Jakarta -- Lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) telah mengubah prosedur seluruh perizinan berusaha termasuk perizinan untuk penyelenggaraan usaha penyiaran menjadi lebih ringkas. Efektifitas dan efesiensi perizinan menjadi kunci utama dari lahirnya UU yang merupakan penyederhanaan dari sejumlah UU yang ada.  

“Pemerintah meringkas beberapa undang-undang agar tercipta efisiensi dan efektifitas terutama dalam proses perizinan. Ini adalah semangat dari terciptanya UU Cipta kerja,” kata Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat membuka diskusi bertajuk “Program Siaran dalam Penyelengaraan Penyiaran Pasca UUCK” di Yogyakarta, pekan lalu.

Dia menambahkan, kehadiran UU ini dimaksudkan juga untuk merangsang dan membuka peluang bisnis di semua sektor kehidupan termasuk penyiaran. Semakin ringkasnya proses perizinan akan memudahkan setiap investor yang ingin berusaha di tanah air. “Ini akan merangsang peluang untuk investasi dari luar negeri dan dalam negeri,” ujar Agung.

Terkait hal ini, Agung menilai, UU Cipta Kerja membuat entitas perizinan menjadi dua yakni di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) serta KPI. Kemkominfo punya kewenangan dalam teknis dan administasi, sedangkan KPI dalam hal pengawasan program siaran. 

“Pengawasan ini terbagi menjadi dua yakni untuk program siaran tingkat pusat dan siaran lokal  atau SSJ (Stasiun Siaran Jarigan). Program siaran pusat diawasi oleh KPI Pusat. Bila ada pelanggaran maka KPI dapat memberikan sanksi. Sedangkan KPID memiliki kewenangan pengawasan siaran lokal. Jika ada lembaga penyiaran yang kurang dalam ketentuan siaran lokal 10%, maka KPID dapat memberikan sanksi,” jelas Agung. 

Oleh karena itu, posisi KPI dalam rantai perizinan penyiaran adalah memberikan rekomendasi kepada Pemerintah cq Kemkominfo berdasarkan pengawasan isi siarannya. “Rekomendasi ini, termasuk untuk proses perpanjangan dan izin baru,” tegas Agung. 

Dalam kesempatan itu, Agung mengusulkan kepada BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) untuk memasukkan program siaran masuk ke dalam syarat perpanjangan izin lembaga penyiaran. “Karena itu, kami mengundang BKPM agar proses perizinan di KPI dalam pengawasan program isi siaran dapat dimasukkan ke OSS dan bila memungkinkan KPI diberikan akses teradap OSS terkait pemberian izin berusaha,” pintanya. 

Pernyataan senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza. Dia mengatakan peran KPI dalam sistem perizinan pasca UU Cipta Kerja adalah mengatur isi siaran. “Kredibilitas konkrit peran KPI lainnya adalah peran terkait isi siaran di OSS (Online Single Submission). Kami menjaga kesanggupan pemohon memenuhi kewajiban terkait isi siaran,” katanya.

Sementara itu, Direktur Pelayanan Perizinan Berusaha BKPM, Ariesta Riendrias Puspasari, menyampaikan adanya UUCK telah mengubah basis perizinan berusaha ke basis berisiko. Menurutnya, berdasarkan Pasal 6 UUCK, peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha meliputi penerapan perizinan berusaha berbasis risiko, penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha, penyederhanaan perizinan berusaha sector dan penyederhanaan investasi.

“Dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (7) UUCK, perizinan berusaha berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha.Tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha ditetapkan menjadi kegiatan usaha berisiko rendah, kegiatan usaha berisiko menengah dan kegiatan usaha berisiko tinggi,” jelasnya.

