Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis dan Kapolri Tito Karnavian usai penandatanganan MoU di Mercure Ancol, Selasa (6/2/2018).

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menandatangani nota kesepahaman atau MoU (memorandum of understanding) tentang Penyelenggaraan Penegakan Hukum, Bantuan Teknis, dan Peningkatan Kemampuan Sumber Daya Manusia di Bidang Penyiaran. Penandatanganan dilakukan langsung Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis dan Kapolri Muhammad Tito Karnavian di Mercure Ancol, Selasa (6/3/2018). 

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam sambutannya usai penandatanganan MoU mengatakan, kerjasama ini dapat memberi harapan terhadap pengembangan penyiaran dan membuat informasi lebih baik sekaligus menyejukan. “Kami berterimakasih kepada Polri yang sudah mensinergikan kekuatan stakeholder untuk membangun negeri ini agar lebih baik lagi,” katanya di depan Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua KPK serta ratusan peserta Rakernis Bareskrim, Divisi Humas dan Divisi TIK Polri.

Andre mengatakan ada sekitar 940 lembaga penyiaran televisi yang terdiri atas 300 televisi berlangganan, 16 televisi jaringan nasional dan ratusan televisi lokal yang sudah berizin. Selain itu, terdapat 2612 lembaga penyiaran radio yang masuk dalam pengawasan KPI. “Kondisi ini membuat KPI perlu energi maksimal untuk mengawasi konten yang ada di Indonesia,” tambahnya.

Saat ini televisi mainstream dinilai sudah tertata dengan baik, yang jadi masalah sekarang adalah media sosial yang bergerak bebas tanpa pengawasan regulator. Menurut Yuliandre, hal ini menimbulkan lempar tanggungjawab soal siapa yang berwenangan melakukan pengawasan. “Mudah-mudahan perbaikan Undang-undang penyiaran dapat menyelesaikan hal ini,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat meminta dukungan Polri  jika ada konten-konten yang tidak baik untuk disampaikan ke KPI agar dapat direspon cepat dan maksimal.

Sementara itu, Kapolri Tito Karnavian mengatakan soal pentingnya media menyampaikan pesan-pesan yang positif, manfaat dan baik bagi publik. “Pemberitaan yang menenangkan dan memberi kedamaian bagi masyarakat terutama pada masa pilkada sekarang,” katanya.

Tito juga menyoroti persoalan pemberitaan hoax di media sosial yang membahayakan kehidupan bangsa. Menurutnya, informasi hoax harus dicegah agar dampak negatif dari informasi tersebut harus tidak menyebar. ***

Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, memberi penjelasan di Seminar Nasional IJTI, Jumat (3/2/2018).

 

Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Wahyu Setiawan, memberi apresiasi terhadap media yang mengikuti aturan untuk tidak memberitakan atau menayangkan iklan kampanye partai politik sebelum jadwal yang ditentukan. Hal itu disampaikan disela-sela Seminar Nasional bertajuk “Jurnalis Televisi, Pilkada Damai, Tanpa Sara” yang diselenggarakan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), di Hall Dewan Pers, Jumat (2/3/2018).

Menurut Wahyu, upaya yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan pendekatan persuasif ke lembaga penyiaran dinilai efektif meskipun ada beberapa yang belum patuh. “Bagi media yang belum ikut aturan, kita akan melakukan upaya-upaya penanganan, mulai dari peringatan sampai pada tindakan,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Wahyu menjelaskan, aturan yang dibuat bukan untuk membatasi lembaga penyiaran. Aturan tersebut dibuat justru untuk menegakan asas keadilan dan keberimbangan akses ke media.

“Kami sangat memahami kegelisahan media terkait larangan iklan kampanye tersebut tetapi pembatasan iklan kampanye di media massa ini justru demi memenuhi rasa keadilan bagi semua peserta Pemilu. Banyak peserta pemilu yang tidak cukup punya uang dan akses ke media, atau juga tidak punya media sendiri” pungkas Wahyu.

