Jakarta – KPI Pusat dan Dewan Juri Anugerah KPI 2015 terpilih lakukan rapat perdana di kantor KPI Pusat, Jumat, 23 Oktober 2015. Para juri tersebut segera bekerja melakukan penilaian secara independen terhadap acara-acara TV yang dinilai terbaik oleh stasiun TV sesuai dengan kategori yang di kompetisikan.

Komisioner KPI Pusat sekaligus Ketua Penyelenggara Anugerah KPI 2015 Agatha Lily mengatakan Anugerah KPI 2015 adalah kegiatan rutin tahunan yang diselenggarakan KPI Pusat sebagai bentuk apresiasi pihaknya terhadap karya-karya terbaik insan pertelevisian.

“Kami berharap kegiatan ini dapat mendorong industri televisi untuk terus berkarya dalam menghasilkan program-program terbaik, bukan hanya program yang banyak penontonnya tetapi juga menjadi tontonan yang sehat dan berkualitas,” kata Lily yang diamini Komisioner KPI Pusat S. Rahmat Arifin.

Menurut Lily, ada 10 kategori penghargaan akan diperebutkan yang nantinya para terbaik tersebut akan diumumkan dalam Malam Anugerah KPI 2015 pada Rabu malam, 2 Desember 2015 di Jakarta. Rencananya, puncak Malam Anugerah KPI 2015 akan disiarkan secara langsung di NET TV. Presiden Joko Widodo akan diundang untuk hadir dalam acara tersebut. ***

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengundang lembaga penyiaran serta stakeholder terkait untuk terlibat dalam FGD (focus grup diskusi) bertajuk “Batasan Siaran Kekerasaan dalam Program Jurnalistik”, Kamis, 22 Oktober 2015. FGD tersebut menghadirkan narasumber dari Komisioner KPI Pusat dan Anggota Dewan Pers.

Di awal diskusi, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad menekankan pentingnya perlindungan bagi publik dari tayangan yang berdampak buruk. Karena itu, setiap informasi yang disampaikan ke public harus memberikan rasa aman, tenang dan nyaman. “Memang publik berhak untuk untuk tahu setiap fakta yang terjadi. Namun fakta tersebut harus dikemas dengan gambar yang baik dan tidak mengerikan,” katanya.

Di dalam presentasinya, Idy menjelaskan tujuan pembatasan dan pelarangan tayangan kekerasaan di layar kaca yakni untuk memberikan perlindungan terhadap public khususnya anak dan remaja, memberikan kenyamanan publik menerima siaran, tidak menimbulkan ketakutan, kengerian atau perasaan traumatik.

Selain itu, upaya pembatasan itu untuk mencegah pengaruh dari dampak yang diakibatkan tayangan tersebut karena anggapan bahwa tayangan seperti itu adalah hal yang biasa. “Kita juga tidak ingin tayangan tersebut justru menambah memperburuk kondisi dan menonjolkan provokasi. Kami ingin tayangan jurnalistik itu lebih mengedepankan positif dan jurnalistik damai,” papar Idy.

Sementara itu, Anggota Dewan Pers Stanley Adi Prasetyo dalam presentasinya mengemukakan jika masih banyak stasiun televisi menggunakan adegan kekerasan sebagai hal pokok pada setiap tayangannya. Menurutnya adegan kekerasan menyebar dalam berbagai jenis program acara seperti berita, animasi anak, drama dewasa, drama sinetron, olahraga bahkan realty show.

Stanley khawatir dampak yang terjadi akibat tayangan kekerasaan khususnya bagi anak-anak. Mereka, kata Stanley, akan merasa terbiasa dengan tindak kekerasan dan bukan tak mungkin anak-anak akan melakukan tindak kekerasan tanpa rasa takut.

Menurut Stanley, diperlukan upaya untuk mencegah hal itu yakni dengan mengajak lembaga penyiaran untuk menghentikan atau moratorium semua pemberitaan tentang kekerasan, memperketat kepatuhan pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik dan P3SPS hingga melakukan literasi media. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan rapat korodinasi dengan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) dan Direktorat Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika, guna membahas status hukum dari PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI), di kantor KPI Pusat (16/10).  Koordinasi ini dilakukan mengingat KPI sendiri telah menerima dua berkas pengajuan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) dari dua entitas yang beda untuk frekwensi yang sama, atas nama PT CTPI.

PT CTPI sendiri, dalam catatan KPI akan habis IPP - nya pada 16 Oktober 2016. Sesuai perintah regulasi, setahun sebelum habisnya izin yang diberikan negara untuk pengelolaan frekwensi dalam penyelenggaraan penyiaran, lembaga penyiaran wajib menyampaikan surat permohonan untuk memperpanjang izin. 

KPI membutuhkan kejelasan status hukum dari PT CTPI, mengingat terdapat dua kubu yang merasa berhak terhadap pengelolaan izin siaran televisi ini. Dalam rapat tersebut, Ketua KPI Pusat Judhariksawan menjelaskan, bahwa KPI masih menunggu keputusan dari Menteri Komunikasi dan Informatika untuk PT CTPI ini. 

