Sehubungan dengan beredarnya ragam komentar mengenai pengaburan gambar (pengebluran) pada tayangan di televisi, Komisi Penyiaran Indonesia perlu memberi penjelasan untuk diketahui masyarakat:
1. Pengaburan gambar (pengebluran) dalam sebuah tayangan tidak dilakukan oleh maupun atas permintaan Komisi Penyiaran Indonesia. 2. Proses penyensoran, apakah berupa pengaburan gambar (pengebluran), penyamaran wajah, pengubahan suara, dan sebagainya, bukanlah Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dan wilayah pekerjaan Komisi Penyiaran Indonesia. 3. Bahwa lembaga penyiaran, dalam hal ini televisi, melakukan penyensoran sendiri (swasensor), itu karena pertimbangan lembaga penyiaran tersebut.
Demikian siaran pers ini kami terbitkan agar menjadikan pemahaman bagi masyarakat tentang fungsi dan tugas Komisi Penyiaran Indonesia seperti diamanatkan oleh Undang-Undang No 32/2002 tentang Penyiaran.
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kedatangan mahasiswa FISIP jurusan Broadcasting Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (UKSW), Senin, 19 September 2016. Para mahasiswa yang sebagian besar mahasiswa tingkat dua itu ingin mengetahui lebih banyak tugas dan fungsi KPI khususnya dalam pengawasan isi siaran.
Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran, Dewi Setyarini, yang menerima langsung kedatangan mahasiwa menyampaikan bahwa tugas dan fungsi KPI selaras dengan yang digariskan dalam UU Penyiaran No.32 tahun 2002. Hadirnya KPI sebagai lembaga negara independen untuk mewujudkan sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
Dewi pun menjelaskan KPI Pusat melakukan pengawasan isi siaran televisi khususnya yang berjaringan nasional selama 24 jam tanpa henti. Selain itu, KPI Pusat juga melakukan pemantauan terhadap sejumlah radio dan lembaga penyiaran. “Kami memiliki tenaga pemantauan yang dibagi beberapa shift dan juga bagian perekaman. Para pemantau bertugas mencatat setiap tayangan yang diduga melakukan pelanggaran terhadap aturan KPI yakni P3 dan SPS,” jelasnya.
Saat sesi tanyajawab, mahasiswa mempertanyakan siapa yang berwenang melakukan sensor terhadap tayangan, bagaimana penerapan sanksi denda dan maraknya tayangan sinetron yang tak mendidik masih saja tayang di televisi. “Kenapa sinetron-sinteron yang tidak mendidik masih saja tayang di televisi. Apa tidak bisa dihentikan KPI,” tanya salah satu mahasiswa.
Pertanyaan-pertanyaan kritis mahasiswa tersebut dijawab Dewi dimulai dari soal tugas dan kewenangan melakukan sensor itu berada di tangan lembaga sensor film atau LSF. KPI tidak memiliki kewenangan atas penyensoran. Selain itu, stasiun televisi memiliki andil melakukan kontrol terhadap programnya sebelum tayang karena mereka punya QC (quality control) dan self sensorship.
Menjawab soal sinteron, menurut Dewi, KPI bekerja berdasarkan aturan yang ada di dalam P3 dan SPS. Di dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012 dijelaskan tentang apa yang boleh dan tidak boleh di dalam tayangan. "Jadi, selama tayangan sinetron tersebut tidak melanggar aturan P3 dan SPS. KPI tidak bisa memberi sanksi untuk tayangan tersebut atau menghentikannya," kata Dewi yang juga diiyakan Komisioner KPI Pusat Ubaidillah.
