Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai lembaga penyiaran belum  optimal melakukan perbaikan kualitas siaran, khususnya pada program infotainment dan sinetron. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih rendahnya nilai indeks yang didapat dua program tersebut dan dalam Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode kedua tahun 2016.

Secara khusus, Ketua KPI Pusat  Yuliandre Darwis memberikan catatan pada program sinetron yang nilai indeksnya lebih rendah dari periode sebelumnya. Pada survey  periode pertama, program sinetron mendapat nilai indeks 2,94 sedangkan pada periode kedua ini, nilai indeks yang diperoleh sebesar 2,7. Catatan dari panel ahli tentang program sinetron ini menunjukkan nilai yang rendah pada aspek membentuk watak dan jati diri bangsa, relevansi cerita, serta muatan tidak edukatif yang mendominasi wajah program sinetron di televisi.

Sedangkan untuk program infotainment, Yuliandre mengatakan, meskipun terdapat peningkatan nilai indeks dari periode lalu, nilainya tetap saja rendah yakni sebesar 2,64. Catatan terbesar dari program infotainment adalah rendahnya penghormatan terhadap kehidupan pribadi dalam program ini. Bahkan kecenderungannya justru membesar-besarkan ranah kehidupan pribadi. Panel ahli dalam survey ini mengakui, ada aspek informatif dalam program infotainment. Namun berita yang cenderung sensasional lebih mendominasi.

Yuliandre menilai, lembaga penyiaran harus melakukan perbaikan secara total pada konsep sinetron dan infotainment yang hadir di televisi. Meskipun dalam penyiaran terdapat fungsi hiburan, namun hal tersebut tidak dapat mendominasi. “Karena ada fungsi-fungsi lain dalam penyiaran yang harus hadir secara seimbang bagi  kemaslahatan masyarakat”, ujarnya.

Jika merujuk pada nilai indeks yang didapat dari dua program ini di setiap surveynya, Yuliandre melihat tidak ada perbaikan yang signifikan. KPI sendiri akan mengambil langkah agar hasil survey ini menjadi catatan penting dalam evaluasi tahunan yang akan dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika  bersama KPI terhadap izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) stasiun televisi yang bersangkutan. “Jika memang hasil survey ini sebangun dengan pengaduan masyarakat dan akumulasi sanksi yang didapat, kami akan merekomendasikan sinetron dan infotainment mana saja yang sebaiknya dihentikan secara permanen”, ujarnya.

Dari hasil survey ini, KPI memberikan apresiasi kepada program wisata budaya yang hadir di televisi.Nilai indeks yang diperoleh program ini pada survey tahap kedua, mencapai 4,09. Yuliandre berharap betul kepada lembaga penyiaran agar memberikan porsi yang signifikan pada program-program wisata budaya di televisi. “Keanekaragaman yang dimiliki Indonesia tentunya sangat memungkinkan untuk dieksplorasi menjadi program siaran di televisi”, tuturnya. Hal ini juga menjadi wujud dari peneguhan bhineka tunggal ika yang menjadi semboyan banga ini.  Selain itu, KPI berharap para pengiklan juga mau menempatkan produk-produknya pada program wisata budaya dan program lain yang berkualitas menurut para ahli yang ikut serta dalam survey ini. Hal tersebut untuk menjaga nafas dan kesinambungan program tersebut agar tetap hadir di tengah masyarakat.

Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi ini dilakukan KPI bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) serta 12 (dua belas) perguruan tinggi di 12 (dua belas) provinsi. Adapun perguruan tinggi tersebut adalah, Universitas Sumatera Utara (Medan), Universitas Andalas (Padang), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (Jakarta), Universitas Padjajaran (Bandung), Universitas Airlangga (Surabaya), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (Yogyakarta), Universitas Udayana (Denpasar), Universitas Tanjung Pura (Pontianak), Universitas Lambung Mangkurat (Banjarmasin), Universitas Hasanuddin (Makassar), dan Universitas Kristen Indonesia Maluku (Ambon).