Pendapat yang sama juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono. Menurutnya, aturan yang dibuat bukan untuk melarang atau membatasi lembaga penyiaran. Dia berharap lembaga penyiaran memahami hal itu. “Bahwa ada ketidakjelasan atau dispute mari kita bicara lagi. Kami membuka diri dalam setiap kesempatan untuk membuka dialog. Kalo ada ketidakjelasan silahkan bertanya. Bahwa hal ini bukan pada satu titik berhenti. Marilah kita ikuti dengan aneka dinamika,” katanya. ***
   

Anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi, membacakan deklarasi diikuti Menteri Komuniikasi dan Informatika, Rudiantara, Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana bersama jajarannya, jajaran dan perwakilan pimpinan dan direksi pemberitaan, Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Karo Penmas Divisi Mabes Polri M Iqbal, Komisioner Bawaslu Muhammad Afifudin, dan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo di Hall Dewan Pers, Jumat (2/3/2018)

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) mendukung Deklarasi Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) untuk ciptakan Pilkada damai dan tidak menyinggung SARA. KPI Pusat berharap IJTI dapat menjunjung independensi, asas keberimbangan, menyampaikan fakta, menjaga kebhinekaan dan mencegah berita hoaks dalam Pilkada.

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, di Hall Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta, Jumat (2/3/2018).

“Kami berharap deklarasi dari IJTI dapat menciptakan penyelenggaraan Pemilukada serentak yang aman, lancar, damai dan sukses tanpa ada konflik apapun khususnya di media penyiaran,” kata Dewi yang juga ikut serta dalam pembacaan deklarasi.

Pembacaan deklarasi dilakukan Anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi, diikuti Menteri Komuniikasi dan Informatika, Rudiantara, Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana bersama jajarannya, jajaran dan perwakilan pimpinan dan direksi pemberitaan, Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Karo Penmas Divisi Mabes Polri M Iqbal, Komisioner Bawaslu Muhammad Afifudin, dan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo.

Berikut lima poin dalam deklarasi tersebut;

Pertama: Kami anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia berjanji merawat, menjaga serta menjalankan prinsip-prinsip independensi dalam setiap peliputan pilkada serentak di seluruh Indonesia.

Kedua: Kami anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia berkewajiban menyampaikan fakta dan peristiwa yang sebenarnya manakala melakukan peliputan pilkada serentak dengan memegang teguh prinsip-prinsip cover both side (berimbang).

Ketiga: Kami anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia berkewajiban untuk tidak menyampaikan berita bohong atau hoaks yang berpotensi menimbulkan kekisruhan atau kekacauan di masyarakat.

Empat: Kami anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia berkewajiban merawat atau menjaga dan memperjuangkan kebhinekaan Indonesia dengan tidak menyiarkan informasi yang berkaitan dengan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang bisa menimbulkan perpecahan.

Kelima: Kami ikatan Jurnalis Televisi Indonesia berjanji memegang teguh amanat Undang-Undang Penyiaran, kode etik, serta pedoman perilaku penyiaran dan Standar program siaran (P3SPS) dalam peliputan pilkada serentak. ***

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, menyampaikan pandangannya di Seminar Nasional Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) di Hall Dewan Pers, Jumat (2/3/2018).

 

Jakarta – Media arus utama seperti televisi diharapkan menjadi media penyejuk ketika berita yang mengandung pesan-pesan provokatif atau bahkan hoaks begitu mudah dibuat dan didistribusi oleh siapapun melalui media sosial. Pengaruh besar televisi dengan jangkauan yang luas dinilai efektif menciptakan ketenangan dan memberi informasi yang proporsional sesuai kebutuhan masyarakat, terutama pada saat berlangsungnya gawe politik seperti Pemilukada 2018.


Harapan tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, ketika menjadi narasumber Seminar Nasional Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Ikatan  Jurnali Televisi Indonesia (IJTI) di Hall Dewan Pers, Kebun Sirih, Jakarta, Jumat (2/3/2018).


Menurut Dewi, siaran atau pemberitaan televisi sebaiknya menghidari hal-hal yang dapat menimbulkan konfrontasi. “Informasi yang viral di media sosial yang isinya negatif, tidak benar dan sensitif, jangan mudah masuk di layar kaca. Sebaiknya, siaran televisi harus menjadi counter dari hal-hal negatif dengan mendinginkan suasana dengan distribusi informasi yang sejuk ke publik,” katanya di depan Anggota IJTI yang hadir.