Usai menerima penjelasan dari Komisioner KPI Pusat, rombongan mahasiswa yang berjumlah hampir seratusan dipersilahkan melihat-lihat langsung sistem kerja bagian pemantauan 24 jam dan perekaman KPI Pusat. ***
Anggota KPI Pusat Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran Hardly Stefano Pariela
Jakarta - Terkait screenshot tayangan di salah satu stasiun televisi yang menampilkan seorang perempuan berpakaian renangyang disamarkan di pinggir kolam, dengan title "PON XIX Jabar", telah menjadi viral di media sosial, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjelaskan bahwa blur (penyamaran gambar)pada tayangan tersebut dilakukan oleh lembaga penyiaran (LP) itu sendiri, dan bukan atas perintah KPI. Hal tersebut disampaikan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran Hardly Stefano Pariela, (18/9).
Hingga saat itu, KPI sedang melakukan verifikasi, agar mampu memberikan penjelasan kepada publik maupun pengarahan kepada lembaga penyiaran secara komprehensif. Menurut Hardly, verifikasi yang dilakukan antara lain, lokasi pengambilan gambar pada tayangan tersebut, apakah di kolam renang perlombaan atau kolam renang hotel? Serta apa konteks perekaman gambar, apakah dalam rangka lomba atau wawancara, dan sebagainya.
Hardly menilai, jika yang pengambilan gambar dilakukan di kolam renang hotel dan dalam konteks wawancara, maka apa yang dilakukan lembaga penyiaran tersebut kurang etis. Yakni merekam orang berpakaian renang, kemudian melakukan blur. “Bukankah proses pengambilan gambar bisa dilakukan, dengan terlebih dahulu meminta subyek memakai handuk?” tanya Hardly.
Adapun jika terkait perlombaan renang, lembaga penyiaran masih dapat melakukan pengambilan gambar tanpa harus melakukan blur. Namun Hardly mengingatkan, secara teknis pengambilan gambar harus dilakukan dengan baik, sehingga tidak terkesan melakukan eksploitasi tubuh, khususnya perempuan. Misalnya teknik long shoot dengan merekam semua peserta lomba renang, sehingga fokusnya adalah lomba bukan fisik/tubuh peserta lomba.
Hardly mengapresiasi berbagai masukan publik terkait kegiatan penyiaran yang disampaikan pada KPI. Hal tersebut, ujar Hardly, akan menjadi bahan pertimbangan KPI dalam membuat keputusan untuk disampaikan pada lembaga penyiaran, dengan tetap didasarkan pada regulasi yang ada. Karena setiap keputusan KPI akan menjadi yurispudensi bagi LP ke depan, ujarnya.
Prinsipnya KPI tidak ada niatan mengekang semangat pemberitaan maupun kreativitas tayangan. Namun harus dihindari adanya eksploitasi tubuh, khususnya perempuan dalam berbagai tayangan, pungkasnya.
Jakarta – Jumlah lembaga penyiaran lokal dan nasional yang ada atau siarannya mencakup wilayah-wilayah perbatasan langsung dengan negara tetangga masih sangat sedikit. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan apalagi siaran-siaran dari luar begitu gencar menerobos ke wilayah NKRI di sekitar perbatasan. Terkikisnya rasa nasionalisme dan pudarnya nilai-nilai budaya setempat menjadi taruhan.
Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin mengatakan, kehadiran lembaga penyiaran lokal serta yang berskala nasional bersiaran di wilayah perbatasan tingkat kebutuhannya sangat diperlukan. Upaya ini untuk menyeimbangkan dan bahkan membalikan keadaan informasi dan siaran di wilayah perbatasan yang siarannya di dominasi siaran luar.
“Memang, kehadiran siaran-siaran dari negara tetangga yang masuk ke wilayah di sekitar perbatasan negara tidak bisa dibendung apalagi di era globalisasi sekarang. Yang perlu kita lakukan adalah mendorong investor dan juga pemerintah setempat mendirikan lembaga penyiaran baik itu berskala nasional maupun lokal di daerah-daerah perbatasan yang banyak menerima siaran luar,” kata Rahmat menanggapi pernyataan dari Sekretaris DPRD serta Anggota KPID Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) terkait maraknya siaran asing di daerah mereka dan minimnya lembaga penyiaran di wilayah perbatasan disela-sela kunjungan ke KPI Pusat, Senin, 19 September 2016.
