Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan sanksi administrative berupa teguran kedua untuk program siaran “Anak Jalanan” yang ditayangkan RCTI. Sanksi ini diberikan karena program “Anak Jalanan” pada 22 Januari 2016 ditemukan melanggar aturan dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012. Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat tegurannya yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Jumat, 12 Februari 2016.

Program tersebut menayangkan adegan 2 (dua) orang pria yang melakukan freestyle menggunakan motor. Selain itu, terdapat adegan kejar-kejaran antara 3 (tiga) orang pria yang menggunakan motor dengan kecepatan tinggi di jalan raya. KPI Pusat menilai muatan demikian dapat memberikan dampak negatif dan berpotensi ditiru oleh khalayak yang menonton khususnya remaja. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan remaja dan penggolongan program siaran.

Selain itu, pada tanggal 27 Januari 2016 pukul 19.13 WIB KPI Pusat juga menemukan adegan perkelahian secara eksplisit yang dilakukan oleh sekelompok pria. Berdasarkan catatan KPI Pusat, program yang sama telah mendapatkan Surat Teguran Tertulis Nomor 24/K/KPI/01/16 tertanggal 11 Januari 2016.

“Kami akan terus melakukan pemantauan intensif terhadap program RCTI, jika masih ditemukan pelanggaran di kemudian hari, kami akan meningkatkan sanksi sesuai dengan Pasal 75 SPS KPI Tahun 2012,” kata Ketua KPI Pusat Judhariksawan.
 
KPI Pusat memutuskan bahwa program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 14 dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a.

KPI Pusat juga menyampaikan jika pihaknya menerima banyak keluhan masyarakat baik dari organisasi, instansi, dan orangtua yang mengkhawatirkan dampak tayangan tersebut terhadap perilaku anak-anak dan remaja yakni: konflik dan perkelahian, perilaku negatif mengebut di jalan raya, serta freestyle.

KPI Pusat juga meminta RCTI melakukan evaluasi internal agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, baik pada program sejenis maupun program lainnya. RCTI juga diminta menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang tayangan yang mengampanyekan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) hadir di layar kaca, karena melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI tahun 2012. Untuk itu, KPI sangat mengapresiasi kebijakan dari salah satu stasiun televisi yang memutuskan tidak memberikan ruang sama sekali bagi promosi LGBT.  Hal tersebut terungkap dalam acara diskusi terbatas tentang penyimpangan orientasi seksual di kantor KPI Pusat dengan pembicara Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, Komisioner KPI Pusat Agatha Lily dan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)  Asrorun Ni’am. 

Idy Muzayyad menjelaskan, larangan tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap anak dan remaja yang rentan menduplikasi perilaku menyimpang LGBT. Karenanya, baik televisi maupun radio, tidak boleh memberikan ruang yang dapat menjadikan perilaku LGBT itu dianggap sebagai hal yang lumrah.

“Aturan dalam P3 & SPS itu sudah jelas, baik tentang penghormatan terhadap nilai dan norma kesusilaan dan kesopanan, ataupun tentang perlindungan anak dan remaja yang melarang adanya muatan yang mendorong anak dan remaja belajar tentang perilaku tidak pantas dan/ atau membenarkan perilaku tersebut,” ujarnya. Selain itu, Idy mengingatkan bahwa dalam undang-undang penyiaran juga menegaskan bagaimana tujuan penyelenggaraan penyiaran. “Salah satunya untuk terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa”, ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman yang mengingatkan lembaga penyiaran tentang hal-hal apa saja yang dapat dikategorikan sebagai kampanye LGBT. KPI sendiri berharap meskipun regulasi sudah jelas memberikan pembatasan dan larangan, hati nurani pelaku industri penyiaran ikut digunakan. Ke depan, ujar Idy, bila diperlukan akan dibuat batasan yang lebih rinci lagi di P3 & SPS, agar TV dan radio tidak salah dalam penayangan program terkait LGBT. Sikap KPI ini sejalan dengan sikap Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah yang menolak promosi dan legalisasi terhadap LGBT.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta lembaga penyiaran untuk lebih berhati-hati menayangkan iklan produk yang ditujukan bagi khalayak dewasa. Pasalnya, KPI mendapatkan penayangan iklan untuk khalayak dewasa yakni iklan “Tongli” (iklan suplemen yang dapat meningkatkan stamina lelaki) dengan muatan yang tidak layak atau tidak pantas. KPI Pusat juga meminta untuk mengubah konten iklan tersebut sehingga tidak menyalahi ketentuan yang berlaku. Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat imbauan yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Judhariksawan ke seluruh lembaga penyiaran televisi, Kamis, 11 Februari 2016.