Hal senada disampaikan Azimah Subagijo Komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran. Menurutnya, KPI baru akan melakukan proses evaluasi terhadap PT CTPI jika sudah ada kejelasan hukum yang mengikat terhadap kepemilikan televisi tersebut. Hadir dalam acara tersebut, komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Bekti Nugroho dan Fajar Arifianto, komisioner bidang pengawasan isi siaran Agatha Lily dan S. Rahmat Arifin, serta komisioner bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran Amirudin dan Danang Sangga Buwana

 

Jakarta - Sekira seratus mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa (21/10/2015), mengunjungi kantor KPI Pusat. Kunjungan itu bertujuan untuk studi lapangan terkait regulasi penyiaran.

Rombongan yang dipimpin dosen mata kuliah Media Komunikasi Dakwah Imam Suprabowo ini diterima oleh Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho di ruang rapat KPI Pusat. 

Pada kesempatan itu Fajar menjelaskan tugas dan fungsi KPI Pusat sesuai amanat undang-undang no. 32 tahun 2002 tentang penyiaran. “KPI adalah representasi publik terkait penyiaran. Namun dalam KPI tidak sendiri, regulasi penyiaran di Indonesia diatur oleh dua regulator, disamping KPI ada juga Menkominfo. 

“Frekuensi sebagai ranah publik merupakan sumber daya alam terbatas yang pemanfaatannya harus ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Maka siaran televisi maupun radio harus mencakup empat fungsi media, mendidik, memberikan informasi, menghibur dan melakukan kontrol sosial,” jelas Fajar.

Dalam menjalankan tugasnya, KPI Pusat terbagi menjadi tiga bidang, Kelembagaan, Pengawasan Isi Siaran dan Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran. "Kami mengawasi siaran televisi berjaringan selama 24 jam. Dengan empat shift kerja, analis bertugas memantau dan mencatat pelanggaran isi siaran. Panduan yang kami gunakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang juga menjadi panduan industri penyiaran," kata Fajar.

Forum berlangsung cair, beberapa mahasiswa tak segan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai tugas KPI dan isu dunia penyiaran, khususnya soal mekanisme penjatuhan sanksi dan pedoman penyiaran. 

Imam menyampaikan keresahannya terhadap perilaku pemilik media yang memanfaatkan medianya untuk kepentingan pribadi dan golongannya, baik itu secara bisnis maupun politik. Fajar menjelaskan, sesuai UU Penyiaran pasal 36 ayat 4 isi siaran seharusnya menjaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.

Fajar melanjutkan, dalam pemilihan umum 2014 KPI menemukan banyak pelanggaran siaran yang terkait pasal tersebut, bahkan pada akhirnya KPI sempat melayangkan surat rekomendasi pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran kepada Menkominfo terhadap dua stasiun televisi yang memanfaatkan siarannya untuk kepentingan politik golongan tertentu.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan Fokus Grup Diskusi (FGD) tentang pengaturan iklan pengobatan alternatif di lembaga penyiaran, Selasa, 13 Oktober 2015. Diskusi ini dihadiri Kementerian Kesehatan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Konsul Kedokteran, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Di awal diskusi, Komisioner KPI Pusat S. Rahmat Arifin menyatakan bagaimana iklan atau acara pengobatan alternatif di lembaga penyiaran setelah berlakunya PP 103 tahun 2014. Pasalnya, menurut Pasal 67 ayat 2 dalam PP tersebut menyebutkan penyehat tradisional dan panti sehat dilarang mempublikasikan dan mengiklankan pelayanan kesehatan tradisional empiris yang diberikan.

Berdasarkan keterangan dalam presentasi yang disampaikan Rahmat, pelayanan kesehatan tradisional empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. Sedangkan panti sehat adalah tempat yang digunakan untuk melakukan perawatan kesehatan tradisional empiris. Dalam kesempatan itu, Rahmat menanyakan apa definisi empiris menurut pandangan PP tersebut.

Sementara Murti Utami Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenkes menekankan adanya pembenahan pemberian izin untuk tayangan iklan kesehatan tradisional disingkat Kestrad. Menurutnya ada beberapa kementerian yang juga mengeluarkan izin siaran tersebut. “Setiap siaran atau iklan pelayanan kesehatan tradisional harus mengikuti ketentuan di dalam PP 103 tahun 2014,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengusulkan dibentuknya gugus bersama antara instansi terkait pengawasan siaran pengobatan tradisional di lembaga penyiaran. Selain itu, perlu dibuat  surat edaran bersama terkait hal ini.

Di akhir diskusi, Komisioner KPI Pusat Rahmat berharap segera mungkin dibuat rapat koordinasi atau gugus tugas tersebut. Kemudian dilakukan sosialisasi mengenai keputusan bersama dengan terlebih dahulu membuat aksinya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.