Pemenang Anugerah Penyiaran Ramah Anak (APRA) 2021

1. Kategori Program Animasi Indonesia

Petualangan Si Unyil – Trans 7

2. Kategori Program Animasi Asing

Upin-Ipin – MNC TV

3. Kategori Program Dokumenter

Anak Indonesia - TVRI

4. Kategori Program Feature

Si Bolang – Trans 7

5. Kategori Program Variety Show

Buah Hatiku Sayang - TVRI

6. Kategori Program Pendidikan Anak Indonesia

Michael Tjandra Luar Biasa Eps Keluarga Jagoan - RTV

7. Kategori Program Anak Radio

Sekar Rere/ Dolanan Anak-anak Budaya Bali – Radio Nuansa Giri

8. Televisi Terbaik Program Anak 2021: TRANS 7

9. Televisi Ramah Anak 2021: RTV

10. Televisi Peduli Pendidikan Anak 2021: TVRI

11. Radio Peduli Anak 2021: Radio Konota 100,9 FM (Surakarta)

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menggelar penganugerahan untuk program siaran di televisi dan radio yang ramah terhadap anak. Anugerah Penyiaran Ramah Anak (APRA) merupakan program tahunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran lembaga penyiaran dalam menyuguhkan program siaran yang sehat, berkualitas dan juga ramah anak. 

Sebagaimana yang disebutkan dalam undang-undang perlindungan anak, media massa memiliki peran dalam perlindungan anak dengan menyebarkan informasi dan materi edukasi yang bermanfaat dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Sedangkan dalam regulasi penyiaran, baik itu di Undang-Undang ataupun dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), lembaga penyiaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan terhadap anak, serta memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.

Pada APRA 2021 yang mengusung tema “Anak Indonesia Inspirasi Kita”, diharapkan dapat menyemangati pengelola televisi dan radio untuk terus menghadirkan program-program siaran yang menunjukkan kepedulian atas pemenuhan hak-hak anak dalam bermedia. 

Untuk penganugerahan di tahun 2021, KPI menetapkan tujuh kategori program siaran yang dilombakan. Kategori tersebut adalah program film animasi anak Indonesia, program film animasi anak asing, program dokumenter, program feature, program variety show, program pendidikan anak Indonesia, dan program anak radio. KPI menerima 57 program siaran dari televisi yang kemudian diseleksi hingga 37 program siaran untuk menjadi nominasi dan tersebar pada 6 kategori. Adapun untuk program radio, KPI menerima 72 materi siaran dari berbagai radio di seluruh daerah. Bahkan, ada pula radio yang mengirim lebih dari satu program anak untuk ikut dinilai dalam APRA tahun ini. Selain kategori yang sudah disampaikan di atas, APRA 2021 juga akan memberikan penghargaan Televisi Terbaik Program Anak 2021, Televisi Ramah Anak 2021, Televisi Peduli Pendidikan Anak 2021 dan Radio Peduli Anak 2021. 

Pada proses penjurian, KPI mengikutsertakan pihak lain untuk terlibat menilai tayangan-tayangan yang layak dinyatakan ramah anak. Diantaranya dari Komisi I DPR RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), akademisi dan pemerhati anak Indonesia. 

Adapun kriteria penilaian yang ditetapkan KPI sebagai panduan adalah kesesuaian tayangan dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 SPS); tidak pernah mendapat sanksi dari KPI; nilai yang diangkat dari masing-masing program mendorong hal-hal positif dan sesuai dengan perkembangan psikologi anak; pengemasan secara umum sesuai dengan kebutuhan anak; dan tayangan tersebut merupakan produksi baru atau sekurang-kurangnya repackage dari program yang pernah tayang sebelumnya (bukan semata-mata program rerun)

KPI berharap penyelenggaraan APRA yang telah bergulir secara rutin tiap tahun ini, dapat mendorong industri kreatif di dunia penyiaran konsisten menyajikan tayangan yang selaras dengan usaha pemenuhan hak anak memperoleh informasi yang layak dan mendukung tumbuh kembang yang baik di masa depan. 

 

 

Sorong - Eksistensi kebudayaan lokal Papua Barat merupakan manifestasi dari orisinalitas kebudayaan yang hidup dengan keberlangsungan tradisi dan budaya yang selama ini kita lihat dan alami. Nilai-nilai religiusitas, kebersamaan, saling memaafkan, kepercayaan dan persaudaraan yang menjunjung tinggi kearifan lokal juga merupakan unsur perekat dan modal sosial dalam bermasyarakat. Hal ini selayaknya ikut tersosialisasikan dalam konten televisi dan radio, dalam rangka meningkatkan ketahanan informasi di masyarakat dalam era digital. Hal ini disampaikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat, Irjen. Pol. Tornagogo Sihombing, dalam sambutannya di acara Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang dilaksanakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Sorong, Papua Barat, (17/11). 

