Deli Serdang -- Hadirnya tayangan ataupun informasi yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh ketatnya aturan dan sanksi. Faktor lain yang juga ikut memengaruhi nilai baik itu adalah masyarakatnya. Jika masyarakat cerdas, hal ini akan mendorong lahirnya tayangan ataupun informasi yang berkualitas tersebut.

Pendapat tersebut disampaikan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Irsal Ambia, saat menjadi narasumber di seminar Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP), di Batang Kuis, Kabupaten Deliserdang, Jumat (18/2/2022) lalu.

Menurut Irsal, peningkatan kualitas tayangan memerlukan peran serta masyarakat secara langsung. Karenanya, KPI terus mendorong masyarakat agar menjadi penonton, pemirsa dan pendengar yang cerdas.

“Sehingga mereka akan mengonsumsi tayangan berkualitas, dengan semakin sedikit orang menonton tayangan jelek, maka tayangan itu akan hilang. Ini kita dorong ke publik agar publik punya daya kritis,” kata Irsal.

Sementara itu, terkait perkembangan teknologi komunikasi yang makin pesat, Plt Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sumatera Utara (Sumut), Kaiman Turnip, menyampaikan lembaga penyiaran perlu membuat strategi antara lain dengan bertransformasi mengikuti perkembangan tersebut.

“Strategi pertama lembaga penyiaran sebagai media informasi bagi masyarakat adalah bertansformasi untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi yang berkembang pesat,” kata Kaiman.

Selain itu, lembaga penyiaran perlu melakukan pengembangan dan revitalisasi teknologi. Membangun komunikasi dua arah dengan publik dalam rangka edukasi. “Serta membangun iklim kreatif dan inovatif,” ujar Kaiman.

Dia juga mengajak masyarakat menyaring informasi terlebih dahulu sebelum membagikannya ke platform media sosial atau aplikasi chat lainnya. Sebab, masyarakat adalah ujung tombak bagaimana berkualitasnya penyiaran.

“Masyarakat harus mendidik diri sendiri, agar lebih paham mana yang benar, mana yang buruk. Kalau kita (masyarakat) mampu, kita bisa mengedukasi orang lain di sekitar kita,” kata Kaiman.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Viada Hafid, mengatakan bahwa masyarakat perlu diberi penguatan melalui literasi media. Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 52 menyatakan jika masyarakat berperan dalam mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional. Melibatkan masyarakat perlu untuk kontrol sosial dan partisipasi dalam memajukan penyiaran nasional. ***/Foto: AR/Editor: MR

 

 

Waingapu -- Masyarakat yang memiliki kecerdasaan tangkal (keramahan) terhadap informasi sekaligus mudah mengakseskan informasi tersebut secara baik, akan memberi dorongan positif pada pertumbuhan  daerah. Karenanya, cakupan siaran yang luas dan merata dengan pembekalan literasi yang memadai menjadi sebuah keharusan.

Demikian disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, secara daring dalam kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) 2022 di SMA Muhammadiyah Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (22/2/2022).

Menurut Nuning, masyarakat yang dapat mengakses informasi yang baik secara mudah, ini akan membuat percepatan-percepatan di daerah utamanya di wilayah 3 T (tertinggal, terdepan dan terluar). 

“Kenapa demikian, hal yang sederhana saja ketika masyarakat mendapatkan informasi pendidikan yang layak, informasi tentang bagaimana berkreatifitas memiliki pasar yang berdampak pada ekonomi rakyatnya, bagaimana mengelola pariwisata yang baik, maka mau tidak mau ini akan memberikan konsekuensi psikologis bagi masyarakat di Sumba Timur dan kemudian akan semakin  kuat secara ekonomi. Ketika kuat secara ekonomi, maka ini akan menjadi pemicu bagi gerakan-gerakan di sektor lainnya seperti tenaga kerja, postel dan sebagainya,” jelasnya.

Berdasarkan informasi yang diperolehnya, di Sumba Timur terdapat sekitar 20 titik wilayah tak bertuan atau blank spot (tidak terjangkau siaran maupun sinyal telekomunikasi). Meskipun dalam waktu dekat segera terlayani oleh jaringan satelit Palapa Ring, kondisi ini terbilang cukup memprihatikan. 

“Mudah-mudahan jika sudah ter-cover layanan dari Palapa ring, hal ini akan menjadikan Sumba Timur keluar dari status daerah tertinggal,” tutur Nuning.  

