Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada3 (tiga) lembaga penyiaran televisi dan 1 (satu) lembaga penyiaran radio, atas pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI 2012 dalam peliputan ledakan yang terjadi di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat (14/1). Televisi yang mendapatkan sanksi adalah TVONE, Indosiar dan INEWS, sedangkan radio yang dijatuhkan sanksi adalah ELSHINTA.

Pada stasiun TVONE , KPI menemukan pelanggaran P3 & SPS saat program jurnalistik “Breaking News” menampilkan visualisasi mayat yang tergeletak di dekat Pos Polisi Sarinah yang merupakan lokasi ledakan peristiwa ledakan. Gambar tersebut ditayangkan tanpa adanya penyamaran (blur), sehingga terlihat secara jelas. Selain itu, pada program ini pula ditampilkan informasi yang tidak akurat tentang “Ledakan Terjadi di Slipi, Kuningan, dan Cikini”. Kalimat yang tampil di layar ini, meskipun kemudian dikoreksi, tentunya telah menimbulkan keresahan masyarakat. Hal ini melanggar prinsip-prinsip jurnalistik tentang akurasi berita serta larangan menampilkan  gambar korban atau mayat secara detil.

Munculnya gambar mayat juga ditemukan KPI pada program jurnalistik “Patroli” yang disiarkan stasiun televisi Indosiar pada pukul 11.05. KPI mendapati adanya tampilan potongan gambar yang memperlihatkan visualisasi mayat yang tergeletak di dekat Pos Polisi Sarinah yang merupakan lokasi peristiwa ledakan. Gambar tersebut ditayangkan tanpa disamarkan (blur) sehingga terlihat secara jelas. KPI menilai penayangan tersebut tidak layak dan tidak sesuai dengan etika jurnalistik, serta mengakibatkan ketidaknyamanan terhadap masyarakat yang menyaksikan program tersebut. Visualisasi mayat korban ledakan juga ditemukan pada program Breaking News di INEWS TV. Selain itu, program ini juga menampilkan informasi yang tidak akurat “Ledakan Juga Terjadi di Palmerah”. Padahal berita tentang ledakan di tempat lain itu tidak benar.

Sementara untuk stasiun radio ELSHINTA, didapati beberapa kali menyampaikan berita bahwa terjadi ledakan di beberapa lokasi selain yang terjadi di kawasan Sarinah, Thamrin. KPI menilai telah terjadi pelanggaran prinsip jurnalistik seperti yang telah diatur dalam P3 & SPS oleh keempat lembaga penyiaran ini. Sanksi administratif berupa teguran tertulis, telah dilayangkan KPI kepada lembaga penyiaran yang disebut di atas.

KPI berharap, penjatuhan sanksi ini dapat dijadikan pelajaran bagi lembaga penyiaran lainnya. P3 & SPS KPI sudah jelas mengatur hal-hal mana yang dapat muncul di televisi dan radio pada peliputan musibah. Lembaga penyiaran harus menyadari fungsi yang diembannya dalam penyelenggaraan penyiaran, yakni memberikan informasi yang benar, seimbang dan bertanggung jawab. Hingga saat ini, KPI masih terus melakukan pemantauan dan verifikasi terhadap siaran di televisi dan radio lainnya, terkait peliputan ledakan ini.


Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta semua stasiun televisi  dan radio hanya menyiarkan berita dari otoritas yang berwenang, terkait perisitiwa ledakan di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat hari ini (14/1). Jangan sampai televisi menampilkan berita yang tidak akurat sehingga semakin menambah kepanikan masyarakat. Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyyad, menanggapi pemberitaan ledakan yang dilakukan oleh lembaga penyiaran, televisi dan radio.