Lebih lengkap, hasil survey indeks kualitas program siaran televisi kedua di tahun 2016 ini adalah sebagai berikut:

Program

Nilai Indeks

Wisata Budaya

4,09

Religi

3,80

Anak-anak

3,79

Berita

3,67

Talkshow

3,53

Variety Show

3,21

Komedi

3,13

Sinetron/ Film

2,70

Infotainment

2,64

 

 

Jakarta – Komisi I DPR RI kembali melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP), Senin, 3 Oktober 2016, dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membahas perpanjangan izin penyelenggaraan perizinan (IPP) lembaga penyiaran televisi yang akan habis izin penyiaran pada tahun ini. RDP kali ini merupakan RDP yang kedua dengan topik bahasan soal perpanjangan izin.

Di awal RDP, Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafidz, selaku pimpinan rapat, mempersilahkan Menteri Kominfo Rudiantara memberikan keterangan seputar proses perpanjangan izin lembaga penyiaran televisi yang akan habis masa izinnya pada akhir 2016 ini. Dalam kesempatan itu, Rudi mengusulkan adanya evaluasi penyelenggaraan penyiaran setiap setahun sekali. Tujuannya agar lembaga penyiaran melakukan pembenahan serius terhadap kualitas isi siarannya.

Setelah itu, giliran KPI Pusat diberi kesempatan memberikan penjelasan. Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis menyampaikan secara umum mengenai proses perpanjangan izin penyiaran ke sepuluh lembaga penyiaran televisi yang akan habis izin siarnya. 

Di tempat yang sama, Komisioner sekaligus Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat, Agung Suprio, menjelaskan perihal metode dan penilaian KPI mulai dari aspek program, sistem stasiun jaringan, sumber daya manusia, hingga administrasi. 

RDP yang berlangsung hingga lewat tengah hari ini, juga dihadiri Wakil Ketua KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin, Komisioner KPI Pusat H. Obsatar Sinaga, Mayong Suryo Laksono, Ubaidillah, dan Dewi Setyarini. Hadir pula Kepala Sekretariat KPI Pusat Maruli Matondang beserta beberapa staf KPI Pusat. ***

 

Jakarta – Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu melakukan kunjungan kerja ke KPI Pusat, Rabu, 28 September 2016. Kunjungan ini difokuskan membahas persiapan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI dan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) tahun depan yang rencananya diselenggarakan di Bengkulu medio 29 Maret – 1 April 2017.

Kunjungan kerja Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu diterima langsung Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis, Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah, Ubaidillah, Sujarwanto Rahmat Arifin, dan Kepala Sekretariat Maruli Matondang.

Ketua Komisi I DPRD Bengkulu, Khairul Anwar di awal pertemuan mengatakan, pihaknya memerlukan masukan dari KPI Pusat terkait persiapan yang harus dilakukan Bengkulu dalam rangka menyambut dua hajatan penyiaran yang diselenggarakan KPI. “Kami perlu masukan dan pengalaman soal pelaksanaan kegiatan hari penyiaran dan rakornas,” katanya kepada pimpinan KPI Pusat.

Sementara itu, Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis berharap, kegiatan Rakornas KPI di Bengkulu dapat menjadi batu loncatan membentuk sebuah tatanan penyiaran yang lebih baik dan maju. “Rakornas ini akan dihadiri seluruh KPID yang ada di tanah air,” katanya.

Selain persoalan Rakornas, KPI Pusat mengemukakan masalah keberadaan sekretariat KPID terkait terbitnya UU 23 dan PP 18. Terkait masalah itu, Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah meminta dukungan DPRD Bengkulu untuk mempertahankan keberadaan secretariat KPID sebagai SKPD untuk membantu kinerja KPID Bengkulu.