Dia menjabarkan sistem OSS berbasis risiko terbagi menjadi 3 sistem yakni subsistem informasi mencakup informasi umum terkait penanaman modal (persyaratan, tahapan risiko, daftar prioritas investasi, informasi lokal, user manual, kamus, FAQ, mekanisme dan simulasi perizinan berusaha berbasis risiko. Kemudian, subsistem perizinan mencakup validasi (Dukcapil, Imigrasi, DJP, ATR/BPN), smart engine (profil, persyaratan, SOP), eisk management engine, output (penerbitan NIB, sertifikat standar, dan izin), konektivitas dengan K/L/D, dan pemberian fasilitas (tax holiday, tax allowance, fasilitas di KEK, serta masterlist).

“Lalu, ketiga subsistem pengawasan yang mencakup pengawasan terhadap perizinan berusaha, baik yang bersifat rutin maupun yang bersifat insidental. Pelaksanaan pengawasan di tingkat pusat dikoordinasikan oleh BKPM, sedang di tingkat daerah dikoordinasikan oleh DPMPTSP Provinsi/Kabupaten/Kota,” kata Ariesta.

Pada kesempatan itu, Ariesta menyampaikan dasar hukum perizinan penyelenggaraan penyiaran (IPP) OSS yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telemkomunikasi dan Penyiaran, Permen Kominfo No. 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran. Dan aturan BKPM: Peraturan BKPM No 3,4 dan 5 Tahun 2021. ***/Foto: AR/Editor:MR

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta tim seleksi KPI Daerah Riau memperhatikan keterwakilan perempuan dalam proses seleksi yang dilakukan untuk menjaring anggota KPID Riau periode 2021-2024. Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Mohammad Reza, menegaskan bahwa keterwakilan perempuan di KPID jangan sampai diabaikan. Pengawasan terhadap konten televisi dan radio harus memberi ruang yang layak pada kaum perempuan. Hal tersebut disampaikan Reza saat menerima kedatangan tim seleksi KPID Riau yang dipimpin oleh Aidil Harris ke kantor KPI Pusat, (5/10).

Dalam pertemuan tersebut disampaikan tahapan yang sudah dilalui oleh tim seleksi dalam rangka menjaring 21 nama calon anggota KPID Riau periode 2021-2024. Selain itu, disampaikan juga beberapa masalah yang timbul diantaranya soal calon petahana, independensi calon, hingga mekanisme uji publik dalam menjaring masukan masyarakat terhadap calon anggota KPID. 

Pada kesempatan itu, Sekretaris KPI Pusat Umri mengingatkan ketentuan terhadap calon anggota KPID yang merupakan Aparat SIpil Negara (ASN). “Untuk ASN, ada ketentuan khusus yang harus dipenuhi jika mendaftar sebagai anggota KPID, diantaranya surat izin dari pimpinan,” ujarnya. Hal ini merujuk pada aturan di  Undang-Undang Aparat Sipil Negara tentang keikutsertaan ASN dalam lembaga nonstruktural. 

Terkait dengan independensi calon, Reza memaparkan bahwa calon anggota KPID berkewajiban membuat surat pernyataan tertulis tidak terafiliasi dengan partai politik. Jika memang ada masukan dari masyarakat yang mempertanyakan soal independensi dan netralitas tersebut, baiknya dilengkapi dengan bukti tertulis agar mudah dilakukan tindak lanjut baik oleh tim seleksi atau pun oleh Komisi I DPRD. /Editor:MR

 

 

Jakarta - Adanya tuduhan kasus kekerasan seksual dan perundungan di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan bahan evaluasi internal bagi pembenahan lembaga ke depan. Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah mengatakan, para prinsipnya KPI telah menyerahkan kasus ini untuk ditangani oleh penegak hukum, dalam hal ini pihak kepolisian. Namun secara internal, KPI juga akan melakukan pembenahan diantaranya dengan melakukan evaluasi terhadap budaya dan relasi kerja yang terbangun di KPI. Selain itu KPI juga akan berecana Menyusun aturan dan modul untuk pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual dan perundungan. Hal ini tentunya bertujuan agar tumbuh lingkungan kerja yang sehat di KPI. Nuning menyampaikan hal tersebut saat menerima Koalisi Masyarakat Peduli Korban Kekerasan Seksual Dalam Lembaga Negara di kantor KPI Pusat, (5/10). 

