Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan pemantauan siaran lagu kebangsaan dan lagu nasional lainnya di semua stasiun televisi yang bersiaran berjaringan secara nasional. Hasil pemantauan ini menunjukkan adanya stasiun televisi yang tidak menyiarkan setiap hari dan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI tahun 2012.

Berdasarkan P3 & SPS KPI tahun 2012 telah diatur mengenai ketentuan penayangan lagu kebangsaan dan lagu nasional tersebut. Bagi lembaga penyiaran yang tidak bersiaran selama 24 (dua puluh empat) jam penuh, lagu kebangsaan Indonesia Raya disiarkan pada waktu awal pembukaan siaran setiap harinya dan lagu wajib nasional disiarkan pada waktu akhir siaran setiap harinya. Sedangkan untuk lembaga penyiaran yang bersiaran selama 24 (dua puluh empat) jam penuh, maka lagu kebangsaan Indonesia Raya disiarkan pada pukul 06.00 waktu setempat setiap harinya dan lagu wajib nasional disiarkan pada pukul 24.00 waktu setempat setiap harinya.

KPI telah mengirimkan surat edaran kepada 15 (lima belas) stasiun televisi, yaitu: TVRI, RCTI, MNC TV, Global TV, SCTV, Indosiar, Trans TV, Trans 7, Metro TV, ANTV, TV One, Kompas TV, RTV, NET TV, dan I News TV, agar menjalankan P3 & SPS secara konsisten, salah satunya dengan menyiarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lagu kebangsaan sesuai ketentuan. Selain itu, KPI mengingatkan bahwa lembaga penyiaran wajib menjalankan fungsinya sebagai perekat sosial serta sarana pemersatu bangsa dan memperkukuh integrasi nasional.

Untuk itu terhitung sejak surat edaran ini dikeluarkan, KPI Pusat akan melakukan pemantauan intensif terhadap seluruh lembaga penyiaran mengenai kepatuhan mereka dalam menyiarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lagu wajib nasional. Apabila lembaga penyiaran tidak melaksanakan kewajiban tersebut, KPI akan menjatuhkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Indosiar lakukan dialog membahas tiga program acara yakni D’Terong, Bintang Pantura, dan Fokus Sore, Jumat, 21 Agustus 2015. Dialog yang dipimpin langsung Koordinator bidang Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat Agatha Lily serta Komisioner bidang Isi Siaran Sujarwanto Rahmat Arifin dihadiri perwakilan bidang redaksi dan program Indosiar.

Di awal pertemuan, Lily menjelaskan model dialog ini bertujuan memperbaiki kualitas isi konten dari program yang dinilai KPI Pusat melanggar aturan. Harapannya usai pertemuan, pihak TV dapat segera mungkin melakukan perbaikan terhadap acara-acara yang mendapat sorotan tersebut.

Hal penting yang diangap perlu diterapkan setiap lembaga penyiaran khususnya Indosiar adalah bagaimana menerapkan sistem pengawasan berlapis. Pengawasan ini bisa diwujudkan dengan memfungsikan dua produser dalam program acara yang memiliki potensi melanggar seperti program siaran langsung baik itu program hiburan, komedi atau program lainnya. “Ini untuk meminimalisir terjadinya hal-hal yang fatal disiarkan atau lepas control dan scrip,” katanya.

Lily juga meminta Indosiar tidak masuk ke dalam wilayah SARA yang ditakutkan dapat menimbulkan gejolak di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. “Kami bisa memberi contoh-contoh adegan yang tidak pantas dan tidak boleh tayang. Contoh-contoh tayangan ini mungkin bisa lebih mudah dipahami pihak TV,” tambah Lily.

Adapun Komisioner KPI Pusat S. Rahmat Arifin meminta Indosiar menjaga candaan-candaan yang sifat menjurus menghina fisik atau juga profesi seseorang. Penghinaan ini terhadap fisik, kelainan penyakit dan profesi dinilai melecehkan martabat oranglain dan menyinggung perasaan. “Saya harap hal-hal yang sampaikan tadi jangan jadi jualan obyek. Saat ini, masyarakat kita sudah sangat kritis terhadap hal-hal yang dianggap sensitif. Hal ini mestinya ditindaklanjuti pihak TV dengan kehati-hatian,” katanya kepada perwakilan Indosiar.