Menurut penjelasan di surat imbauan KPI, iklan “Tiongli” menampilkan seorang pria dewasa yang melakukan gerakan vulgar dengan dikelilingi beberapa wanita. Selain itu terdapat muatan jingle dengan lirik, “Oh, Bang Otong pengen hebat kayak Bruss Li, dipanggil-panggil eh Bang Otong sudah berdiri…”. KPI Pusat menegaskan muatan tersebut dinilai tidak pantas/layak.

Dalam edaran tersebut, KPI Pusat mengingatkan seluruh lembaga penyiaran bahwa iklan produk yang ditujukan bagi khalayak dewasa wajib ditayangkan pada jam tayang dewasa yakni pukul 22.00-03.00 waktu setempat. Selain itu lembaga penyiaran juga wajib memperhatikan muatan iklan, seperti lirik lagu, narasi, ataupun adegan, yang disiarkan agar tidak bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. ***

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan terima kasih pada masyarakat Indonesia yang ikut berpartisipasi dalam Uji Publik dengan memberikan catatan dan masukan (kepada KPI terhadap program siaran dari 10 televisi swasta yang bersiaran jaringan secara nasional, yang berakhir 31 Januari lalu. Partisipasi masyarakat yang disampaikan melalui surat elektronik tersebut mencapai 5.750 surat, baik yang disampaikan secara perorangan ataupun lembaga. Dari surat elektronik tersebut, KPI menerima kritikan, saran hingga apresiasi atas tayangan 10 (sepuluh) televisi swasta yang bersiaran jaringan secara nasional. Hingga saat ini, data partisipasi masyarakat ini masih diolah lebih detil, mengingat nantinya akan menjadi salah satu pertimbangan dalam proses Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) antara KPI dengan stasiun televisi.

Dalam proses perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) ini, KPI akan memberikan fokus penilaian di aspek program siaran yang didasarkan pada dua hal, yakni; 1. kepatuhan stasiun televisi pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS),  2. implementasi program lokal dalam sistem stasiun jaringan (SSJ).
Untuk kepatuhan pada P3 & SPS, evaluasi KPI terkait hal ini didasarkan pada 3 (tiga) komponen yaitu:
1.    Rekapitulasi sanksi yang dijatuhkan KPI kepada setiap televisi selama 10 (sepuluh) tahun terakhir.
2.    Penilaian dari tim panel ahli
3.    Masukan  masyarakat yang menjadi bagian dari verifikasi faktual secara sosiologis di masyarakat.

Terkait implementasi SSJ oleh 10 (sepuluh) televisi itu, KPI mengevaluasi relay dari stasiun induk maksimal 90 (sembilan puluh) persen. Sementara anggota jaringan memiliki kewajiban menyiarkan program lokal minimal 10 (sepuluh) persen. Atas implementasi program lokal dalam SSJ ini, KPI sudah melakukan evaluasi berdasarkan data Juni-Agustus 2015. Pada proses perpanjangan izin ini, KPI mendorong televisi untuk memperbaiki implementasi program lokalnya dalam SSJ. Hal ini dikarenakan ke-sepuluh televisi tersebut, berdasar data Juni-Agustus 2015, belum ada yang memenuhi regulasi.

Hingga Februari 2016 ini, KPI sudah melakukan verifikasi administratif dan faktual terhadap semua 10 (sepuluh) stasiun televisi tersebut. Agenda selanjutnya adalah Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) untuk mengeluarkan Rekomendasi Kelayakan (RK). Selanjutnya, bagi televisi yang mendapatkan RK akan diikutkan dalam Forum Rapat Bersama (FRB) antara KPI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berupaya mengaktifkan kembali penggunaan bahasa isyarat dalam program siaran di semua lembaga penyiaran televisi yang berjaringan secara nasional. Keinginan tersebut mencuat dalam pertemuan bertajuk fokus grup diskusi (FGD) dengan tema “Translasi Materi Program Siaran TV ke dalam Bahasa Isyarat” yang dihadiri perwakilan lembaga penyiaran, yayasan tunarungu, guru-guru Sekolah Luar Biasa (SLB), tranlator bahasa isyarat, dan stakeholder terkait lainnya, Rabu, 10 Februari 2016. Saat ini, hanya lembaga penyiaran publik TVRI yang masih bertahan menyisipkan penerjemahan bahasa isyarat dalam program acaranya.