Menurut Rahmat, KPID Kepri memiliki peran besar mendukung keberadaan lembaga-lembaga penyiaran di wilayah yang belum ada siaran lokal maupun nasional. Tugas KPID Kepri dinilai sangat berat dan strategis. Karenanya, lanjut Komisioner KPI Pusat bidang Perizinan ini, perlu didukung kemandirian anggaran dan sekretariat.
“Ada 12 KPID Provinsi yang wilayahnya berbatasan langsung dengan negara tetangga. KPID juga melakukan tugas dan fungsinya yakni pengawasan isi siaran,” katanya diiyakan Komisioner KPI Pusat Ubaidillah dan Kepala Sekretariar KPI Pusat Maruli Matondang, yang mendampingi saat menerima kunjungan kerja dari DPRD dan KPID Provinsi Kepri.
Sebelumnya, di awal pertemuan, Ketua KPID Kepri Azwardi menceritakan kondisi wilayah Kepri yang berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga sekaligus terdampak siarannya. Wilayah Provinsi Kepri yang sebagian besar terdiri dari kepulauan dan laut itu, ada dua wilayah yakni Natuna dan Anambas yang belum memiliki lembaga penyiaran kecuali hanya 1 LPB (lembaga penyiaran berlangganan).
“Anda dapat bayangkan bagaimana sepinya penduduknya disana tanpa ada informasi dan siaran dari lembaga penyiaran lokal dan nasional. Tidak ada pengusaha yang mau mendirikan lembaga penyiaran di sana. Ini juga berdampak terhadap daya tumbuh ekonomi disana. Padahal, dari segi ketersediaan kanal di sana masih cukup banyak,” kata Azwardi.
Menurut Azwardi, perlu ada kebijakan prioritas dari KPI Pusat terkait dengan kondisi di wilayahnya agar KPID dapat menjadi pagar maya dari siaran luar dan juga pengaruhnya.
Selain membahas soal luberan siaran luar, Sekretaris DPRD dan Anggota KPID Provinsi Kepri menyampaikan beberapa hal lain terkait SKPD yang membantu tugas dan fungsi KPID Kepri. Hal ini berkaitan dengan penganggaran reguler untuk operasionalisasi serta kegiatan KPID. ***
Bandung - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) setidaknya mengemban tiga tanggung jawab dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai regulator penyiaran. Ketiga hal itu adalah, tanggung jawab publik, tanggung jawab profesi dan etika bisnis penyiaran. Hal tersebut disampaikan Muhammad Riyanto, Ketua KPI Pusat periode 2010-2013, dalam acara bimbingan teknis (bimtek) KPI dalam rangka penyamaan pandangan pengaturan konten siaran berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Perilaku Siaran (P3 & SPS), (18/9).
Merujuk dari tanggung jawab terhadap publik ini pula, Riyanto menyatakan pentingnya gerakan literasi media kembali digiatkan oleh KPI kepada masyarakat. Dalam Bimtek tersebut, Riyanto memaparkan pengalamannya selama berada di KPI, baik di KPID ataupun KPI Pusat. Diantaranya tentang penanganan masalah eksistensi kelembagaan KPID di tiap-tiap provinsi. Menurut RIyanto, pada awal pembentukan KPI, lembaga ini membutuhkan banyak dukungan regulasi, dukungan anggaran dan juga kemauaun politik (political will) yang baik dari Kepala Daerah.
Selain itu disampaikan juga oleh Riyanto beberapa regulasi penyiaran baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri sebagai turunan dari Undang-Undang Penyiaran, yang sempat tidak terimplementasikan beberapa waktu yang lalu, diantaranya tentang sistem siaran berjaringan.