Rahmat juga mengingatkan Indosiar tak pernah henti melakukan briefing sebelum pentas berlangsung terutama dengan artis-artis yang terlibat. Briefing ini menjadi pengingat para artis untuk berhati-hati dan lebih teliti ketika berkreasi spontanitas di depan kamera. “Saya juga mengingatkan para produser untuk fokus dan jangan sampai lengah,” pintanya. ***

Jakarta – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anis Baswedan mengusulkan adanya satu kanal atau siaran TV yang aman untuk publik. Selain aman, keberadaan kanal atau televisi ini memberikan alternatif bagi publik itu sendiri. Hal itu disampaikannya pada saat pertemuan dengan Ketua dan Anggota KPI Pusat di kantor Kemendikbud di bilangan jalan Sudirman, Senayan, Kamis, 20 Agustus 2015.

Menurut Anis, kanal aman tersebut dapat dijadikan tameng terhadap tontonan-tontonan yang berdampak buruk untuk masyarakat khususnya anak-anak. “Saya pikir Indonesia perlu memilikinya,” katanya.
Anis mencontohkan bagaimana Amerika Serikat dengan PBS-nya (Public Broadcasting Service) mampu melindungi publiknya terutama anak-anak ketika informasi serangan terhadap WTC menjadi tayangan utama di semua televisi. “PBS sama sekali tidak menyiarkan informasi tersebut. Mereka tetap kosisten menyiarkan tayangan untuk anak-anak dan program acara edukatif lainnya,” jelas Anis.

Public Broadcasting Service (PBS) adalah jaringan televisi penyiaran publik yang beranggotakan 345 stasiun televisi di 50 negara bagian Amerika Serikat, Puerto Riko, Kepulauan Virgin, Guam, dan Samoa Amerika. Sebagian di antara stasiun televisi tersebut dapat disaksikan pemirsa televisi lokal dan televisi kabel di Kanada. Walaupun, istilah broadcasting (penyiaran) juga meliputi penyiaran radio, PBS hanya menangani siaran televisi. Siaran radio penyiaran publik ditangani National Public Radio dan penyedia materi siaran seperti American Public Media dan Public Radio International.

PBS didirikan tahun 1969 untuk mengambil alih fungsi dari lembaga pendahulunya, National Educational Television (NET) yang merger dengan WNDT (Newark, New Jersey) menjadi WNET. PBS mulai mengudara hari Senin, 5 Oktober 1970. Pada tahun 1973, PBS merger dengan Educational Television Stations (divisi dari National Association of Educational Broadcasters).

PBS adalah perseroan terbatas nirlaba yang dimiliki secara kolektif oleh stasiun televisi anggota. Walaupun demikian, sebagian besar kegiatan PBS dibiayai Corporation for Public Broadcasting, sebuah lembaga terpisah yang didanai pemerintah federal Amerika Serikat. Kantor pusat PBS berada di Arlington, Virginia.

Selain mengusulkan dibuat satu kanal aman, Anis juga mengimbau setiap orangtua untuk berani memencet tombol merah di remote TV pada saat jam belajar anak. Tindakan ini dinilainya sebagai langkah baik bagi anak dan orangtua untuk fokus belajar tanpa gangguan siaran televisi.  “Harus ada kebiasaan seperti itu. Makanya, saya sangat setuju adanya peraturan daerah yang melarang menonton televisi pada saat jam belajar,” katanya.

Untuk mewujudkan kebiasaan ini, Anis mendorong perlunya sebuah gerakan nasional malu menonton televisi saat anak-anak sedang belajar. Gerakan ini diharapkan dapat merubah kebijakan stasiun televisi dalam memproduksi program acara. “Saya harap ini mematik kesadaran moral pemilik televisi untuk ikut bertanggungjawab memperbaiki kualitas isi siaran televisi,” pintanya yang langsung direspon positif  Ketua dan Anggota KPI Pusat yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Sebelumnya, di awal pertemuan, Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyampaikan pelaksanaan program literasi media yang sudah dilakukan KPI. Menurut Judha, media literasi terhadap anak-anak usia sekolah dapat membentuk pelindung dalam diri mereka dari tayangan yang berdampak buruk. “Media literasi bagi mereka akan membuat mereka paham akan media dan menimbulkan rasa kritis mereka terhadap tontonannya. Jangan sekedar mereka hanya menonton saja,” katanya kepada Mendikbud.

