesamaan pandangan terhadap kemajuan bangsa sangat penting untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa ini. “Background kita berbeda beda, edukasi dan budaya juga berbeda, tapi menyangkut isu ini harus kita pikirkan bersama,” katanya bersemangat di depan ratusan mahsiswa UMJ yang hadir memenuhi ruang aula FISIP UMJ.

Kalangan akademis, lanjut Andre, panggilan akrab Yuliandre, harus memiliki pemahaman studi akademis yang kuat karena melalui gerakan akademis dengan terminologi UU akan menjadi bahan catatan yang baik untuk tatakelola penyiaran Indonesia lebih baik.   

Dia juga menjelaskan tujuan penyiaran yang dirangkum dalam UU Penyiaran yakni memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat mandiri, demokratis, adil dan sejahtera serta menumbuhkan industri penyiaran

Dalam kaitan memajukan bangsa ini tidak akan lepas dari penanaman rasa nasionalisme. America Serikat, kata Andre, bisa menjadi contoh bagaimana penerapan simbol-simbol nasionalisme mereka masuk kes semua ruang termasuk siaran dan film. “Lihat saja film-film mereka, pasti ada simbol-simbol negaranya,” katanya.

Nasionalisme itu harus dijaga kata Ketua KPI Pusat. “Ini PR besar untuk mengembangkan karakter bangsa. Ini juga harus melibatkan semua stakeholder penyiaran untuk berpikir bersama bagaimana menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalisme tersebut. Ayo kita niatkan yang baik untuk hal ini. Hidup ini hanya satu kali jadi buatkan segalanya berarti. Pelan-pelan dalam melakukan perubahan lebih baik ketimbang tidak sama sekali. Karena proses perubahan itu berjalan,” paparnya yang disambut tepuk tangan mahasiswa.  ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.