Terkait agenda prioritas KPI ke depan pada penyiaran politik dalam rangka mengawal pemilihan umum kepala daerah dan pemilihan umum legislatif, Wakil Ketua KPI Pusat periode 2013-2016 Idy Muzayyad turut menyampaikan materi tentang Dinamika dan Implementasi Penyiaran Politik dalam Kacamata P3 & SPS. Idy memaparkan langkah yang sudah ditempuh KPI dalam momentum Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden tahun 2014 lalu. Dirinya juga menyampaikan saran-saran untuk perbaikan gugus tugas pengawasan penyiaran politik yang bekerjasama dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Bimtek yang ditujukan pada anggota KPI periode 2016-2019 ini dilengkapi dengan kehadiran Dadang Rahmat Hidayat. Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran ini memiliki pengalaman di KPID Jawa Barat selama dua periode dan anggota KPI Pusat selama selama satu periode (2010-2013). Pada kesempatan tersebut Dadang menjelaskan kasus-kasus besar yang dihadapi KPI. Salah satunya adalah kasus tayangan Silet yang mendapatkan sanksi penghentian sementara oleh KPI Pusat, namun ternyata dibawa ke pengadilan oleh pihak lembaga penyiaran. “Pada akhirnya, meski KPI sempat kalah di pengadilan, namun pada tingkat kasasi kasus ini dimenangkan oleh KPI”, ujarnya. Kasus lain yang ikut menyeret KPI adalah soal pembelian Indosiar oleh EMTEK group. Dadang juga memaparkan tantangan-tantangan yang kerap kali dihadapi anggota KPI baik dalam penjatuhan sanksi ataupun pelayanan pemberian izin penyelenggaran penyiaran. Pembekalan dalam Bimtek ini ditutup dengan pemberian materi dari lembaga rating, Nielsen Indonesia.
Seluruh anggota KPI Pusat hadir dalam bimtek yang dilakukan pertama kali sejak terpilih pada akhir Juli lalu. Diharapkan dengan pembekalan ini, diperoleh kesamaan pandangan pada anggota KPI Pusat dalam menerjemahkan setiap regulasi penyiaran, khususnya P3 & SPS.
setelah menonton salah satu program TV di stasiun Trans TV ini dan melakukan kajian terhadap program yang ditayangkan, saya melihat satu ke janggalan pada acara ini yakni pelanggran terhadap tayangan tontonan yang di tayangkan pada siang hari, waktu dimana anak-anak masi banyak beraktivitas. Pada episode ini adegan dimana salah satu artis dangdut memeluk salah satu bintang tamu pada acara itu, dengan cara yang tidak biasa, dimana pada episode tersebut ia memerankan karakter hantu yang tidak terlihat oleh manusia biasa jadi ia melakukan tindakan yang seakan bisa melakukan apa saja dan menyentuh pada bintang tamu di acara itu, untuk tontonan dengan jadwal tayang siang tidak pantas atau tidak cocok ditayangkan pada jam tersebut. Karena acara ini berlangsung pada jam 13.00 maka ini termaksud jam rawan di tonton anak-anak apalagi ditanggal sembilan oktober itu bertepatan pada hari minggu dimana anak-anal libur sekolah dan menghabiskan waktu di rumah berkemungkinan besar akan menonton TV pada waktu itu.
Hal tersebut menyalahi aturan yang tertera pada undang-undang P3SPS BAB X perlindungan kepada anak pasal 14 nomor 1 dan nomor 2, dan undang-undang penyiaran nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran dengan persetujuan DPR dan Presiden RI.
Pojok Apresiasi
Prawira Hendrik
Perubahan Jam Tayang NET.
Senin-Jumat
08:30 WIB: Tetangga Masa Gitu?
09:30 WIB: iPop
10:30 WIB: Teman Panji
11:00 WIB: Potret Selebriti