Dalam pantauannya, Idy menemukan ada stasiun televisi yang menyiarkan berita yang tidak benar, meskipun selanjutnya melakukan koreksi.  “Padahal berita tersebut, tentunya sudah menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran di masyarakat”, ujarnya. Idy berharap lembaga penyiaran baik televisi dan radio ikut meredam berita-berita palsu yang beredar melalui pesan berantai di telepon seluler. Dengan demikian masyarakat terbantu mendapatkan berita yang benar dan terhindar dari ketakutan massal akibat berita-berita palsu tersebut.

Selain itu Idy mengingatkan bahwa dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI tahun 2012 telah mengatur tentang peliputan terorisme dan peliputan bencana. Untuk itu, Idy berharap lembaga penyiaran tidak keluar dari aturan yang telah ditetapkan. Termasuk soal penayangan korban musibah, yang juga secara tegas telah diatur boleh dan tidak penayangan gambarnya.

Merujuk pada P3 & SPS pula, Idy menegaskan bahwa setiap pelanggaran pada aturan penyiaran, memiliki efek sanksi, mulai dari teguran, pengurangan durasi hingga penghentian sementara program siaran.  “Kita tentunya menginginkan stasiun televisi dapat sesuai dengan arah penyiaran diantaranya memberikan informasi yang benar, seimbang dan bertanggung jawab”, ujarnya. Selain tentu saja, menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, di saat bangsa ini menghadapi serangan terror yang mencederai rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) melayangkan surat peringatan kepada program siaran jurnalistik “Target Operasi” Metro TV. Peringatan ini terkait tayangan  tanggal 04 Januari 2016 pukul 21.06 WIB pada program tersebut. Demikian disampaikan dalam surat peringatan KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, Selasa, 12 Januari 2016.

Menurut KPI Pusat, dalam tayangan dalam program siaran tersebut terdapat adegan yang dinilai tidak memperhatikan ketentuan tentang prinsip-prinsip jurnalistik dan wawancara anak di bawah umur sebagai narasumber sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012.

Walaupun telah dilakukan penyamaran wajah sang anak, program tersebut beberapa kali menampilkan wawancara kepada seorang anak di bawah umur yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

KPI Pusat menilai adegan tersebut tidak dapat ditayangkan karena dapat menimbulkan dampak traumatik bagi anak yang menjadi korban kekerasan. Perlu diingat, dalam program siaran dilarang mewawancarai anak-anak dan/atau remaja berusia di bawah umur 18 tahun mengenai hal-hal di luar kapasitas mereka untuk menjawabnya seperti kematian, perceraian, perselingkuhan orangtua dan keluarga, serta kekerasan, konflik, dan bencana yang menimbulkan dampak traumatik.

Dalam surat tersebut KPI Pusat meminta Metro TV menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program dan diharapkan terdapat perbaikan pada program siaran tersebut sehingga sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS. ***

Jakarta - Kasus teror dan peledakan yang terjadi di kawasan Thamrin, pagi tadi (14/1), sungguh melukai masyarakat Indonesia khususnya Jakarta. Tragedi ini telah mengganggu dan merusak ketenangan masyarakat. Kita semua termasuk media massa tentu mengutuk perbuatan yang tidak berperikemanusiaan. Media massa baik televisi maupun radio di Indonesia mempunyai peran yang sangat besar dalam menyampaikan informasi, kronologi dan jumlah korban akibat tragedi ini. Melalui media massa, masyarakat mendapatkan informasi sehingga dapat lebih berhati-hati dimanapun berada.

Namun demikian berdasarkan pemantauan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat,  telah ditemukan sejumlah pemberitaan yang tidak patut, tidak akurat bahkan dilebih-lebihkan sehingga menimbulkan kepanikan terkait tragedi ini. Hal tersebut mencakup:

1.    Lokasi kejadian. Beberapa televisi dan radio memberitakan adanya teror susulan di Cikini, Slipi, Kuningan, Palmerah dan Tangerang. Padahal pihak kepolisian menyampaikan bahwa informasi tersebut tidak akurat dan berasal dari sumber yang tidak bertanggung jawab.
2.    Pengambilan gambar korban dalam keadaan luka dan darah sehingga menimbulkan kengerian.