Selain bicara tentang pentingnya eksistensi budaya di era disrupsi, Tornagogo juga mengingatkan pada peserta GLSP yang merupakan anggota Bhayangkari Papua Barat, untuk meningkatkan kapasitas literasi media dalam mengonsumsi konten di media. “Saya berharap para anggota Bhayangkari mampu bersikap kritis terhadap siaran televisi dan radio,” ujarnya.  Kekritisan itu tentunya berujung pada kemampuan memilah dan memilih konten media yang baik untuk didengar dan ditonton. Harapannya tentu, keluarga pun memiliki pemahaman yang baik dalam memilih muatan televisi yang sesuai dengan kebutuhan. 

Tantangan ke depan dengan kemajuan teknologi informasi termasuk teknologi penyiaran, diakui Tornagogo, harus diiringi dengan kemampuan literasi di masyarakat. Ini juga menjadi sebuah kontribusi untuk menjaga industri penyiaran untuk dapat terus bertahan dengan konten-konten positif dan bermanfaat. 

Secara khusus dirinya mengapresiasi langkah KPI bekerja sama dengan Polda Papua Barat dalam menyelenggarakan GLSP. “Kami haus dengan sosialiasi macam ini, karena teknologi media ada dalam genggaman dan kita harus punya kecerdasan dalam memanfaatkan,” ujarnya. 

Dalam GLSP ini juga digelar Bazar Usaha Kecil, Koperasi dan Menengah (UMKM) dari jajaran pengurus Bhayangkari di daerah Papua Barat. Ketua Bhayangkari Papua Barat, Martha Sihombing menjelaskan produk Bazar UMKM ini merupakan hasil karya anggota Bhayangkari di setiap cabang yang ada di Papua Barat. Beragam produk UMKM yang dipasarkan, sebagian besar menggunakan sumber daya alam asli dari Papua Barat.

Hadir dalam GLSP ini, Ketua KPI Pusat Agung Suprio, Komisioner KPI Pusat Hardly Stefano Pariela, Nuning Rodiyah, Ketua Bhayangkari Cabang Manokwari yang juga menjadi narasumber GLSP dr Feilin Tanita, Sp. KJ, serta Martha Victoria dari Academy Indosiar 2020 yang berasal dari Papua Barat. (Editor:MR /Foto: Agung Rahmadiansyah/ KPI).

 

 

Jakarta -- Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti menyampaikan bahwa penyiaran memiliki 4 (empat) tujuan utama antara lain memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa.

Mimah menyebut bahwa tujuan lainnya adalah harus mampu mencerdaskan kehidupan bangsa. Semua program selain bertujuan untuk menginformasikan, harus juga dapat mengedukasi masyarakatnya.

“Jadi semua informasi yang disampaikan di media, selain dia mempersatukan, dia juga bisa menerdaskan membuat orang yang tidak tahu menjadi tahu dan dia juga bisa mengajarkan pemirsanya atau khalayak,” ucap Mimah dalam webinar “Hari TV Sedunia : Siaran TV Digital Indonesia di Mata Dunia,” secara virtual di Kanal YouTube Kemkominfo TV, Selasa (23/11/2021).

Komisioner KPI Pusat itu juga menyebut bahwa salah satu fungsi dari media adalah sebagai fungsi ekonomi.

Dalam hal penyiaran, Mimah menyebutkan bahwa masyarakat juga memiliki peran dalam hal tersebut, yakni memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional, seperti pemilik stasiun televisi.

Kemudian, organisasi nirlaba. Lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan kalangan pendidikan mapu mengembangkan kegiatan literasi dan masyarakat mampu mengajukan keberatan terhadap program atau isi siaran yang dianggap merugikan.

“Jadi dia bisa menyampaikan apresiasi, dia juga bisa menyampaikan kritik dan dia juga bisa mengedukasi. Jadi kita semua dalam Undang-Undang Penyiaran ini, masyarakat itu punya peran yang sangat penting di situ dan disebutkan berkali-kali,” katanya.

Menurut Mimah, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) hanyalah sebagai wadah dari aspirasi yang berasal dari masyarakat. Maka dari itu, ketika adanya kritik dan masukan-masukan dari masyarakat, KPI harus segara menindaklanjuti hal tersebut.

Mimah juga menyampaikan bahwa terdapat 2 Undang-Undang yang berfungsi untuk mendukung peran publik, yakni Undang-Undang Penyiaran dan Undang-Undang Cipta Kerja serta regulasi terkait dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran.

Dalam kesempatan yang sama, Komisioner KPI Pusat itu menyampaikan terkait dengan kriteria media yang baik dan sehat. Sebuah media penyiaran dapat dikatakan baik apabila media tersebut melakukan pembatasan penyiara program yang terkait dengan SARA.

Selanjutnya, media tersebut mampu melakukan penggolongan terkait dengan program siaran yang sesuai dengan batasan umur.

“Ini aturannya memang sangat ketat, ada yang namanya penggolongan program siaran. Tetap itu diberlakukan walaupun nanti kita akan lakukan revisi untuk menyesuaikan hal ini,” jelas Komisioner KPI Pusat itu.