Dewi juga meminta televisi untuk tidak menyampaikan informasi atau berita yang menyinggung isu SARA dalam Pilkada 2018 karena sangat sensitif dan mudah memunculkan gesekan hingga konflik. “Kami memberi catatan tebal soal SARA. Aturan P3 dan SPS mengatakan bahwa program siaran dilarang merendahkan orang karena perbedaan SARA, atau mempertentangkannya. Sebaiknya, media lebih cermat dan berhati-hati terkait isu ini,” tegasnya.


Harapan serupa juga disampaikan Karo Penmas Divisi Mabes Kepolisanan Republik Indonesia (Polri), M Iqbal. Di tengah pertarungan politik dengan berita-berita yang panas, media sebaiknya memposisikan sebagai pendingin suasana. “Media bersama-sama dengan Kepolisian harus menjaga stabilitas keamanan. Kita harap media televisi Indonesia bersatu tanpa konflik,” katanya. ***

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, menyampaikan presentasi di depan peserta seminar nasional di Universitas 17 Agustus  1945 Banyuwangi, Kamis (1/3/2018).

 

Banyuwangi – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, menandatangani nota kesepahaman atau MoU (Memorandum of Understanding) terkait riset mengenai keterbukaan informasi dan dunia penyiaran. Penandatanganan MoU dilakukan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, dan Rektor Untag Banyuwangi, Andang, di Auditorium Kampus Untag Banyuwangi, Kamis (1/3/2018).

Menyikapi kerjasama itu, Hardly mengatakan, MoU ini memiliki pengaruh positif bagi KPI karena semakin banyak lembaga yang menyosialisasikan fungsi lembaganya. Adapun bagi perguruan tinggi adalah tanggungjawab untuk meningkatkan upaya literasi atau kesadaran masyarakat terhadap media.

“Literasi dapat mengubah cara pandang masyarakat menjadi kritis terhadap media. Hal itu sangat bermanfaat bagi kami karena masukan publik bisa mendorong upaya peningkatan kualitas konten siaran dari waktu ke waktu,” kata Hardly.

Sementara itu, Rektor Untag Banyuwangi, Andang menyebut, kerjasama dengan KPI akan mempermudah mahasiswanya melakukan riset dan pembelajaran tentang penyiaran serta regulasinya. “Ini menjadi bagian upaya kita untuk memberikan edukasi masyarakat secara umum. Teman-teman harus memanfaatkan kesempatan ini untuk belajar tentang KPI,” katanya di depan ratusan mahasiswa Untag Banyuwangi yang hadir dalam acara tersebut.

Usai penandatanganan MoU, acara dilanjutkan dengan Seminar Nasional bertajuk “Keterbukaan Informasi Publik melalui Media Penyiaran untuk Terwujudnya Good Governance”. Hardly yang menjadi salah satu narsumber menyampaikan posisi media untuk senantiasa mengedepankan akurasi data. Sehingga, informasi yang disampaikan ke masyarakat tidak hanya dilakukan secara cepat tapi juga tepat.

“Jika ada penyampaian informasi yang berpotensi meresahkan dan menimbulkan kepanikan masyarakat seperti bencana alam, peristiwa kejahatan, dan kerusuhan, maka harus disertai dengan informasi badan publik yang kompeten menjelaskan penanganan yang dilakukan terhadap peristiwa yang terjadi. Dengan begitu, media arus utama seperti TV dan Radio akan senantiasa menjadi rujukan nomor satu dan akurat,” jelas Hardly.

Hardly juga menyampaikan, masyarakat memiliki hak untuk memperoleh dan mendapatkan informasi publik, baik dari media massa atau dari badan publik  secara langsung. Akan tetapi informasi tersebut harus dipergunakan secara bertanggung jawab. “Ini dalam rangka mendorong akuntabilitas badan publik sehingga mampu meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat,” paparnya.

Diakhir, Hardly berpesan untuk tidak memanfaatkan hak mendapatkan informasi tersebut untuk disalahgunakan seperti menyebarkan berita yang tidak baik atau tidak benar. Sebaiknya, gunakan informasi tersebut untuk hal yang baik dan positif. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.