Lembaga penyiaran baik televisi maupun radio seharusnya memahami prinsip-prinsip jurnalistik dalam menyajikan berita yakni akurat, tidak membuat berita bohong, tidak mengeksploitasi korban dan tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi.

KPI memberikan apresiasi kepada media yang secara sungguh-sungguh melakukan proses verifikasi sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang tepat. Di tengah tragedi ini, media massa sepatutnya mengutamakan tanggung jawab sosial (social responsibility) agar dalam semua pemberitaannya bukan hanya mengejar aktualitas belaka melainkan melakukan proses verifikasi sehingga berita yang disajikan tidak menebarkan kepanikan di masyarakat.

Komisi Penyiaran Indonesia menyampaikan turut berduka sedalam-dalamnya atas terjadinya ledakan di kawasan Thamrin. KPI berharap agar media dapat mendukung pemerintah dalam upaya menindak para pelaku dan mengembalikan ketenangan seluruh masyarakat Indonesia dengan menyajikan berita yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. (Mega Ratna Juwita)

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan sanksi kepada lembaga penyiaran sepanjang tahun 2015 mencapai 266. Jumlah tersebut terdiri atas 227 teguran tertulis, 34 teguran tertulis kedua dan 5 penghentian sementara. Sedangkan berdasarkan kategori pelanggaran, dominasi sanksi didapat karena terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan anak dan remaja, pelanggaran kesopanan dan kesusilaan, serta pelanggaran prinsip jurnalistik.

Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad menjelaskan bahwa selama ini KPI sudah melakukan pembinaan kepada lembaga penyiaran, sebagai tindakan preventif agar program-program siaran yang hadir di tengah masyarakat tidak dipenuhi dengan muatan negatif. “Setidaknya KPI sudah mengeluarkan 131 surat peringatan dan 29 surat edaran kepada lembaga penyiaran terhadap muatan program siaran yang dikhawatirkan berpotensi melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS),” ujar Idy. Diantaranya peringatan tentang adanya unsur-unsur kekerasan pada program siaran jurnalistik dan edarah mengenai praktik astral projection dan penayangan film lepas komedi dewasa.  “Astral projection adalah praktik pemisahan roh dari raga orang yang bersangkutan, sehingga orang tersebut dapat menceritakan pengalamannya saat jiwanya dipisah dari raga, muatan seperti ini jelas tidak dapat hadir di televisi” ujar Idy.

Secara umum, pada tahun ini terjadi peningkatan sanksi dari KPI kepada lembaga penyiaran, mengingat tahun 2014, KPI hanya mengeluarkan 184 sanksi. “Berarti tahun ini ada peningkatan sanksi sebanyak 44%, jika dibandingkan tahun lalu,” ujar Idy. Namun  Idy melihat ada penurunan sanksi berat berupa pengurangan durasi dan penghentian sementara pada tahun ini. Jika di tahun 2014 terdapat 3 program yang mendapatkan sanksi pengurangan durasi, tahun 2015 sanksi tersebut tidak ada sama sekali. Sedangkan untuk sanksi penghentian sementara, tahun 2014 mencapai 7 program, sedangkan pada tahun ini sanksi tersebut hanya 5 program saja.


Idy mengingatkan agar lembaga penyiaran turut merasakan keresahan masyarakat atas kualitas program siaran yang masih rendah. Survey yang dilakukan KPI Pusat sepanjang tahun 2015 di sembilan kota besar ternyata sebangun dengan aduan  masyarakat dan rekapitulasi sanksi dari KPI. Idy menegaskan bahwa dalam proses evaluasi perpanjangan izin penyelenggaraaan penyiaran (IPP) lembaga penyiaran pada tahun 2016 nanti, akumulasi sanksi yang diterima lembaga penyiaran akan menjadi salah satu kriteria penting dalam menilai layak atau tidaknya IPP dari lembaga penyiaran tersebut diperpanjang lagi.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.