Perwakilan Koalisi yang turut hadir dalam pertemuan ini adalah LBH APIK, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), LBH Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Suara Kita, Warta Feminis, Konde.co, dan Kapal Perempuan. Pada pertemuan tersebut, Hartoyo dari Suara Kita mengemukakan pendapat bahwa KPI seharusnya membentuk tim independen yang mengikutsertakan pihak eksternal KPI dalam mengusut tuduhan kasus pelecehan dan perundungan di lingkungan kerja KPI. 

 

Hartoyo mengungkap, kasus kekerasan seksual merupakan kasus yang sulit untuk dibuktikan jika merujuk pada hukum yang ada sekarang. Dari sekian ratus aduan yang diterima organisasi kelompok perempuan, hanya sedikit saja yang dapat dibuktikan dan diputus bersalah oleh hukum. Oleh karenanya, merujuk pada Konvensi ILO, seharusnya korban-korban kekerasan seksual dapat menerima keadilan dalam bentuk lain jika hukum formal menyatakan kasus tersebut tidak terbukti. 

Koalisi sendiri mengapresiasi rencana KPI menyusun pedoman internal untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan kerja. Adapun harapan lain yang disampaikan kepada KPI adalah terjaminnya hak korban dalam proses penyelesaian kasus seperti perlindungan dan keamanan korban, hak korban sebagai pekerja dari penanganan hingga pemulihan. Selain itu, Hartoyo pun menilai, untuk terduga pelaku juga harus dibantu melakukan rehabilitasi terhadap cara pandangnya. KPI juga diharap memberikan bantuan psikologis terhadap keluarga korban dan terduga pelaku. 

KPI sendiri, sejak awal merebak tuduhan ini telah menempatkan diri untuk membela korban. Salah satunya dengan memberi pendampingan pada korban untuk membuat laporan ke pihak kepolisian. Ditegaskan pula oleh Nuning, sejak awal pihaknya konsisten agar kasus ini ditangani oleh penegak hukum. “Para pimpinan, pejabat dan staf di KPI juga sudah memenuhi panggilan dari pihak kepolisian dan juga KOMNAS HAM untuk memberi keterangan,” ujar Nuning.  

Sementara itu Sekretaris KPI Pusat, Umri, menjelaskan langkah yang sudah diambil KPI dalam menangani kasus ini. Ke depan, Umri berharap masukan dari semua pihak dalam penyusunan aturan atau standarisasi perilaku di lingkungan kerja yang dapat mencegah terjadinya perilaku kekerasan. Sedangkan Nuning sendiri berharap, selain mengawal kasus tuduhan kekerasan seksual dan perundungan, Koalisi ini juga ikut memberikan perhatian terhadap konten-konten penyiaran yang tidak sensitif gender dan berpotensi menjadi promosi terhadap perilaku kekerasan terhadap perempuan. Diantaranya program siaran yang memposisikan perempuan di pihak yang lemah dan tidak memberi pesan yang tegas terhadap perilaku ketidakadilan.

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menemukan siaran yang tidak pantas dalam program siaran iklan “Promo Program Podcast Pasar Kaget” di Radio RDI FM Jakarta. Siaran itu berupa potongan candaan yang asosiatif bernuansa seksual/cabul dan perilaku “Gay” tanpa penjelasan yang memadai sebagai bentuk perbuatan penyimpangan seksual. Candaan ini ditemukan pada promo program tanggal 13 September 2021 pukul 20.46 WIB.