“Kami berterimakasih jika DPRD Bengkulu tetap mempertahankan adanya SKPD untuk KPID Bengkulu. Persoalan SKPD ini akan kami bahas dalam Rapim KPI di Bekasi pekan depan,” kata Nuning. ***


Jakarta – Saat ini, siaran televisi kita belum seluruhnya ramah terhadap anak dan perempuan. Hal ini dapat dinilai dari masih banyaknya surat teguran ataupun peringatan KPI Pusat untuk lembaga penyiaran televisi terkait pelanggaran terhadap perlindungan anak dan juga perempuan. Padahal sudah menjadi kewajiban lembaga penyiaran untuk melidungi anak dan perempuan dalam setiap tayangannya.

UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 36 ayat 3 menyebutkan isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.

Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran, Dewi Setyarini mengatakan, siaran televisi harusnya melihat aspek perlindungan terhadap khalayak khusus seperti anak dan remaja selain juga ramah terhadap perempuan. Isi siaran seharusnya mempertimbangkan perkembangan psikologis anak dan remaja karena tayangan media memiliki pengaruh besar terhadap anak dan remaja dan menentukan seperti apa sikap dan pola pikir mereka.

Menurut Dewi, saat ini yang harus dilakukan lembaga penyiaran adalah bagaimana menciptakan tayangan yang bervalue, mengandung pesan moral,  dan jauh dari hal-hal yang eksploitatif, adegan penuh bahaya, serta ungkapan-ungkapan tidak pantas disajikan,” katanya di depan perwakilan lembaga penyiaran yang hadir dalam acara FGD Pembinaan Program Siaran terkait Tayangan Ramah Anak dan Perempuan di kantor KPI Pusat, Rabu, 28 September 2016.

Hadir dalam acara tersebut, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Maria Ulfah Anshor.  Ulfah menyorot banyaknya pelanggaran dilakukan media terkait pemberitaan kasus kekerasan terhadap anak. Salah satunya mengenai siaran anak sebagai korban atau pelaku secara terbuka. Padahal hal itu bertentangan dengan Pasal 2 ayat 2 UU Perlindungan Anak.

Tak hanya siaran pemberitaan, KPAI juga mengeluhkan kualitas beberapa program acara dan tayangan sinetron yang bertemakan horor atau mistik, kekerasan dan mengandung hal-hal tak baik lainnya.

Terkait rendahnya kualitas isi siaran, narasumber lain dari Komnas Perempuan Mariana Amirudin menyatakan hal ini disebabkan kurangnya sumber daya manusia yakni tenaga kreatif. Hal ini tidak sejalan dengan arah industri televisi sebagai industri kreatif yang semestinya tidak henti menciptakan kreasi baru.

Mariana juga membahas siaran yang sesuai dengan konsep perlindungan terhadap perempuan. Menurutnya persoalan eksploitasi perempuan dalam siaran harus dilihat dari berbagai aspek. Jika perempuan tersebut sebagai obyek hal itu jelas tidak dibenarkan. Terkait kasus atlet renang yang diblur, Mariana menyatakan dia (atlet renang) sebagai subyek jadi tidak perlu berlebihan. “Kalau program acaranya uji nyali terus ada perempuan seksi hadir disitu sudah jelas ada unsur eksploitasinya,” jelasnya.

Tapi yang penting, kata Mariana, dalam konteks perlindungan perempuan, ketika perempuan  tampil di layar kaca jangan sampai memunculkan stigma, streotip atau pun persepsi. “Untuk lebih amannya, pelaku media dapat berkonsultasi terkait persoalan hak asasi, juga pada seniman, pengawas media, serta ahli visual sebelum  program tayang,” katanya mengusulkan.

Beberapa peserta yang berasal dari lembaga penyiaran ikut menyampaikan usulan terkait perbaikan kualitas tayangan seperti perlunya pembicaraan dengan kalangan rumah produksi terkait konten sinteron. Selain itu, penilaian terhadap sebuah program harus juga melihat konteks dan kontennya.

Di akhir acara, Komisioner KPI Pusat Dewi Setyarini meminta semua pihak khusus lembaga penyiaran untuk bersama-sama mengembalikan fungsi media sebagai wadah pendidikan, kontrol, pembangun ekonomi, dan pemberi informasi. “Memang sekarang semua serba bebas, tapi hal itu harus juga dibarengi dengan tanggungjawab,” paparnya.