Kriteria ketiga adalah media yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik, seperti keberimbangan, adil, tidak beritikad buruk, tidak menghasut, tidak mencampuradukkan fakta dan opini dan tidak membuat berita bohong.

Selain tu, media mampu menyiapkan tanda lulus sensor yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang.

“Beberapa catatan ini menjadi secara umum yang memang harus dipenuhi oleh sebuah media penyiaran yang sehat. Walaupun nanti kita akan terlibat diskusi yang sangat panjang, mempertanyakan bagaimana kondisi penyiaran dan gambaran sebuah media penyiaran pasti ada syarat-syaratnya yang harus dipenuhi,” terang Mimah Susanti.

Dikatakan olehnya, media memiliki tanggung jawab yang besar terhadap publik dan media wajib menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002. Red dari berbagai sumber

 

Sorong - Kehadiran era digital yang mengepung masyarakat dengan informasi yang melimpah baik dari media konvensional seperti televisi, radio dan media cetak ataupun media baru seperti internet dan sosial media, harus diimbangi dengan kapasitas literasi media yang kuat. Kapasitas literasi media yang dimaksud adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi serta mengomunikasikan informasi dalam berbagai bentuk media. Dengan demikian masyarakat tidak perlu tersesat dalam belantara informasi, juga tidak jatuh dalam jebakan hoax, ujaran kebencian, ajakan kekerasan, atau pun konten porno yang kerap kali hadir sebagai sebuah residu dari melimpahnya informasi. Hal tersebut disampaikan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang Kelembagaan, Hardly Stefano Pariela saat menjadi narasumber dalam Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang diselenggarakan KPI Pusat di kota Sorong, Papua Barat, (17/11).

Dalam pemaparannya di hadapan peserta GLSP yang merupakan anggota Bhayangkari Papua Barat, Hardly menjelaskan bahwa hingga saat ini mayoritas masyarakat Indonesia masih menonton televisi baik melalui siaran free to air (FTA) atau pun televisi berlangganan (Pay TV). Meski sebagian besar sudah mulai beralih menggunakan internet, televisi masih menjadi media yang menjadi sumber rujukan bagi masyarakat.

Agenda migrasi siaran televisi digital pada 2 November 2022 mendatang, akan menghadirkan saluran-saluran televisi yang semakin banyak dari jumlah yang ada sekarang. Di sisi lain, perkembangan internet pun telah menghadirkan disrupsi informasi. “Setiap orang berkesempatan menjadi produsen informasi yang dapat diakses oleh jutaan penonton”, ujar Hardly. Kondisi inilah yang mengharuskan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas literasi media, agar berdaya dan memiliki ketahanan informasi yang baik. Harapannya, dengan kapasitas literasi yang baik, masyarakat mampu menjadikan media sebagai alat mendapatkan informasi yang bermanfaat baik untuk diri sendiri atau pun lingkungan sekitarnya.

Tentang media konvensional atau media lama dan media baru, Hardly memaparkan perbedaan signifikan pada keduanya. Secara prinsip, media konvensional yang diwakili oleh televisi dan radio, hadir di masyarakat sebagai sebuah entitas bisnis yang terikat dengan regulasi serta tanggung jawab sosial. Hal yang berbeda tentunya dengan media baru, yang sampai saat ini belum memiliki regulasi konten yang tegas. Di satu sisi, media baru pun dikelola oleh masing-masing individu yang tidak punya kewajiban sosial di masyarakat. “Jangan heran kalau hoax, ujaran kebencian, atau pornografi memiliki lahan yang subur di media baru, karena belum ada regulasi yang rinci tentang konten di sana”, terang Hardly.

Dirinya berharap, peserta yang merupakan kaum Ibu, dapat memberikan keteladanan pada anak-anak dalam mengonsumsi media. Salah satunya dengan hanya menonton siaran televisi yang baik dan meninggalkan siaran televisi yang memiliki konten negatif. Selain itu, Hardly juga mengingatkan pada kaum ibu di Papua Barat, untuk memahami tentang penggunaan fitur kunci parental pada televisi berlangganan. Dengan fitur ini, orang tua dapat mengatur saluran mana saja yang dapat diakses anak-anak dan yang tidak boleh sama sekali. Meski demikian, sebaiknya orang tua selalu hadir mendampingi anak-anak dalam menonton televisi atau pun mengakses media lainnya. Dia merasa perlu mengingatkan karena sebagian besar wilayah Papua Barat hanya dilayani oleh lembaga penyiaran berlangganan atau Pay TV.

GLSP di kota Sorong merupakan penutup rangkaian GLSP yang berlangsung sepanjang tahun 2021. Narasumber lain yang hadir adalah dr Feilin Tanita, Sp.KJ selaku Ketua Bhayangkari Cabang Manokwari, serta Martha Victoria dari Academy Indosiar.  Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat Irjen Pol Dr Tornagogo Sihombing dan Ketua Bhayangkari Daerah Papua Barat Martha Tornagogo Sihombing, turut hadir memberikan sambutan serta membuka acara. (Editor:MR /Foto: Agung Rahmadiansyah/ KPI)

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.