Judha juga mengusulkan kepada menteri agar program literasi media dapat masuk dalam kurikulum pendidikan nasional. Jika masuk, penerapan ini dinilai akan sangat efektif dan langsung sasaran. “Jikapun tidak dapat, masuk dalam buku pelajaran saja sudah bagus,” tambahnya.

Dalam pertemuan tersebut, turut hadir Komisioner KPI Pusat lainnya antara lain Bekti Nugroho, Danang Sangga Buana, dan Fajar Arifianto Isnugroho. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memberikan sanksi teguran tertulis kepada program siaran INBOX yang ditayangkan SCTV, (14/8). Sanksi tersebut dijatuhkan karena ditemukan tayangan sekelompok penari yang melakukan goyang gojigo dengan mengenakan seragam pramuka yang dimodifikasi secara tidak pantas.

KPI menilai tayangan ini sangat tidak layak untuk ditayangkan karena melecehkan organisasi gerakan pramuka. Menurut KPI, pelanggaran pada tayangan ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas norma kesopanan, perlindungan anak dan remaja serta perilaku tidak pantas. Untuk itu, rapat pleno KPI Pusat memutuskan bahwa program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2) dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9 Ayat (2), Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a.

Sanksi ini merupakan kali kedua bagi Inbox, setelah pada 28 Mei 2015 mendapatkan teguran tertulis pertama. KPI mengingatkan, jika terjadi pelanggaran lagi pada program ini, maka akan ada peningkatan sanksi sesuai dengan pasal 75 SPS KPI tahun 2012.

Secara khusus KPI meminta pihak SCTV melakukan evaluasi internal agar kesalahan seperti ini tidak berulang. Untuk tayangan INBOX yang tayang di hari ultang tahun gerakan pramuka ini, KPI menerima aduan dari masyarakat yang keberatan dengan tayangan tersebut dan menganggapnya sebagai bentuk pelecehan terhadap gerakan pramuka.

Jakarta - Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, mendukung penguatan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Undang-Undang Penyiaran yang tengah disusun oleh DPR RI. Hal itu disampaikan oleh Fadli saat menerima kehadiran komisioner KPI Pusat di ruang kerjanya, di Gedung DPR/ MPR, (12/8).

Pada pertemuan tersebut, Ketua KPI Pusat Judhariksawan juga menyampaikan isu-isu strategis untuk dibahas dalam revisi Undang-Undang Penyiaran, diantaranya digitalisasi, pengawasan penyiaran pemilu, serta penguatan KPI secara kelembagaan.  Judha menyampaikan, jika  posisi KPI berada di bawah kementerian akan menimbulkan perubahan yang sangat mendasar dari semangat reformasi yang menjadi ruh dari undang-undang penyiaran yang ada sekarang.  “KPI dibentuk sebagai perwakilan publik dalam mengurus hal-hal terkait penyiaran, “ ujar Judha.

Menanggapi hal tersebut, Fadli Zon secara tegas menyampaikan bahwa jangan sampai KPI berada di bawah kementerian. “KPI harus independen!,” ujar Fadli. Sikap ini tentu juga sejalan dengan harapan KPI agar independensi lembaga ini tidak diganggu gugat dalam regulasi penyiaran yang baru.

Terkait digitalisasi, Fadli menjelaskan bahwa kita tidak dapat membendung laju teknologi .  Untuk itu dirinya juga melihat  undang-undang penyiaran yang baru nanti harus mengakomodir perubahan teknologi penyiaran  tersebut.  Fadli berharap, Undang-Undang Penyiaran yang tengah disusun Komisi I ini dapat selesai pada tahun ini. “Kita sedang mengejar target legislasi tahun ini,” ujarnya. Diharapkan dalam dua masa sidang, pembahasan revisi undang-undang penyiaran dapat selesai.

Hadir dalam audiensi tersebut Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Fajar Arifianto Isnugroho, Komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Amiruddin dan Danang Sangga Buwana, serta Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran, Rahmat Arifin.
Pada kesempatan tersebut, Fajar Arifianto juga menyampaikan agenda KPI yakni survey indeks kualitas program siaran yang tengah berlangsung di 9 kota besar di Indonesia. Hal ini dilakukan KPI untuk memberikan potret pandangan masyarakat tentang kualitas program televisi. Fajar berharap, lewat survey ini televisi dapat terpacu dalam meningkatkan kualitas siarannya.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.