Acara bertajuk pembinaan ini dihadiri pula Komisioner bidang Isi Siaran KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, sekaligus bertindak sebagai moderator. ***


Jakarta - Demi melengkapi pemantauan yang selama ini dilakukan oleh KPI Pusat berkenaan kewajiban maksimal waktu siaran iklan niaga untuk LPS sebagaimana ketentuan Pasal 46 ayat (8) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (selanjutnya disingkat UU Penyiaran); dan Pasal 21 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (selanjutnya disingkat PP LPS), maka KPI Pusat meminta 10 (sepuluh) Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) televisi Induk Sistem Stasiun Jaringan (SSJ), yang tengah memproses perpanjangan IPP, untuk melaporkan durasi serta prosentase Siaran Iklan Niaga per 10 (sepuluh) tahun terakhir,  dengan disertai dokumen-dokumen pendukung yang relevan. Sepuluh LPS TV Induk SSJ dimaksud adalah: RCTI, MNCTV, GLOBALTV, SCTV, INDOSIAR, TRANSTV, TRANS7, TVONE, ANTV, dan METROTV.

Berdasarkan Pasal 46 ayat (8) UU Penyiaran dan Pasal 21 ayat (5) PP LPS, waktu siaran iklan niaga yang boleh disiarkan LPS adalah paling banyak 20% (dua puluh perseratus) dari seluruh waktu siaran LPS yang bersangkutan. Pelanggaran terhadap ketentuan maksimum durasi siaran iklan niaga, sebagaimana ditetapkan Pasal 55 ayat (1) UU Penyiaran, dikenai sanksi administratif. Pasal 59 ayat (1) jo. Pasal 62 ayat (2) PP LPS menegaskan bentuk sanksi administratifnya berupa teguran tertulis yang dilakukan oleh KPI. Dan apabila pelanggaran masih terjadi setelah mendapat teguran tertulis 2 (dua) kali, maka LPS TV dikenai sanksi administrasi berupa denda administratif paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Sepuluh LPS TV Induk SSJ sebagaimana disebutkan di atas, telah menyampaikan laporan siaran iklan niaga selama 10 (sepuluh) tahun terakhir (2006 - 2015), dengan rekapitulasi per bulan dan tahun. Kesimpulan sementara KPI Pusat, dengan patokan sebagaimana ditetapkan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, maka peringkat rata-rata prosentase Siaran Iklan Niaga 10 LPS TV Induk SSJ per sepuluh tahun terakhir adalah:

1. SCTV : 18,28%
2. TVONE : 17,86%
3. ANTV : 17,58%
4. RCTI : 17,46%
5. TRANS7: 17,35%
6. TRANSTV: 17,21%
7. INDOSIAR: 16,34%
8. MNCTV: 13,52%
9. GLOBALTV: 13,28%
10. METROTV: 12,30%

Dilihat secara rata-rata per tahun masing-masing LPS TV Induk SSJ tersebut, tidak ada yang melampaui maksimal durasi siaran iklan niaga 20% (dua puluh per seratus). Prosentase tertinggi mendekati 20% adalah 19,9% (SCTV: 2011, 2012; dan INDOSIAR: 2012, 2013). Demikian pula dilihat secara rata-rata per bulan masing-masing LPS dimaksud, tidak ada yang melampaui maksimal durasi iklan niaga 20% (dua puluh per seratus). Namun, kecuali METROTV, semua LPS lainnya di beberapa bulan dalam beberapa tahun ada yang sampai di angka 20% (termasuk dengan yang pembulatan ke atas). Maka, dengan gambaran persentase durasi siaran iklan niaga sesuai laporan 10 (sepuluh) LPS TV Induk SSJ sebagaimana dijelaskan di atas, belum tampak adanya pelanggaran oleh LPS-LPS dimaksud atas ketentuan maksimal durasi siaran iklan niaga.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.