Dalam kesempatan itu, Nuning menyampaikan peran penyiaran yang dapat mengangkat potensi terpendam dari wilayah terpencil yang jarang kita ketahui. Lalu juga menghadirkan sosok yang menjadi ikon atau contoh dari upaya membangun kesuksesan yang bisa menjadi motivasi. 

“Kita jarang sekali mendengar daerah Prabumulih yang menjadi daerahnya Rara, yang bisa menghadirkan sosok yang bisa fight dan bertahan menuju pentas nasional. Ini yang menurut saya bisa menjadi inspirasi bagi kita semuanya bahwa penampil di televisi itu tidak semata-mata kemudian mencari duit saja, tapi memberikan nilai, memberi pesan sangat baik yang kemudian harus diikuti khalayak dalam konteks lebih luas,” ujar Nuning.    

Wakil Bupati Sumba Timur, David Melo Wadu, mewakili sambutan Bupati menyampaikan perlunya paparan literasi bagi masyarakat supaya agar dapat memilih dan memilah informasi yang bermanfaat dan sesuai kebutuhan. Apalagi saat ini, informasi yang diterima masyarakat tidak hanya datang dari satu media saja.

“Kegiatan literasi semacam ini merupakan wadah pengetahuan sekaligus tantangan. Terlebih arus informasi yang datang sangat banyak dan makin deras. Dalam hal ini, literasi berperan membentuk kontrol masyarakat untuk mencari dan menemukan informasi yang benar dan yang tepat,” katanya.

Wakil Bupati menyampaikan apresiasi untuk KPI atas penyelenggaraan GLSP di wilayah Sumba Timur. Dia berharap kegiatan ini akan membentuk kekuatan literasi menjadikan sebuah budaya di masyarakat Sumba Timur yang akan menciptakan tatanan penyiaran yang baik dan berkualitas. ***/Editor: MR

 

 

 

 

 

Jakarta -- Babak baru penyiaran Indonesia akan dimulai tahun ini. Siaran TV analog akan diberhentikan dan beralih ke siaran TV digital. Penghentian ini akan dilakukan secara bertahap mulai 30 April mendatang hingga batas waktu 2 November 2022 mendatang. Akankah peralihan ini membawa manfaat sekaligus keuntungan bagi masyarakat?

Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, mengatakan migrasi siaran ini akan berdampak positif bagi siapapun. Secara teknis, perpindahan siaran yang telah lama ditunggu, membuat kualitas penyiaran menjadi lebih baik seperti suara yang jelas dan gambar jadi jernih tidak semutan. “Tidak ada lagi putar-putar antena untuk dapat gambar. Karena tidak perlu lagi pakai antena,” katanya dalam Webinar bertajuk “Set Top Box (STB): Tak Kenal Maka Tak Digital”, Jumat (177/2/2022).

Kebaikan lain yang diperoleh adalah makin banyaknya TV yang bersiaran. Artinya, dengan begini masyarakat mendapatkan banyak pilihan atau alternatif tontonan. Jika sebelumnya hanya sekitar 20 TV, dengan TV digital bisa lebih banyak lagi.

“Kami prediksi akan tumbuh 50% TV baru dari yang ada sebelumnya di TV free to air. Meskipun memunculkan persaingan, akan bermunculan TV-TV khusus seperti TV berita dan juga TV anak. Sebelumnya kita cuman tahu RTV untuk TV anak,” ujar Reza.

Menurut Reza, kehadiran banyak TV ini dan tersebar secara merata di seluruh wilayah tanah air merupakan tujuan dari pemerataan informasi sekaligus memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi tersebut. Karenanya, migrasi ini diharapkan memberi porsi yang sama di setiap daerah. 

“Jadi tidak akan ada lagi di suatu daerah yang cuman hanya ada satu TV misalnya TVRI karena TV swasta lain tidak ada di daerah tersebut. Masyarakat Indonesia harus dapat informasi dan kesempatan yang sama agar bisa mengembangkan dirinya menjadi lebih baik,” tutur Echa, sapaan akrabnya. 

Namun demikian, lanjut Echa, melimpahnya siaran TV harus diimbangi dengan kualitas isi. Siaran harus sesuai dengan standar yang berlaku. “Memang menjadi tugas kami untuk memastikan bahwa informasi yang akan diterima publik itu informasi yang berkualitas dan sesuai dengan standar. Kami juga akan menyikapi perkembangan ini dengan memperkuat pengawasan kami dengan juga melibatkan masyarakat,” tegasnya.