UU Penyiaran menjamin bahwa hak memperoleh informasi adalah hak mutlak bagi setiap warga negara tanpa memandang kelompok Jaminan ini harusnya juga diberikan kepada mereka yang memiliki disabilitas seperti tuna rungu.

Komisioner KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin di awal pertemuan menyampaikan, dari 15 stasiun TV yang berjaringan nasional dan bersiaran selama 24 jam yang terpantau KPI hanya satu TV yang menyiarkan bahasa isyarat. Padahal, pasal 39 ayat 3 UU Penyiaran No.32 tahun 2002 menyatakan jaminan akan hak informasi dengan ketersediaan penerjamahan. Sayangnya, pasal dalam UU tersebut tidak tegas mewajibkan alias boleh dilakukan atau pun tidak.

“Namun dalam aturan yang dibuat KPI, kita menjamin hak-hak tersebut di dapatkan kelompok-kelompok yang dimaksud. Karena itu, kita mengundang semua lembaga penyiaran televisi untuk membicarakan hal ini,” kata Rahmat di depan peserta diskusi yang hadir di ruangan rapat utama KPI Pusat.

Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengatakan, diskusi ini merupakan kelanjutan dari acara yang diadakan Kementerian Sosial. Dari acara tersebut disimpulkan bahwa penggunaan penerjemah bahasa isyarat untuk acara di TVRI harus dipertahankan. Pada tahun 1994, TVRI, RCTI, SCTV dan TPI menyiarkan penerjemahan dengan bahasa isyarat. “Kami ingin stasiun televisi swasta juga dapat menyiarkan bahasa isyarat dalam siarannya,” harap Idy.

Pernyataan senada juga disampaikan Koordinator bidang Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat Agatha Lily. Menurutnya, semua pihak termasuk lembaga penyiaran harus peduli terhadap saudara kita penyandang disabilitas tersebut. “Bermula dari ruangan ini, kita berharap lembaga penyiaran televisi berkomitmen untuk kembali menyiarkan penggunaan bahasa isyarat,” kata Lily.

Di tempat yang sama, Direktur Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, Kementerian Sosial (Kemensos) Nahar menyampaikan bahwa penggunaan bahasa isyarat dalam siaran sangat  diperlukan penyandang disabilitas. Bahasa isyarat diibaratkan jembatan bagi mereka memahami maksud dari isi siaran. “Jangan sampai terjadi ketidakpahaman dalam mentransferkan pesan. Ini bukan hanya persoalan mereka, tapi juga menjadi persoalan kita. Hak mereka harus kita perhatikan. Mari kita berbuat lebih baik untuk mereka,” papar Nahar penuh harapan.

Dalam kesempatan itu, Rahmita, perwakilan asosiasi mengharapkan TV swasta dapat menyediakan fasilitas bahasa isyarat bagi penyandang tunarungu. Pemenuhan bahasa isyarat di TV dapat berupa bahasa isyarat dan running text. Harapan yang sama juga disampaikan Surya Sahetapy, Hakim (Persatuan Tuna Rungu Indonesia), dan Bambang (Gergatim).

Sementara itu, perwakilan lembaga penyiaran yang hadir dalam diskusi menyatakan perlunya dibuat payung hukum atau regulasi dari pemerintah yang mencantumkan kewajiban penggunaan bahasa isyarat dalam siaran. Seperti yang disampaikan Dea dari RCTI, Eko dari Kompas TV. Irvan dari ANTV, dan Henny dari Metro TV.

Di akhir pertemuan itu, Wakil Ketua KPI Pusat mengatakan pihaknya akan segera mengeluarkan surat edaran bagi lembaga penyiaran televisi untuk menyiarkan penggunaan bahasa isyarat dalam siarannya. Penggunaan bahasa isyarat tidak diarahkan untuk program tertentu tapi lebih kepada mengawalinya pada program apa. “Kami tunggu aksi nyata teman-teman di lembaga penyiaran,” tandas Idy. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.