Adapun bentuk potongan pembicaraannya yakni:“..gue kan ngga gede-gede amat jadi masuknya gampang..”, “..cuma kan namanya eike belum ada persiapan, masih belum dicuci bersih kan pas dia nyodok, nyodok, nyodok pas ditarik keluar bareng kangkung wek..”, “..pas ditarik lapis pertama kangkung, lapis kedua kelinci..”, “..tapi kalau gay yang laki itu ngga ketebak lho..”, “..nah itu yang gue takutin..”, “..nah itu dia..”, “..yang ada lagunya lecet lagi lecet lagi gara-gara si homo lewat..”. 

Selain itu, tim pemantauan langsung radio KPI juga menemukan muatan serupa pada tanggal 16 September 2021 pukul 20.45 WIB di RDI FM.

Berdasarkan hasil keputusan rapat penjatuhan sanksi KPI, siaran candaan tersebut telah melanggar 10 pasal dalam P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) KPI tahun 2012. KPI memutuskan menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama untuk program siaran iklan “Promo Program Podcast Pasar Kaget” Radio RDI FM Jakarta. Adapun pasal-pasal yang dilanggar menyangkut aturan tentang penghormatan terhadap nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan di masyarakat, perlindungan terhadap anak dan remaja, penggaturan waktu siar serta kewajiban untuk tunduk pada etika pariwara yang berlaku. 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan lembaga penyiaran khususnya radio harus berhati-hati dan sebaiknya menghindari segala bentuk candaan bernada asosiatif. Menurutnya, candaan asosiatif seperti ini dinilai sebagai tindak pelanggaran terhadap penghormatan etika dan norma yang berlaku di tengah masyarakat.

“Dan ini jelas melanggar peraturan P3SPS. Bahwa segala bentuk siaran atau iklan yang menjurus asosiatif tidak diperbolehkan, meskipun itu dalam bentuk candaan. Siaran haruslah memberi rasa aman dan nyaman bagi siapapun. Program siaran itu wajib berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan dampak negatif terhadap keberagaman norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh masyarakat,” kata Mulyo.

Dalam kesempatan itu, Mulyo meminta seluruh lembaga penyiaran khususnya radio agar lebih berhati-hati dan selektif memilih bahan candaan untuk disiarkan, baik itu untuk program promo maupun mengisi program lainnya. “Memang rasanya tidak asyik jika siaran di radio tidak dibumbui dengan candaan-candaan atau humor, pastinya hambar. Jadi yang harus diperhatikan adalah bentuk candaannya, jangan sampai mengarah pada hal-hal yang berasosiasi cabul, tak pantas, atau juga SARA,” jelas Mulyo. ***

 

 

Jakarta - Ketentuan alokasi Program Siaran Lokal (PSL) di setiap stasiun televisi berjaringan dinilai sebagai bentuk semangat menjaga desentralisasi. Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Agung Suprio dalam acara diskusin kelompok terpumpun atau Focus Group Discussion (FGD) yang digelar KPI Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Selasa (5/10/2021).

“Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ini beriringan dengan semangat desentralisasi. Konten lokal dalam televisi semisal, juga merupakan bagian dari semangat itu,” ungkapnya.

Agung menjelaskan bahwa dengan penerapan ketentuan 10 persen konten lokal akan hadir potensi-potensi lokal di layar TV seperti budaya, sosial, kearifan lokal. Selain itu, ketentuan ini bisa mendorong hadirnya rumah-rumah produksi atau production house (PH) di daerah, sehingga bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan serapan tenaga kerja di wilayah tersebut.

Memasuki era digitalisasi penyiaran, Agung optimis bahwa konten lokal juga sangat memungkinkan disalurkan di beragam media. “Konten lokal saat ini bisa dinikmati di layar-layar televisi. UU Ciptaker, membuka peluang untuk hadirnya televisi-televisi lokal dengan program-program yang terkait erat dengan lokalitas,” kata Agung.

Hadir dalam acara tersebut, Don Bosco Selamun Metro TV, Neil Tobing Wakil Ketua ATVSI, Prof Judhariksawan serta Sukamto dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI sebagai narasumber. Met/Editor:MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.