Menyikapi soal distribusi Set Top Box, Reza mengusulkan adanya banyak ruang informasi agar masyarakat dapat mendapatkan kejelasan dan jawaban tentang STB tersebut. “Harus ada situs yang  bisa memberikan data dan informasi soal ini. Pertanyaanya saya dalam bentuk 5W. Seperti siapa yang akan menerima STB. Lalu, Dimana STB harus dibeli. Jika ada alamat toko di daerah tersebut akan mempermudah mereka membelinya. Ini banyak ditanyakan oleh banyak KPID dan daerah,” ungkapnya. 

Sementara itu, Direktur Standarisasi Perangkat Pos dan Informatika, Ditjen SDPPI Kementerian Kominfo, Mulyadi, menyampaikan pentingnya bersiap menghadapi perpindahan ini dengan segera mendapatkan STB terutama untuk TV yang masih analog.

"Perlu diantisipasi bahwa keluarga yang mampu, maka televisi di rumah masih analog, harus disediakan STB sendiri. Kebiasaan masyarakat kita melakukan di akhir-akhir. Saat pemerintah menyetop siaran TV analog, tidak bisa menerima siaran TV digital, baru dicari STB. Kondisi ini dari pemerintah mencoba dihindari. Pada saat semua orang membeli di waktu bersamaan, kemungkinan besar STB di wilayah tersebut tidak tersedia atau tidak tercukupi," tuturnya. ***/Editor: RG

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengusulkan agar pemerintah melibatkan Pendamping Keluarga Harapan (PKH) dalam pendistribusian set top box (STB) kepada masyarakat yang tidak mampu atau miskin. Pendampingan ini dapat meminimalisir terjadinya kesalahan pemberian atau salah target penerima STB gratis yang diberikan Pemerintah.

Usulan tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, pada saat Webinar bertajuk “Set Top Box (STB): Tak Kenal Maka Tak Digital”, Jumat (177/2/2022) pekan lalu. PKH merupakan salah satu program di Kementerian Sosial (Kemensos) untuk mengentaskan masyarakat miskin di tanah air. 

Menurut Reza, pendampingan ini tidak hanya akan memastikan distribusi STB berjalan baik dan tepat sasaran utamanya pada keluarga tidak mampu, tapi juga menjadi agen ganda bagi sosialisasi program migrasi siaran TV digital sekaligus memberikan penjelasan cara memanfaatkan STB secara tepat dan benar.

“Kemensos memiliki data jumlah masyarakat miskin penerima bantuan dari pemerintah dan datanya memang betul. Kita bisa memanfaatkan data ini sekaligus juga memanfaatkan pendampingnya. Jadi pendamping ini akan memvalidasi bahwa betul dalam satu rumah itu ada berapa jumlah kepala keluarganya agar tidak terkirim lebih dari satu set top box. Ini dapat dilakukan dengan kerjasama antar kementerian yakni kominfo dan kementerian sosial,” kata Echa panggilan akrab Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) KPI Pusat. 

Untuk menunjang informasi STB, Reza juga mengusulkan supaya dibuat situs resmi mengenai semua hal tentang perangkat ini. Isi situsnya mengenai semua hal tentang STB, mulai dari apa itu STB, kapan pelaksanaan migrasi, hingga dimana alamat toko guna membeli alat tersebut.

“Jika ada alamat toko di daerah ini akan membuat permudah mereka membeli STB. Soal ioni banyak ditanyakan KPID dan pemerintah daerah. Mereka menanyakan dimana mendapatkan STB. Dimana STB harus dibeli. Karena diakui belum semua masyarakat kita dapat mengakses belanja online. Jika ada daftar tokonya di daerah akan dapat membantu untuk mempermudah dan menunjang smoothnya pelaksanaan switch off,” tutur Reza.

Reza menambahkan, pihaknya optimis bahwa migrasi siaran akan memberi banyak manfaat bagi masyarakat juga negara. “Siaran juga akan menjadi lebih baik. Penjernihan itu pasti. Khusus konten kita akan berupaya lebih ketat melakukan pengawasan dan ikut memasukan peran masyarakat dalam pengawasan tersebut,” tandasnya. ***/editor: MR

 

 

Jakarta -- Meskipun zaman dan teknologi berubah, radio tetap bertahan dan masih menjadi daya tarik bagi penggemarnya. Bahkan ketika kotak ajaib atau televisi hadir, nasib radio digadang-gadang banyak orang akan mati lantaran kalah saing. Lantas, bagaimana nasib radio di tengah era disrupsi sekarang?

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, menilai eksistensi radio tidak terusik walaupun dinamika media terus berubah. Sebagai media penyiaran tertua, siaran radio masih banyak ditunggu masyarakat. Namun begitu, model kontennya harus menyesuaikan dengan perubahan yang ada.

“Radio tidak bisa hanya mengandalkan model lama dalam bersiaran tapi harus mengadopsi model yang baru. Meskipun demikian, radio harus tetap menyampaikan informasi yang kredibel kepada pendengarnya,” kata Hardly pada diskusi daring yang diselenggarakan Radio Republik Indonesia (RRI) Ende dalam rangka World Radio Day 2022, Minggu (13/2/2022).

Keyakinan lain Hardly jika radio tetap bertahan pada situasi sekarang karena karakteristik unik radio yang menyerupai media baru yakni unsur interaktifitasnya. Pendengar dan penyiaran bisa saling terkoneksi dalam siaran. 

“Karakter interaktifitasnya ada. Radio itu selalu menyapa pendengarnya. Audiens bisa menelepon untuk berinteraksi dan ini ada di media baru. Hal ini menjadi modal untuk radio tetap eksis dan berkontribusi di era sekarang. Radio itu gak ada matinya. Radio di semua jaman tetap ada, bahkan dengan hadirny internet,” ucap Hardly.

Menurut Hardly, radio harus tetap mempertahankan pola siarannya yang berbasis lokalitas. Tetapi dimungkinkan untuk radio bersiaran secara global hingga melampaui wilayah siaran. “Ini menjadi peluang bagi lokal wisdom untuk diangkat melalui radio dan disebarkanluaskan  kepada khalayak, baik pendengar radio maupun khalayak lebih luas, dengan teknologi yang terus berkembang.” 

Namun begitu, pengembangan tersebut harus diimbangi dengan pembenahan secara berkelanjutan. Pembenahan ini, ujar Hardly, terkait peningkatan kapasitas sumber daya manusianya agar mampu  menghasilkan materi siaran yang kompatible sehingga dapat diamplifikasi (diperkuat) melalui multiplatform internet.

Dalam kesempatan itu, Hardly menegaskan pihaknya (KPI) berkomitmen untuk terus mendorong lahirnya regulasi yang adaptif sehingga mampu mendukung dinamika siaran radio di era digitalisasi internet.

Sekjen Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonsia (PRSSNI), M. Rafiq mengatakan, persaingan yang terjadi sekarang tidak hanya antar radio tetapi juga datang dari tempat yang jauh seperti Netflix dan lainnya. Dia menilai persaingan ini tidak adil. 

“Radio harus tunduk pada sejumlah regulasi seperti UU Penyiaran, UU Pers dan UU Telekomunikasi. Sedangkan, pemain sebelah tidak ada regulasinya. Bisa nggak mereka ditegur. Infrastruktur hukumnya tidak bisa melakukan dan ini juga terjadi dengan TV. Kami tidak menyalahkan siapa-siapa karena hukumnya belum sampai,” keluh Rafiq.

Sementara itu, Konsultan NHK Internasional, Frans Demon, mengatakan selama manusia memiliki telinga keberadaan radio akan ada selamanya. Tapi untuk itu, konten audionya harus terus dikembangkan. 

“Radio dalam masa digital ini justru diuntungkan karena dengan media sosial radio jadi amplifikasi ke mana saja. Di Amerika Serikat, Jepang, Inggris, audiens radio makin tinggi karena mereka dengar radio lewat online atau HP dan perangkat baru lainnya,” tutur Frans yang katanya sejak kecil telah mencintai radio.

Bahkan, kata Frans, radio tidak akan masuk sunset industri. Menurutnya, situasi sekarang ini memang sulit oleh karena jumlah iklan yang turun. 

Frans juga menyampaikan pentingnya belajar dari NHK yang siarannya tetap menarik di telinga pendengar. Ada beberapa hal yang selalu dikedepankan radio milik pemerintah Jepang ini yakni siaran tidak imparsial, mengutamakan kepentingan publik, penguatan budaya, dan perhatian besar terhadap anak dan perempuan dalam siaran. 

“Ini yang bisa kita contoh termasuk RRI. RRI bisa mengambil keuntungan dari sisi lembaga penyiaran publik. Tapi harus konsisten memperhatikan publik jadi siarannya akan didengar,” tandas Frans. ***/Editor: MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.